Makrosefali adalah kondisi ketika lingkar kepala bayi atau anak lebih besar dari ukuran normal sesuai usia dan jenis kelaminnya. Pada sebagian kasus, hal ini bisa normal karena faktor keturunan, tetapi juga dapat menandakan masalah serius pada otak atau cairan kepala, seperti hidrosefalus atau kelainan metabolik. Karena itu, penting bagi Mams rutin memantau pertumbuhan kepala si kecil di posyandu atau dokter anak.
Untuk mencari penyebabnya, dokter biasanya melakukan pemeriksaan fisik, mencatat ukuran kepala dalam grafik pertumbuhan, dan meninjau riwayat keluarga. Jika diperlukan, pemeriksaan penunjang seperti USG kepala, CT scan, atau MRI akan dilakukan. Dengan deteksi dini, sebagian besar kasus dapat ditangani dengan baik sehingga tumbuh kembang anak tetap terjaga.
Prosedur Mengukur dan Membaca Hasil Makrosefali
Pengukuran lingkar kepala sebenarnya sederhana, Mams. Dokter menggunakan pita ukur yang dilingkarkan dari atas alis hingga bagian paling menonjol di belakang kepala. Agar hasil akurat, pengukuran dilakukan lebih dari sekali, lalu dicatat dalam grafik pertumbuhan anak. Grafik ini membantu melihat apakah ukuran kepala masih dalam batas normal atau tumbuh terlalu cepat.
Bila lingkar kepala bertambah tidak proporsional dengan tinggi dan berat badan, dokter biasanya menyarankan pemeriksaan tambahan. USG kepala sering digunakan pada bayi karena aman dan praktis, sementara MRI atau CT scan dipakai bila dibutuhkan gambaran otak yang lebih detail. Dari sini, dokter bisa menentukan apakah kepala besar merupakan variasi normal keluarga atau tanda kondisi medis tertentu.
Selain ukuran kepala, dokter juga menilai perkembangan motorik, bicara, dan kognitif anak. Apakah si kecil sudah mampu berguling, duduk, atau mulai berceloteh sesuai usianya? Bila ada keterlambatan, kejang, atau gangguan gerak, pemeriksaan lebih lanjut akan diperlukan. Pemantauan rutin inilah yang membantu Mams merasa lebih tenang karena setiap perubahan bisa terdeteksi sejak awal.
Penyebab Umum yang Sering Terjadi
Penyebab makrosefali cukup beragam, mulai dari yang jinak hingga yang serius. Salah satunya adalah faktor genetik, yang disebut benign familial macrocephaly. Dalam kondisi ini, kepala besar diwariskan secara turun-temurun tanpa disertai gangguan perkembangan. Ada pula benign external hydrocephalus (BESS), yaitu pelebaran sementara ruang cairan otak. Anak dengan kondisi ini biasanya tumbuh normal, namun tetap perlu diawasi bila lingkar kepala bertambah cepat atau muncul gejala muntah dan lemas.
Di sisi lain, ada megalensefali, yakni pertumbuhan jaringan otak yang lebih besar dari normal. Kondisi ini sering terkait sindrom genetik seperti Sotos syndrome atau PTEN hamartoma tumor syndrome, yang biasanya disertai keterlambatan perkembangan. Beberapa anak juga bisa mengalami Fragile X syndrome yang memengaruhi kemampuan belajar dan bicara. Bila anak dengan kepala besar juga mengalami keterlambatan motorik atau ciri wajah tertentu, pemeriksaan genetik sering dianjurkan.
Penyebab yang lebih serius adalah hidrosefalus, yaitu penumpukan cairan berlebih di otak. Hal ini dapat meningkatkan tekanan dalam kepala dan menimbulkan gejala khas seperti ubun-ubun tegang, muntah menyembur, hingga bola mata yang tampak menatap ke bawah (sunset eyes). Selain itu, tumor, kista, atau perdarahan juga bisa menjadi penyebab. Kondisi ini memerlukan penanganan medis segera agar tidak berdampak buruk pada perkembangan anak.
Tanda Bahaya yang Harus Diwaspadai Orang Tua
Tidak semua bayi dengan kepala besar berbahaya, Mams. Namun, ada beberapa tanda darurat yang perlu diwaspadai, seperti lingkar kepala yang membesar terlalu cepat, ubun-ubun menonjol, atau anak menjadi sangat rewel dan mengantuk. Gejala lain yang perlu diperhatikan adalah muntah berulang, susah makan, kejang, atau mata dengan posisi khas “sunset eyes”. Jika hal ini muncul, segera bawa anak ke dokter atau UGD.
Panduan medis internasional juga menekankan hal yang sama. Misalnya, Connecticut Children’s merekomendasikan agar anak dengan makrosefali dan gejala bahaya segera dibawa ke UGD. NHS di Skotlandia pun menyebutkan tanda seperti muntah berulang, ubun-ubun menonjol, atau penurunan kesadaran harus langsung dievaluasi di rumah sakit. Intinya, menunda pemeriksaan bisa meningkatkan risiko pada otak anak.
Untuk membantu dokter, Mams bisa menyiapkan catatan sederhana: kapan kepala mulai terlihat besar, seberapa cepat pertumbuhannya, serta apakah ada riwayat keluarga dengan kepala besar. Catatan pengukuran sebelumnya atau foto perkembangan anak juga sangat bermanfaat. Dengan informasi ini, dokter dapat mengambil keputusan yang lebih tepat untuk kondisi si kecil.
Pemeriksaan Dokter Jika Hasilnya Tidak Normal
Pemeriksaan biasanya dimulai dengan wawancara mengenai riwayat kehamilan, persalinan, serta kesehatan bayi sejak lahir. Riwayat keluarga penting untuk membedakan apakah makrosefali adalah bawaan atau kondisi medis lain. Selanjutnya, dokter mengukur lingkar kepala dengan pita khusus dan membandingkannya dengan grafik pertumbuhan WHO.
Bila ada hasil yang mencurigakan, dokter akan melakukan pemeriksaan lanjutan. Pada bayi dengan ubun-ubun terbuka, USG kepala menjadi pilihan pertama karena aman dan tidak menimbulkan radiasi. Jika dibutuhkan detail lebih lanjut, MRI otak bisa memberikan gambaran jaringan otak secara menyeluruh. CT scan biasanya hanya digunakan dalam kondisi darurat, misalnya setelah trauma kepala.
Terkadang, pemeriksaan tambahan juga diperlukan, seperti tes genetik bila dicurigai kelainan bawaan atau tes laboratorium jika ada indikasi gangguan metabolik. Jika anak menunjukkan gejala bahaya seperti muntah hebat, kejang, atau penurunan kesadaran, dokter akan segera merujuk ke spesialis saraf anak atau ruang gawat darurat agar penanganan cepat dilakukan.
A Word From Navila
Mams, makrosefali adalah tanda klinis yang bisa berarti kondisi jinak maupun masalah serius. Kunci utama adalah pemantauan rutin dan deteksi dini. Kepala besar yang proporsional dan perkembangan anak sesuai usia biasanya aman, tetapi bila disertai gejala bahaya seperti kejang, muntah berulang, atau keterlambatan perkembangan, pemeriksaan medis segera sangat penting.
Dengan pemantauan teratur, pemeriksaan tepat, dan kerja sama orang tua serta dokter, anak dengan makrosefali tetap memiliki peluang besar untuk tumbuh sehat dan berkembang optimal. Untuk melengkapi wawasan, Mams wajib juga memahami kondisi kebalikan, yaitu mikrosefali, agar lebih paham dampaknya pada perkembangan otak bayi. Yuk, baca selengkapnya hanya di: Mikrosefali dan Dampaknya terhadap Perkembangan Otak Bayi.
References
- HRSA. Measuring Head Circumference: Equipment and Preparation. Retrieved from https://depts.washington.edu/growth/module5/text/page5a.htm
- WHO. Head circumference for age. Retrieved from https://www.who.int/tools/child-growth-standards/standards/head-circumference-for-age
- Zahl, S. M., Egge, A., Helseth, E., & Wester, K. (2011). Benign external hydrocephalus: a review, with emphasis on management. Neurosurgical review, 34(4), 417-432.
- Ortiz, J. F., Ruxmohan, S., Khurana, M., Hidalgo, J., Alzamora, I. M., & Patel, A. (2021). Megalencephaly polymicrogyria polydactyly hydrocephalus (MPPH): a case report and review of literature. Cureus, 13(7).
- Connecticut Children’s. CT Children’s CLASP Guideline – Macrocephaly. Retrieved from https://www.connecticutchildrens.org/sites/default/files/2024-03/clasp_tool_macrocephaly_2024.pdf
1 comment