Si kecil mungkin tampak ceria saat bermain bersama teman-temannya, tetapi tanpa disadari ada dinamika sosial yang memengaruhi cara dia bersikap dan mengambil keputusan. Inilah yang disebut peer pressure, sebuah dorongan halus dari teman sebaya yang membuat si kecil ingin menyesuaikan diri agar tetap diterima. Meski sering dianggap hanya terjadi pada remaja, pengaruh ini sebenarnya sudah muncul sejak dini, mulai dari meniru pilihan permainan, mengikuti gaya bicara teman, hingga keberanian atau kenakalan kecil yang ia lihat.

Karena sedang berada pada fase eksplorasi dan pembentukan identitas, si kecil menjadi sangat sensitif terhadap penerimaan sosial. Ia ingin merasa menjadi bagian dari kelompok, sehingga pengaruh teman dapat terasa lebih kuat daripada yang Mams bayangkan. Untuk itu, penting bagi Mams memahami peer pressure adalah apa, bagaimana bentuknya pada usia dini, serta dampaknya bagi perkembangan emosional dan sosial si kecil. Dengan memahami hal ini, Mams dapat mengenali tanda-tanda awal dan mendampingi dia dengan cara yang hangat namun tetap penuh arahan.

Apa Itu Peer Pressure Menurut Psikologi Perkembangan?

Peer pressure adalah pengaruh sosial dari teman sebaya yang membuat si kecil merasa perlu mengikuti perilaku, pilihan, atau aturan kelompok agar tetap diterima. Tekanan ini tidak selalu berupa ajakan langsung, tetapi bisa muncul melalui ekspresi wajah, komentar ringan, atau rasa takut berbeda dari kelompok. Dalam psikologi perkembangan, interaksi sebaya memang menjadi salah satu faktor terpenting pembentuk perilaku sejak usia dini.

Secara ilmiah, penelitian Child Encyclopedia menunjukkan bahwa rentang usia 3–7 tahun adalah masa ketika kemampuan memahami situasi sosial berkembang sangat cepat. Area otak yang membantu si kecil membaca ekspresi, menilai reaksi teman, dan menyesuaikan perilaku, sedang tumbuh pesat. Kondisi ini membuatnya lebih peka terhadap penilaian sosial, sehingga ia mudah mengikuti mayoritas, baik dalam cara bermain, berbicara, maupun memilih aktivitas. Bahkan beberapa studi menunjukkan bahwa preferensi makanan pun dapat berubah hanya karena pengaruh teman.

Kerentanan ini muncul karena identitas dirinya masih lentur dan kemampuan menolak belum matang. Ia belum memiliki keyakinan kuat terhadap nilai atau preferensinya sendiri, sehingga mengikuti kelompok terasa lebih aman. Di sisi lain, regulasi emosi dan keterampilan komunikasinya masih berkembang, membuatnya belum selalu tahu bagaimana mengatakan “tidak”. Kombinasi inilah yang membuat peer pressure menjadi fenomena nyata bahkan pada usia prasekolah.

Jenis-Jenis Peer Pressure pada Fase Golden Age (0–7 Tahun)

Tekanan sebaya pada si kecil hadir dalam bentuk yang beragam dan sering kali bekerja secara halus. Dengan mengenali tiap jenisnya, Mams dapat lebih peka melihat dinamika yang terjadi ketika si kecil berinteraksi dengan teman-temannya.

1. Direct Pressure (Tekanan Langsung)

Tekanan langsung terjadi ketika teman sebaya memberikan ajakan secara eksplisit. Kalimat seperti “ayo ikut” atau “kalau nggak mau, kamu nggak boleh main” menjadi contoh yang paling umum. Pada usia dini, si kecil belum percaya diri menolak, sehingga ia cenderung mengikuti meski merasa tidak nyaman. Situasi ini sering muncul dalam permainan kelompok ketika ia ingin mempertahankan akses bermain.

Sebagian si kecil akhirnya bertindak impulsif karena takut kehilangan kesempatan untuk tetap berada di dalam kelompok. Di sinilah peran Mams membantu mengenalkan bahasa penolakan yang sopan namun tegas. Dukungan seperti ini tidak hanya membantu ia menetapkan batasan pribadi, tetapi juga menumbuhkan kepercayaan diri dalam situasi sosial.

2. Indirect Pressure (Tekanan Tidak Langsung / Imitasi)

Tekanan tidak langsung muncul tanpa ajakan verbal. Si kecil hanya melihat bahwa teman-temannya melakukan sesuatu, lalu ia mengikuti. Imitasi semacam ini adalah respons alami karena ia ingin diterima dan tidak ingin terlihat berbeda. Contohnya memilih mainan tertentu hanya karena teman-temannya memilih hal yang sama.

Dalam banyak penelitian, anak prasekolah terbukti mudah mengubah pendapatnya di depan umum agar sama dengan mayoritas. Ini bukan karena ia setuju, melainkan karena ingin berada dalam kelompok. Jika berlangsung terus-menerus, si kecil bisa mengabaikan keinginan pribadinya demi menyesuaikan diri, sehingga perannya sebagai individu kurang berkembang.

3. Normative Pressure (Mengikuti Aturan Tak Tertulis Kelompok)

Normative pressure muncul dari aturan sosial yang tidak pernah diucapkan, tetapi terasa jelas di dalam kelompok. Misalnya, semua teman menyukai permainan tertentu, sehingga si kecil pun merasa harus ikut agar tidak dianggap aneh. Pada fase ini, ia belum memahami bahwa perbedaan adalah hal wajar, sehingga mengikuti kelompok menjadi pilihannya.

Jika norma kelompok positif, si kecil belajar berbagi dan bekerja sama. Namun jika norma tersebut negatif, ia dapat terlibat dalam mengecualikan teman lain atau ikut mengejek. Karena itu, pemantauan dari orang tua dan guru sangat penting agar norma sosial yang terbentuk adalah norma yang sehat dan aman.

4. Emotional/Social Pressure (Tekanan Emosional)

Tekanan emosional adalah bentuk yang paling kuat, terutama saat si kecil sangat ingin diterima dan takut ditolak. Ia akhirnya menyesuaikan diri meski merasa tidak nyaman. Tekanan ini sering tak terlihat, tetapi memengaruhi kepercayaan diri dan stabilitas emosinya dalam jangka panjang.

Penelitian interaksi sebaya menunjukkan bahwa pengalaman sosial awal yang penuh rasa aman membentuk dasar kepercayaan diri yang kuat. Ketika rumah menjadi tempat yang menerima dan mendukung, si kecil lebih tegas mempertahankan batas dirinya, meskipun ada tekanan dari teman.

Pengaruh Positif vs Negatif, Bagaimana Peer Pressure Membentuk Karakter?

Peer pressure adalah fenomena yang tidak selalu buruk. Dalam situasi tertentu, pengaruh teman sebaya justru membantu si kecil belajar hal positif, seperti berbagi, bekerja sama, atau berani mencoba aktivitas baru. Ketika ia melihat teman yang rajin, berani tampil, atau sopan, dorongan ini dapat menular dan memperkaya keterampilan sosialnya. Lingkungan pertemanan yang suportif bahkan mampu memperkuat regulasi emosi dan membangun karakter yang lebih stabil.

Namun, peer pressure juga dapat berdampak negatif. Tekanan yang mengarah pada impulsivitas, penolakan teman lain, atau perilaku tidak sehat dapat membuat si kecil terjebak dalam kebiasaan yang merugikan. Studi menunjukkan bahwa si kecil dengan self-esteem rendah atau regulasi emosi lemah lebih rentan mengikuti tekanan negatif, termasuk dalam perilaku agresif atau kebiasaan menghindari sesuatu hanya karena pengaruh kelompok. Jika tidak diarahkan, pola ini dapat memengaruhi cara dia membuat keputusan hingga jangka panjang.

Para ahli perkembangan sepakat bahwa respons si kecil terhadap tekanan sebaya sangat dipengaruhi hubungan yang terjalin di rumah. Lingkungan yang hangat, penuh dialog, dan menghargai pilihan membuat dia lebih mudah berdiri pada pendiriannya. Sebaliknya, kebutuhan validasi dari kelompok membuatnya mudah goyah. Karena itu, peran Mams sebagai pendamping menjadi fondasi penting agar peer pressure adalah sesuatu yang dapat diarahkan menjadi pengaruh baik, bukan ancaman.

Navila All Products

Tanda Si Kecil Mengalami Peer Pressure dan Cara Sehat Mendampinginya

Tekanan peer pressure dapat muncul lewat candaan, komentar, atau sekadar reaksi teman yang membuatnya ragu terhadap pilihannya sendiri. Pada fase tumbuh kembang, meniru teman memang wajar, namun tetap perlu Mams amati agar tidak mengikis kepercayaan dirinya.

Tekanan semacam ini memengaruhi cara si kecil bersikap, memilih aktivitas, hingga mengambil keputusan. Jika tekanannya positif, ia bisa berkembang menjadi lebih berani. Namun bila negatif, ia mudah terbawa arus dan melupakan batasan yang sudah ia pelajari. Di sinilah pendampingan Mams dibutuhkan.

Tanda-tanda si kecil mengalami peer pressure:

  • Mulai mengikuti perilaku atau gaya teman meski berbeda dari kebiasaannya.
  • Tampak cemas atau takut tidak diterima.
  • Lebih sering membandingkan dirinya dengan teman.
  • Mengubah keputusan karena komentar teman.
  • Menyembunyikan sesuatu karena takut dikomentari.

Berikut strategi yang bisa Mams terapkan:

1. Emotion Coaching

Emotion coaching membantu si kecil mengenali dan menamai perasaan ketika berada di bawah tekanan. Ketika Mams memberi ruang untuk membahas rasa takut, bingung, atau tidak nyaman, ia belajar bahwa perasaannya valid. Anak yang terbiasa memahami emosinya cenderung lebih tenang dalam mengambil keputusan sosial.

Mulailah dengan pertanyaan lembut seperti, “Kamu merasa apa waktu teman bilang begitu?”. Setelah ia bercerita, beri validasi sederhana. Cara ini membantu si kecil merasa diterima sekaligus membuka pintu untuk berdiskusi tentang langkah yang lebih sehat.

2. Social Scripting

Social scripting mengajarkan kalimat penolakan yang sopan namun tegas. Banyak si kecil ingin menolak, tetapi tidak tahu apa yang harus dikatakan. Dengan skrip sederhana, ia lebih percaya diri menghadapi tekanan. Teknik ini sangat membantu si kecil yang pemalu atau mudah terbawa suasana.

Kalimat seperti “Aku nggak mau, tapi aku bisa main yang lain” sudah cukup efektif. Saat ia terbiasa menggunakan bahasa yang jelas, ia tidak harus mengikuti kelompok hanya karena takut berbeda.

3. Role-Play atau Latihan Skenario

Role-play memberi kesempatan kepada si kecil untuk mencoba respons dalam situasi yang menekan tanpa merasa takut. Mams dapat berpura-pura menjadi teman yang mengajak melakukan sesuatu yang membuatnya ragu, lalu mengajaknya menjawab dengan skrip sosial yang sudah dipelajari.

Latihan seperti ini membantu membangun kesiapan mental dan membuatnya lebih stabil ketika situasi nyata terjadi. Semakin sering dilatih, responsnya akan semakin natural.

4. Memperkuat Self-Esteem

Self-esteem yang kuat membuat si kecil lebih kebal terhadap tekanan kelompok negatif. Ia lebih mudah mempertahankan pendiriannya tanpa takut kehilangan teman. Mams dapat membangun ini melalui kesempatan membuat pilihan kecil, seperti memilih baju atau aktivitas sore.

Selain itu, fokuslah pada proses. Kalimat seperti “Mams bangga kamu sudah berusaha” memberi pesan bahwa nilai dirinya bukan berasal dari penilaian teman. Dengan fondasi ini, ia lebih teguh saat menghadapi tekanan sosial.

5. Komunikasi Terbuka dan Aman

Komunikasi yang aman membuat si kecil berani bercerita tentang tekanan dari teman. Mams dapat mendengarkan tanpa menghakimi, lalu merangkum perasaan yang ia sampaikan agar ia merasa dipahami. Pertanyaan terbuka seperti “Apa yang bikin kamu kurang nyaman hari ini?” membantu menggali cerita tanpa membuatnya defensif.

Ketika ia merasa didengarkan, ia lebih siap berdiskusi tentang langkah sehat yang bisa ia ambil. Itu sebabnya rumah perlu menjadi tempat paling aman bagi si kecil untuk kembali merasa utuh.

A Word From Navila

Memahami peer pressure adalah langkah penting untuk melihat bahwa dinamika pertemanan bukan hanya soal bermain bersama, tetapi juga proses si kecil membentuk identitas diri. Dengan bimbingan yang hangat dan konsisten, Mams dapat membantu dia merasa aman, dihargai, dan percaya pada pilihannya, meskipun ada tekanan dari lingkungan sebayanya.

Seiring bertambahnya usia, tantangan sosial tentu makin beragam. Jika Mams ingin mempelajari cara mendampingi si kecil memasuki fase berikutnya, pembahasan lengkapnya bisa Mams temukan di sini: Cara Menghadapi Anak yang Beranjak Remaja dengan Tenang.


References

  • Child Encyclopedia. Early Peer Relations and their Impact on Children’s Development. Retrieved from https://www.child-encyclopedia.com/peer-relations/according-experts/early-peer-relations-and-their-impact-childrens-development
  • Child Development. Conformity to Peer Pressure in Preschool Children. Retrieved from https://srcd.onlinelibrary.wiley.com/doi/abs/10.1111/j.1467-8624.2011.01666.x
  • News in Health. The Power of Peers. Retrieved from https://newsinhealth.nih.gov/2021/09/power-peers
  • Warrenton Pediatrics. Talking to Your Children About Peer Pressure. Retrieved from https://warrentonpediatrics.com/talking-to-your-children-about-peer-pressure/
  • Secure Teen. Role of Parents in Helping Kids Cope with Peer Pressure. Retrieved from https://www.secureteen.com/peer-pressure/role-of-parents-in-helping-kids-cope-with-peer-pressure/