Self-esteem adalah cara seseorang menilai dan menghargai dirinya sendiri, termasuk keyakinan pada kemampuan dan nilai pribadinya. Dalam rumah tangga, self-esteem menjadi pondasi penting yang memengaruhi bagaimana pasangan berinteraksi dan menjalankan perannya sebagai orang tua. Self-esteem yang sehat membantu seseorang merasa lebih percaya diri, terbuka, dan mampu membina hubungan yang sehat. Sebaliknya, harga diri yang rendah dapat menimbulkan rasa cemas, mudah tersinggung, dan menambah konflik dalam keluarga.
Ketika Mams dan Paps saling mendukung untuk membangun self-esteem satu sama lain, ikatan dalam rumah tangga pun semakin kuat. Penelitian dari Todd K. Shackelford juga menunjukkan bahwa pasangan dengan harga diri tinggi lebih puas dalam pernikahan dan cenderung minim konflik. Maka dari itu, menciptakan lingkungan yang penuh apresiasi dan empati sangat penting.
Penyebab Rendahnya Self-Esteem dalam Rumah Tangga
Memahami penyebab rendahnya self-esteem dalam konteks ini sangat penting untuk menciptakan lingkungan rumah tangga yang lebih sehat dan mendukung. Berikut beberapa penyebab rendahnya self-esteem dalam rumah tangga.
1. Peran Gender dan Harapan Sosial
Penelitian menunjukkan bahwa peran gender yang kaku sering menjadi faktor utama rendahnya self-esteem, terutama bagi perempuan.
Ekspektasi sosial yang menempatkan perempuan sebagai ibu rumah tangga atau pengurus keluarga tanpa penghargaan yang seimbang bisa menurunkan rasa percaya diri.
Selain itu, norma sosial yang masih menganggap pekerjaan rumah tangga kurang penting dibandingkan pekerjaan profesional memperburuk situasi, meskipun tugas tersebut sangat berpengaruh pada kesejahteraan keluarga.
2. Beban Pekerjaan Rumah Tangga yang Dianggap Sepele
Wanita masih lebih banyak menghabiskan waktu untuk pekerjaan rumah tangga dibandingkan laki-laki, meskipun keduanya bekerja.
Pekerjaan ini sering kali tidak dihargai, dianggap remeh, atau seakan tidak “bernilai,” sehingga mempengaruhi self-esteem perempuan.
Hal ini juga diperkuat oleh laporan UN Women, yang menyatakan bahwa secara global perempuan memikul sebagian besar pekerjaan rumah tangga, meskipun kontribusinya jarang dianggap signifikan secara ekonomi.
3. Perubahan Peran Setelah Memiliki Anak
Saat menjadi orang tua, banyak perubahan besar terjadi dalam hubungan dan peran di rumah. Berdasarkan The Parenthood Study dari Harvard Business Review, banyak ibu mengalami penurunan self-esteem setelah melahirkan karena peran mereka berubah drastis dari individu yang mandiri menjadi pengasuh utama.
Perubahan ini sering kali diikuti perasaan kehilangan identitas, stres, dan kesepian, yang semuanya berdampak pada self-esteem.
Self Esteem yang Rendah dapat Memengaruhi Keromantisan Rumah Tangga
Self-esteem memainkan peran penting dalam setiap hubungan, terutama dalam rumah tangga. Ketika seseorang memiliki self-esteem yang sehat, dia cenderung lebih percaya diri dalam berkomunikasi, merasa dihargai, dan memiliki pandangan positif terhadap diri sendiri serta hubungan mereka.
Namun, ketika self-esteem rendah, seseorang sering kali merasa direndahkan atau diabaikan, yang bisa memicu rasa kurang percaya diri dan bahkan memengaruhi kesehatan mental. Dalam hubungan pasutri, self-esteem Mams dapat dipengaruhi oleh bagaimana Paps memperlakukan atau merespons Mams dalam kehidupan sehari-hari.
Jika Paps tidak memberikan perhatian, apresiasi, atau dukungan yang cukup, Mams mungkin mulai meragukan diri sendiri, merasa tidak penting, atau merasa perannya tidak dihargai. Perasaan seperti ini dapat memperburuk kualitas hubungan, karena ketidakpuasan emosional yang tidak disadari bisa muncul dan memicu konflik dalam rumah tangga.
Self Esteem yang Rendah Juga Berdampak pada Anak
Orang tua yang merasa kurang percaya diri karena self-esteem rendah sering kali bingung dalam mengambil keputusan soal pengasuhan anak. Mereka bisa jadi tidak konsisten, atau malah terlalu ketat, yang membuat anak merasa bingung atau bahkan stres.
Anak-anak akhirnya kehilangan rasa aman dan kurang mendapat dukungan yang seharusnya diberikan orang tua. Anak-anak cenderung meniru apa yang mereka lihat dari orang tua. Jika Mams atau Paps menunjukkan tanda-tanda self-esteem rendah, seperti merasa tidak dihargai atau tidak penting, anak-anak bisa menyerap sikap itu dan mulai merasa hal yang sama tentang diri mereka.
Anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan seperti ini biasanya sulit percaya diri dan menghadapi banyak tantangan dalam mengembangkan keyakinan pada kemampuan mereka sendiri.
Situasi ini bisa menciptakan siklus yang terus berulang, di mana self-esteem rendah pada orang tua diturunkan ke anak-anak. Ini berisiko membuat anak-anak menghadapi masalah emosional dan sosial di masa depan.
Tips Meningkatkan Self-Esteem dalam Rumah Tangga
Agar hubungan dalam rumah tangga tetap harmonis, Mams dan Paps perlu saling mendukung untuk meningkatkan rasa percaya diri masing-masing.
- Jangan terlalu perfeksionis atau memiliki ekspektasi yang terlalu tinggi terhadap pasangan. Jika ekspektasi itu tidak tercapai, malah bisa buat Mams dan Paps saling menyalahkan. Lebih baik selalu menjaga komunikasi yang baik, supaya bisa mencapai tujuan bersama.
- Hindari kritik berlebihan yang justru membuat pasangan merasa tidak berharga atau gagal dalam perannya. Sebaliknya, saling menasihati dengan cara yang bijak tanpa harus menyalahkan.
- Pujilah pasangan atas hal-hal kecil yang dia lakukan. Ini bisa membuatnya merasa dihargai dan lebih percaya diri.
- Terima pasangan apa adanya tanpa menuntut hal yang di luar kemampuannya. Dengan begitu, Mams dan Paps tidak akan saling membebani, sehingga self-esteem tetap terjaga.
A Word From Navila
Self esteem bukan hanya soal bagaimana seseorang memandang dirinya sendiri, tapi juga menjadi fondasi penting dalam membangun hubungan yang sehat dalam keluarga. Saat pasangan memiliki rasa percaya diri yang kuat dan saling menghargai, mereka akan lebih mudah bekerja sama, menyelesaikan konflik dengan bijak, dan menjadi teladan positif bagi anak-anak. Lingkungan keluarga pun tumbuh dalam rasa aman, penuh cinta, dan mendukung perkembangan emosional setiap anggotanya.
Namun, membangun self esteem bukan proses instan. Dibutuhkan komunikasi yang terbuka, empati, serta ruang untuk tumbuh bersama sebagai keluarga. Jika Mams dan Paps ingin menciptakan rumah tangga yang kuat dan penuh makna, penting untuk mulai dari hal-hal kecil yang menumbuhkan rasa saling percaya dan keberdayaan dalam keluarga. Yuk, baca lebih lanjut bagaimana cara membentuk keluarga utuh dan tangguh di: Keluarga Utuh dan Tangguh sebagai Fondasi Kesehatan Mental Anak dan Orang Tua.
References
- Shackelford, T. K. (2001). Self-esteem in marriage. Personality and individual differences, 30(3), 371-390.
- Start My Wellness. Roots of Confidence: Family History’s Impact on Self-Esteem. Retrieved from https://startmywellness.com/2024/05/roots-of-confidence/
- Krauss, S., Orth, U., & Robins, R. W. (2020). Family environment and self-esteem development: A longitudinal study from age 10 to 16. Journal of personality and social psychology, 119(2), 457.