Apa itu atonia uteri? Atonia uteri adalah komplikasi yang dapat terjadi setelah melahirkan, di mana rahim tidak dapat berkontraksi dengan baik setelah bayi lahir. Jika tidak segera diatasi, kondisi ini dapat menyebabkan perdarahan hebat yang berisiko mengancam nyawa.

Untuk informasi lebih lanjut mengenai atonia uteri, faktor risiko, tanda dan gejalanya, serta cara pencegahannya, simak artikel ini hingga selesai, ya Bunda!

Apa Itu Atonia Uteri?

Atonia uteri adalah kondisi di mana rahim gagal berkontraksi dengan semestinya setelah proses persalinan. Akibatnya, komplikasi ini dapat memicu perdarahan hebat yang berisiko mengancam nyawa.

Setelah bayi lahir, rahim biasanya akan berkontraksi untuk mengeluarkan plasenta. Proses ini juga membantu menekan pembuluh darah yang tadinya terhubung ke plasenta, sehingga mencegah pendarahan. 

Jika pembuluh darah tersebut tidak mendapatkan tekanan, darah bisa keluar tanpa kendali dan memicu perdarahan pasca melahirkan. Beberapa faktor risiko dan penyebab atonia uteri adalah:

Faktor yang terkait dengan Ibu

  • Melahirkan anak pertama atau sudah memiliki lebih dari lima anak.
  • Mengandung bayi kembar (dua, tiga, atau lebih).
  • Usia ibu di atas 35 tahun.
  • Obesitas.
  • Memiliki fibroid di rahim.
  • Terlalu banyak cairan ketuban (polihidramnion), yang membuat rahim membesar.

Faktor yang terkait dengan proses persalinan

  • Persalinan yang berlangsung sangat lama atau terlalu cepat.
  • Proses persalinan yang sulit.
  • Persalinan yang diinduksi dengan obat-obatan.
  • Infeksi pada selaput ketuban (chorioamnionitis).
  • Penggunaan anestesi umum.
  • Ukuran rahim yang terlalu besar.

Gejala dan Cara Identifikasi

Gejala utama atonia uteri adalah perdarahan yang berkepanjangan atau sangat banyak dari rahim. Biasanya, dokter akan segera mendeteksi kondisi ini setelah bayi lahir. Selain itu, rahim juga akan terasa lebih lembek dan tidak kuat setelah proses persalinan.

Beberapa gejala lain yang bisa terjadi akibat atonia uteri mengutip dari Cleveland, antara lain:

  • Tekanan darah rendah.
  • Detak jantung yang cepat.
  • Pusing atau merasa ingin pingsan.
  • Wajah tampak pucat.
  • Kehilangan kesadaran.
  • Kesulitan saat buang air kecil.
  • Nyeri, terutama di punggung.

Atonia uteri biasanya didiagnosis ketika ada tanda perdarahan yang sangat banyak dan rahim terasa lembek atau rileks setelah melahirkan.

Jumlah darah yang hilang dapat dihitung dengan memperhatikan seberapa banyak pembalut yang basah atau dengan menimbang pembalut atau spons yang digunakan untuk menyerap darah.

Dokter juga akan memeriksa kemungkinan penyebab perdarahan lain, seperti robekan pada serviks atau vagina.

Tanda dan gejala akan dipantau secara seksama untuk menghindari komplikasi lebih lanjut, seperti anemia atau syok hipovolemik. Pemeriksaan akan mencakup pengukuran tekanan darah, detak jantung, jumlah sel darah merah, dan lainnya.

Penanganan Atonia Uteri

Tujuan utama dari pengobatan atonia uteri adalah untuk merangsang kontraksi rahim, menghentikan perdarahan, dan mengganti darah yang hilang. Berikut adalah beberapa langkah penanganan yang biasa dilakukan:

1. Pemasangan Infus dan Transfusi Darah 

Langkah pertama yang biasanya dilakukan adalah memasang infus untuk memberikan obat penghenti perdarahan dan transfusi darah untuk menggantikan darah yang hilang. Ini sangat penting untuk mencegah kekurangan darah yang parah.

2. Merangsang Kontraksi Rahim 

Dokter akan memberikan obat-obatan untuk merangsang kontraksi rahim, seperti oksitosin, prostaglandin, dan methylergometrine. Obat-obat ini membantu rahim untuk berkontraksi lebih kuat dan cepat.

Selain itu, dokter juga bisa melakukan pijatan pada rahim. Pijatan ini dilakukan dengan satu tangan di dalam rahim dan tangan lainnya di luar rahim untuk merangsang kontraksi.

3. Embolisasi Pembuluh Darah Rahim 

Jika langkah-langkah sebelumnya belum berhasil menghentikan perdarahan, dokter akan melakukan embolisasi pembuluh darah rahim. 

Ini adalah prosedur dengan menyuntikkan zat tertentu untuk menyumbat pembuluh darah yang menyebabkan perdarahan. Jika perlu, dokter juga bisa melakukan operasi untuk mengikat pembuluh darah rahim.

Jika semua metode ini gagal mengatasi perdarahan, langkah terakhir yang diambil adalah histerektomi, yaitu pengangkatan rahim untuk menyelamatkan nyawa ibu.

Pencegahan dan Pola Hidup Sehat

Hingga saat ini, belum ada metode yang benar-benar dapat mencegah atonia rahim. Namun, Bunda bisa mengurangi risiko terjadinya kegagalan kontraksi rahim setelah melahirkan dengan beberapa langkah pencegahan berikut:

  • Menjaga berat badan tetap ideal sebelum dan selama kehamilan.
  • Memenuhi kebutuhan gizi selama kehamilan, terutama zat besi. Jika perlu, konsumsi vitamin prenatal yang direkomendasikan oleh dokter.
  • Melakukan kontrol kehamilan secara rutin.

Jika Bunda memiliki risiko tinggi mengalami atonia uteri, dokter mungkin akan memberikan saran tambahan yang perlu diikuti selama kehamilan. Pastikan untuk mengikuti petunjuk dokter demi kesehatan Bunda dan janin.

Selain itu, sangat disarankan untuk melahirkan di rumah sakit agar Bunda bisa mendapatkan perawatan yang tepat dan cepat jika dibutuhkan.

Pemulihan Pasca Atonia Uteri

Pemulihan setelah mengalami atonia uteri memerlukan perhatian medis yang seksama dan perawatan jangka panjang, baik dari sisi fisik maupun mental. Berikut adalah beberapa langkah penting dalam mendukung pemulihan:

  • Pemeriksaan rutin rahim
  • Istirahat yang cukup
  • Menghindari aktivitas yang berat
  • Mencukupi kebutuhan nutrisi
  • Makan makanan kaya vitamin C
  • Dukungan emosional dari pasangan, keluarga dan orang terdekat
  • Melakukan perawatan kesejahteraan mental, seperti meditasi, atau aktivitas relaksasi

A Word From Navila

Jadi, apa itu atonia uteri? Komplikasi ini merupakan kondisi dimana terjadinya pendarahan hebat yang terjadi setelah melahirkan. Jika Bunda mengalaminya, penanganan cepat dari tim medis sangat penting untuk mencegah kehilangan darah yang berlebihan. 

Apakah atonia uteri bisa terjadi lagi? Iya Bunda, atonia uteri dapat terjadi kembali bahkan bisa lebih dari dua kali. Jika Bunda pernah mengalami atonia uteri, akan sangat menjadi risiko berbahaya jika mengalaminya kembali.

Sebaiknya bicarakan dengan dokter atau tenaga medis tentang risiko atonia uteri dan apakah Bunda berisiko mengalaminya. Mengetahui potensi risiko sebelumnya akan membantu Bunda lebih siap jika diperlukan perawatan darurat.

Bunda ingin tahu lebih banyak fakta seputar kesehatan ibu dan bayi? Yuk, kunjungi akun Navila di Instagram @navilababy dan TikTok @navilacare. Sehat selalu, Bunda hebat!