Ada berbagai macam jenis pola pengasuhan yang bisa diterapkan orang tua, dan salah satunya yang sering menjadi perdebatan adalah pola asuh otoriter. Meskipun tujuannya untuk mendidik dan mendisiplinkan anak, pola asuh ini ternyata bisa menimbulkan dampak negatif.

Secara singkat, pola asuh otoriter adalah gaya pengasuhan yang menekankan kontrol ketat dan ketaatan tanpa banyak ruang untuk berdiskusi. Orang tua dengan pola ini cenderung keras, menuntut anak, dan mengharapkan anak selalu mengikuti perintah tanpa ada pilihan. Lalu, apa saja dampak dari pola asuh otoriter terhadap kesehatan fisik dan mental anak?

Apa Itu Pola Asuh Otoriter?

Pola asuh otoriter adalah gaya pengasuhan yang menekankan aturan ketat, tuntutan tinggi, dan kontrol penuh dari orang tua terhadap anak. Dalam pola ini, anak diharapkan untuk mematuhi aturan tanpa banyak pertanyaan atau diskusi, dan jika melanggar, mereka akan menghadapi hukuman yang sering kali berat. 

Orang tua biasanya tidak memberikan penjelasan di balik aturan tersebut dan menganggap kepatuhan sebagai wujud kasih sayang. Sayangnya, pola ini cenderung minim kehangatan dan dukungan emosional, sehingga komunikasi antara orang tua dan anak sering bersifat satu arah.

Contoh Pola Asuh Otoritatif adalah

Contoh pola asuh otoriter misalnya, ketika si kecil mendapatkan nilai ujian yang buruk. Alih-alih memberikan dukungan atau penghiburan, Mams malah memberikan hukuman berat seperti memukul, mengurung, atau bahkan melakukan hal-hal yang bisa membuatnya trauma.

Meskipun tujuan utamanya adalah membangun disiplin dan tanggung jawab, pola asuh otoriter kerap memberikan tekanan emosional pada anak. WebMD mengungkapkan bahwa pendekatan ini dapat memengaruhi perkembangan anak secara negatif, seperti menimbulkan masalah emosional, rendahnya kemampuan pengambilan keputusan, hingga depresi atau kecemasan

Beberapa anak mungkin juga menunjukkan perilaku agresif, rasa gagal yang kuat, atau harga diri yang rendah. Namun, ada sisi positif jika aturan yang diterapkan relevan, seperti mendisiplinkan anak untuk melaksanakan kewajiban tertentu.

Ciri-ciri Mams Orang Tua yang Otoriter

Biasanya, orang tua otoriter lebih sering memberikan hukuman atas kesalahan daripada memberikan pujian atas perilaku baik. Berikut ciri-ciri pola asuh otoriter, yaitu:

1. Banyak Aturan, Tapi Kurang Responsif

Orang tua otoriter memiliki banyak aturan yang harus diikuti, bahkan sering mengatur hampir semua hal dalam kehidupan anak, baik di rumah maupun di luar. Tak hanya itu, mereka juga memiliki aturan-aturan yang tidak tertulis, yang seharusnya sudah dipahami dan dipatuhi anak, meskipun tidak pernah dijelaskan secara langsung.

2. Kurang Kasih Sayang dan Dukungan

Orang tua dengan pola asuh ini cenderung terlihat kaku, tegas, dan terkadang keras. Mereka lebih sering memarahi atau berteriak daripada memberikan pujian atau dorongan positif. Mereka mengutamakan disiplin yang ketat, dengan pandangan bahwa anak hanya perlu “dilihat” tanpa banyak bersuara.

3. Hukuman Tanpa Penjelasan

Pada pola ini, orang tua sering menggunakan hukuman fisik, seperti memukul, sebagai cara untuk menegakkan aturan. Jika anak melanggar, hukuman biasanya diberikan dengan cepat dan keras, tanpa penjelasan yang jelas atau upaya untuk memberikan penguatan positif.

4. Anak Tidak Diberi Pilihan

Anak dalam pola asuh otoriter jarang diberi kesempatan untuk memilih atau berpendapat. Orang tua menetapkan aturan dengan pendekatan yang bersifat mutlak, yaitu “ikut atau tidak,” tanpa ruang untuk negosiasi atau bagi anak untuk mengambil keputusan sendiri.

5. Kurang Sabar dengan Kesalahan

Orang tua otoriter mengharapkan anak memahami perilaku yang diinginkan tanpa penjelasan lebih lanjut. Mereka cenderung tidak meluangkan waktu untuk berbicara tentang perasaan anak atau memberi alasan di balik larangan, karena hal itu dianggap membuang waktu.

6. Kurang Percaya pada Kemampuan Anak

Orang tua dengan pola asuh otoriter seringkali tidak mempercayai anak untuk membuat keputusan yang baik. Mereka lebih suka mengawasi anak secara ketat daripada memberi kebebasan untuk belajar dari pengalaman atau konsekuensi yang alami.

7.Tidak Ada Ruang untuk Negosiasi

Bagi orang tua otoriter, segala sesuatunya bersifat hitam putih. Tidak ada ruang untuk diskusi atau kompromi. Anak tidak diberi kesempatan untuk mengutarakan pendapat atau terlibat dalam pengambilan keputusan.

Bagaimana Dampaknya pada Anak

Pada dasarnya, pola asuh otoriter menerapkan pendekatan yang tegas dalam mendidik anak. Memang, ketegasan dari orangtua dibutuhkan untuk memberikan batasan pada anak. Namun, ketegasan yang berlebihan justru bisa memberikan dampak negatif yang tidak baik bagi perkembangan anak.

Menurut StatPearls, penerapan pola asuh otoriter bisa menyebabkan berbagai dampak buruk bagi anak, seperti: 

  • Menjadi agresif
  • Kurang kompeten dalam bersosialisasi
  • Pemalu
  • Kesulitan dalam mengambil keputusan
  • Memiliki harga diri yang rendah
  • Berpotensi memberontak terhadap figur otoritas saat dewasa
  • Jarang belajar berpikir secara mandiri
  • Kesulitan dalam mengelola emosi dan amarah

Dalam pola asuh otoriter, aturan memang perlu ditegakkan, namun ketika anak melanggar aturan, orangtua seharusnya memanfaatkan momen tersebut untuk mengajarkan pelajaran hidup, bukan menghukum dengan keras. 

Hukuman yang terlalu berat justru akan membuat anak lebih sering berperilaku buruk, memberontak, dan menciptakan perdebatan yang berkepanjangan.

Apa Kata Ahli?

Berdasarkan banyak penelitian, banyak ahli menyarankan untuk menghindari pola asuh otoriter karena dampak negatif yang ditimbulkan pada anak. Sebagai gantinya, para ahli lebih merekomendasikan pola asuh otoritatif, yang mengutamakan konsekuensi alami dan penjelasan mengenai aturan, bukan ketaatan tanpa pertanyaan.

Orang tua dengan pola asuh otoritatif mendengarkan kebutuhan anak dan bekerja bersama mereka untuk mencari solusi atas masalah yang ada.

Mengubah gaya pengasuhan memang bisa sulit, tetapi berikut beberapa langkah yang bisa membantu Mams beralih ke pola asuh yang lebih positif:

  1. Kenali gaya pengasuhan yang cocok. Jika bingung, seorang konsultan keluarga bisa membantu Mams memahami gaya pengasuhan dan dampaknya pada anak.
  2. Cari dukungan melalui buku atau grup parenting di media sosial yang fokus pada pola asuh otoritatif bisa membantu belajar lebih banyak dan terhubung dengan orang tua lain.
  3. Perbaiki diri. Mencari cara untuk mengatur emosi atau bekerja dengan terapis untuk menyelesaikan masalah pribadi bisa membantu menjadi orang tua yang lebih baik.

Meskipun ada beberapa sisi positif dari pola asuh ini, seperti membantu membentuk disiplin dan rasa hormat pada anak, efek positif tersebut lebih bersifat sementara dan tidak sebanding dengan dampak negatif jangka panjang. Oleh karena itu, orang tua perlu mempertimbangkan gaya pengasuhan yang lebih seimbang, yang dapat memenuhi kebutuhan emosional dan psikologis anak.


References

  • Sanvictores, T., & Mendez, M. D. (2021). Types of parenting styles and effects on children. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK568743/
  • Verywell Mind. 8 Characteristics of Authoritarian Parenting. Retrieved from https://www.verywellmind.com/what-is-authoritarian-parenting-2794955
  • WebMD. What Is Authoritarian Parenting? Retrieved from https://www.webmd.com/parenting/authoritarian-parenting-what-is-it
  • Business Insider. If your kid lies, sneaks around, or is afraid of your criticism, you may be an authoritarian parent. Retrieved from https://www.businessinsider.com/guides/parenting/authoritarian-parenting
  • Michigan State University. Authoritarian parenting style. Retrieved from https://www.canr.msu.edu/news/authoritarian_parenting_style