“Apa penyebab janin meninggal dalam kandungan?” atau “Apakah mungkin janin tiba-tiba tidak bernyawa tanpa tanda?” Pertanyaan ini sering menghantui para ibu hamil, terutama saat memasuki trimester kedua atau ketiga. Kondisi ini dikenal dengan istilah Intrauterine Fetal Death (IUFD), yaitu kematian janin di dalam rahim setelah usia kehamilan melewati batas tertentu. Yang membuatnya lebih mengkhawatirkan, IUFD kerap terjadi tanpa gejala apa pun dan baru terdeteksi saat kontrol kehamilan ketika detak jantung janin tidak lagi terdengar.
Meski jarang dibicarakan, IUFD penting untuk dikenali lebih dalam. Tak sedikit yang menyamakannya dengan keguguran atau stillbirth, padahal masing-masing punya definisi dan konsekuensi berbeda. Dalam artikel ini, kita akan membahas secara komprehensif tentang IUFD: mulai dari pengertiannya, penyebab medis yang bisa memicunya, hingga langkah-langkah pencegahan yang bisa dilakukan sejak dini. Dengan pemahaman yang tepat, Ibu bisa lebih sigap menjaga kehamilan tetap sehat hingga waktu persalinan tiba.
Apa Itu Intrauterine Fetal Death dan Bedanya dengan Keguguran atau Stillbirth?
IUFD adalah kondisi di mana janin meninggal di dalam kandungan setelah usia kehamilan minimal 20 minggu, namun belum dilahirkan. WHO dan sejumlah organisasi kesehatan lainnya menggunakan usia kehamilan ini sebagai batas untuk membedakannya dari keguguran atau miscarriage, yang terjadi sebelum 20 minggu. IUFD sering kali tidak menunjukkan gejala mencolok, sehingga baru diketahui saat pemeriksaan kehamilan rutin.
Banyak orang keliru mengira IUFD sama dengan keguguran. Padahal secara medis, keduanya berbeda. Pada keguguran, janin biasanya keluar secara spontan di usia kehamilan muda. Sedangkan IUFD bisa bertahan beberapa hari di dalam rahim sebelum akhirnya dikeluarkan melalui proses medis seperti induksi. Sementara itu, istilah stillbirth mengacu pada kondisi ketika janin yang telah mengalami IUFD kemudian dilahirkan dalam keadaan tidak bernyawa. Artinya, IUFD adalah prosesnya, sedangkan stillbirth adalah hasil akhirnya.
Memahami perbedaan ini penting, tidak hanya secara medis, tetapi juga untuk menghormati proses emosional yang dialami orang tua. Di beberapa budaya, kematian janin dianggap “keguguran biasa” tanpa ruang untuk berduka, padahal kehilangan ini bisa meninggalkan luka psikologis yang dalam. Dengan pemahaman yang benar, keluarga dapat memberikan dukungan yang lebih tepat dan ibu bisa melewati masa sulit dengan lebih kuat.
Penyebab Kematian Janin dalam Kandungan yang Perlu Diwaspadai
Penyebab IUFD beragam dan sering kali melibatkan banyak faktor. Dari sisi janin, penyebab umum termasuk kelainan genetik seperti trisomi 13 atau 18, infeksi dalam rahim seperti TORCH, serta gangguan pertumbuhan janin atau IUGR (Intrauterine Growth Restriction). Dalam kasus IUGR, janin mengalami keterbatasan suplai oksigen dan nutrisi dari plasenta, sehingga pertumbuhannya terhambat dan bisa berujung pada kematian.
Dari sisi ibu, kondisi medis seperti preeklamsia, diabetes gestasional, atau infeksi berat seperti sepsis dapat memicu IUFD. Selain itu, gangguan plasenta seperti plasenta lepas dini, infark, atau tali pusat yang terlilit juga bisa menyebabkan pasokan oksigen ke janin terputus secara mendadak.
Yang perlu disadari, hingga 60% kasus IUFD terjadi tanpa penyebab yang jelas meski sudah dilakukan pemeriksaan menyeluruh. Oleh karena itu, kehamilan dengan risiko tinggi perlu dipantau lebih ketat. Gaya hidup seperti merokok, kegemukan, stres berat, dan konsumsi makanan berisiko infeksi juga dapat memperbesar peluang terjadinya IUFD. Artinya, menjaga kesehatan secara menyeluruh sejak awal kehamilan sangatlah krusial.
Apa yang Terjadi Jika Janin Meninggal Tidak Segera Dikeluarkan?
Jika janin yang telah meninggal tidak segera dikeluarkan dari rahim, ibu berisiko mengalami komplikasi serius. Salah satu yang paling berbahaya adalah infeksi atau sepsis, di mana jaringan janin menjadi tempat berkembangnya bakteri. Jika dibiarkan, infeksi ini bisa menyebar ke seluruh tubuh dan mengancam nyawa ibu.
Risiko lainnya adalah DIC (Disseminated Intravascular Coagulation), yaitu gangguan pembekuan darah yang bisa menyebabkan perdarahan hebat. Risiko ini meningkat jika janin dibiarkan dalam kandungan lebih dari empat minggu. Kondisi ini sangat darurat dan memerlukan tindakan medis segera.
Dampak psikologisnya pun tak kalah besar. Ibu bisa mengalami trauma, kesedihan berkepanjangan, hingga depresi atau bahkan PTSD. Karena itu, penanganan IUFD tidak hanya fokus pada keselamatan fisik, tetapi juga pemulihan emosional. Dokter biasanya akan mempertimbangkan usia kehamilan dan kondisi ibu untuk menentukan metode pengeluaran janin, apakah melalui induksi persalinan atau prosedur medis seperti D&E (Dilatasi dan Evakuasi).
Cara Mencegah IUFD
Ada beberapa cara yang bisa Mams lakukan untuk mencegah IUFD, di antaranya:
1. Rutin Memantau Gerakan Janin dengan Metode Count-to-10
Mulai usia kehamilan 28 minggu, gerakan janin menjadi indikator penting kondisi kesehatannya. Ibu bisa menggunakan metode “Count-to-10”, yaitu menghitung apakah janin bergerak minimal 10 kali dalam waktu 2 jam. Bila gerakan terasa lebih sedikit dari biasanya atau tidak bergerak sama sekali, ini bisa menjadi tanda janin sedang dalam kondisi stres atau kekurangan oksigen, dan perlu segera diperiksa.
Bukti The American Journal of Maternal/Child Nursing menunjukkan bahwa memantau gerakan janin secara rutin dapat menurunkan risiko stillbirth hingga 30%. Sayangnya, banyak ibu hamil yang belum mendapat edukasi tentang hal ini. Padahal, hanya dengan duduk tenang dan fokus merasakan gerakan janin setiap hari, Ibu bisa berperan besar dalam menyelamatkan nyawa bayi di dalam kandungan.
2. Tidur Miring ke Kiri untuk Menjaga Aliran Darah ke Janin
Posisi tidur sangat berpengaruh terhadap sirkulasi darah ke janin. Tidur terlentang (posisi supine) dapat menekan pembuluh darah utama ibu, mengurangi aliran oksigen dan nutrisi ke plasenta. Studi menunjukkan bahwa tidur terlentang setelah minggu ke-28 meningkatkan risiko stillbirth hingga dua kali lipat dibanding tidur miring ke kiri.
Untuk mengurangi risiko ini, ibu dianjurkan membiasakan tidur miring ke kiri sejak trimester kedua. Posisi ini membantu memperlancar aliran darah ke rahim dan janin, serta membuat ibu lebih nyaman. Bila perlu, gunakan bantal sebagai penyangga agar posisi tidur tetap stabil sepanjang malam.
3. Periksa Tekanan Darah, Gula Darah, dan Infeksi secara Berkala
Penyakit seperti preeklamsia, diabetes gestasional, atau infeksi seperti TORCH bisa meningkatkan risiko kematian janin dalam kandungan. Kondisi-kondisi ini sering kali tidak menunjukkan gejala jelas, namun dapat menyebabkan gangguan pada aliran darah ke plasenta atau memicu infeksi pada janin.
Oleh karena itu, penting bagi ibu hamil untuk rutin melakukan pemeriksaan tekanan darah, kadar gula darah, dan skrining infeksi kehamilan, terutama di trimester kedua dan ketiga. Deteksi dini memungkinkan penanganan yang tepat dan cepat, sehingga risiko IUFD dapat diminimalkan secara signifikan.
4. Hindari Paparan yang Berisiko seperti Makanan Mentah, Rokok, dan Zat Toksik
Listeria dari makanan mentah, toksoplasma dari daging yang kurang matang, hingga paparan asap rokok dan zat kimia berbahaya bisa berdampak langsung pada kesehatan janin. Infeksi dan paparan toksin ini dapat memicu komplikasi plasenta, gangguan pertumbuhan janin, bahkan kematian janin mendadak.
Ibu hamil perlu lebih selektif dalam memilih makanan dan lingkungan. Hindari konsumsi daging mentah, telur setengah matang, dan keju yang tidak dipasteurisasi. Hindari juga asap rokok, baik aktif maupun pasif, serta bahan kimia seperti pestisida atau logam berat yang mungkin ada di sekitar tempat tinggal atau pekerjaan.
5. Dapatkan Edukasi dan Dukungan Emosional, Terutama Jika Punya Riwayat IUFD
Bagi ibu yang pernah mengalami IUFD, kehamilan berikutnya bisa memunculkan rasa cemas dan trauma. Tanpa penanganan psikologis yang baik, stres yang berlebihan juga bisa berdampak negatif pada kondisi kehamilan itu sendiri. Selain itu, risiko IUFD berulang cenderung lebih tinggi jika tidak ada evaluasi dan pemantauan khusus.
Edukasi dan dukungan dari tenaga medis, keluarga, serta konselor sangat penting dalam proses kehamilan selanjutnya. Ibu juga bisa berdiskusi dengan dokter untuk menyusun rencana kehamilan khusus, termasuk jika perlu mengonsumsi aspirin dosis rendah atau melakukan pemantauan ekstra pada plasenta dan janin. Dukungan ini tak hanya memperkuat mental ibu, tapi juga memberi rasa aman sepanjang kehamilan.
A Word From Navila
Kematian janin dalam kandungan atau Intrauterine Fetal Death (IUFD) bukan hanya sekadar risiko medis, tetapi luka emosional mendalam yang bisa menghantui seumur hidup. Meski sering terjadi tanpa tanda, IUFD bukanlah sesuatu yang tak bisa dicegah. Justru, perhatian ibu terhadap hal-hal kecil seperti pola tidur, gerakan janin, dan asupan nutrisi dapat menjadi benteng pertahanan yang kuat.
Menjaga kehamilan tetap sehat bukan sekadar tentang memeriksakan kandungan, tetapi juga soal memenuhi kebutuhan nutrisi Mams secara optimal di setiap trimester. Karena nutrisi yang cukup dan tepat bisa menentukan tumbuh kembang janin dan mencegah risiko fatal seperti IUFD sejak dini. Pelajari lebih lanjut di: Kebutuhan Nutrisi Ibu Hamil Trimester 1, 2, 3 yang Wajib Dipenuhi!
References
- Jovanovic, I., Ivanovic, K., Kostic, S., Tadic, J., Dugalic, S., Petronijevic, M., … & Vrzic-Petronijevic, S. (2023). Intrauterine Fetal Death in Term Pregnancy—A Single Tertiary Clinic Study. Life, 13(12), 2320. https://www.mdpi.com/2075-1729/13/12/2320
- Burgess, A., Aucutt, M., & Coleman, S. L. (2023). Standardizing Fetal Movement Monitoring using Count the Kicks. MCN: The American Journal of Maternal/Child Nursing, 10-1097. https://journals.lww.com/mcnjournal/_layouts/15/oaks.journals/downloadpdf.aspx?an=00005721-990000000-00058
- Maslovich, M., & Burke, L. (2022). Intrauterine fetal demise. StatPearls. https://www.statpearls.com/point-of-care/23722
- Silver, R. M. (2019). Maternal going to sleep position and late stillbirth: time to act but with care. EClinicalMedicine, 10, 6-7. https://www.thelancet.com/journals/eclinm/article/PIIS2589-5370(19)30059-8/fulltext
- Cronin, R. S., Li, M., Thompson, J. M., Gordon, A., Raynes-Greenow, C. H., Heazell, A. E., … & McCowan, L. M. (2019). An individual participant data meta-analysis of maternal going-to-sleep position, interactions with fetal vulnerability, and the risk of late stillbirth. EClinicalMedicine, 10, 49-57. https://www.thelancet.com/journals/eclinm/article/PIIS2589-5370(19)30054-9/fulltext
- Burgess, A., Aucutt, M., & Coleman, S. L. (2023). Standardizing Fetal Movement Monitoring using Count the Kicks. MCN: The American Journal of Maternal/Child Nursing, 10-1097. https://journals.lww.com/mcnjournal/_layouts/15/oaks.journals/downloadpdf.aspx?an=00005721-990000000-00058
- ACOG. Management of Stillbirth. Retrieved from https://www.acog.org/clinical/clinical-guidance/obstetric-care-consensus/articles/2020/03/management-of-stillbirth