Panik, Bingung, Takut! Tiga perasaan ini sering muncul bersamaan saat seseorang mendapati luka aneh di area kelamin atau baru saja menerima hasil tes darah dengan status “reaktif sifilis”. Pikiran langsung melayang ke skenario terburuk, yaitu penyakit menular yang sulit disembuhkan, memalukan, dan mungkin merusak masa depan. Tak heran jika banyak orang langsung sibuk mencari tahu apa itu sifilis dan apakah penyakit ini bisa sembuh total.
Padahal, kenyataannya tidak seburuk itu. Sifilis adalah infeksi menular seksual yang bisa disembuhkan sepenuhnya asal ditangani sejak dini. Masalahnya, penyakit ini sering datang diam-diam tanpa gejala mencolok, dan menyebar perlahan sambil merusak tubuh secara bertahap. Artikel ini akan membantu Mams memahami sifilis dari awal, bagaimana gejalanya muncul, bagaimana ini berkembang, dan apa yang harus dilakukan agar tak terlambat. Pahami sebelum menyesal.
Sifilis Merupakan Penyakit Menular Seksual yang Tidak Selalu Bergejala
Sifilis adalah infeksi menular seksual (IMS) yang disebabkan oleh bakteri Treponema pallidum. Penularannya paling sering terjadi melalui hubungan seksual tanpa kondom, baik vaginal, anal, maupun oral. Selain itu, sifilis juga dapat menular dari ibu hamil ke janinnya melalui plasenta. Yang membuatnya berbahaya adalah sifatnya yang “menyamar” karena gejalanya kerap mirip dengan penyakit lain, atau bahkan tidak muncul sama sekali.
Karena sifatnya yang nyaris tanpa gejala pada awal infeksi, banyak penderita tidak menyadari bahwa dirinya sudah terinfeksi. Padahal, selama masa ini, bakteri tetap bisa menular ke orang lain dan perlahan-lahan merusak organ dalam tubuh. Ini pula yang menjadikan sifilis sebagai penyakit “diam-diam menghanyutkan”, terlihat tenang, tapi membahayakan dalam jangka panjang.
Data dari World Health Organization (WHO) tahun 2022 menyebutkan ada sekitar 8 juta kasus sifilis baru di seluruh dunia. Di Indonesia, Kemenkes mencatat lonjakan dari 20.783 kasus pada 2022 menjadi 23.347 kasus pada 2024. Fakta ini menunjukkan bahwa siapa pun bisa terkena sifilis, tanpa memandang usia atau latar belakang sosial. Bahkan, peningkatan signifikan terlihat pada remaja dan ibu hamil, sebuah peringatan bahwa edukasi dan skrining sangat penting dilakukan sejak dini.
Tahapan Gejala Sifilis, Dari Luka Ringan hingga Gangguan Otak
Sifilis tidak langsung menunjukkan gejala parah. Ini berkembang melalui empat tahap yang saling berkesinambungan, yaitu primer, sekunder, laten, dan tersier. Mengenali tanda-tandanya di setiap tahap bisa menjadi kunci untuk menghentikan infeksi sebelum terlambat.
Tahap Primer (Luka Kecil yang Sering Diabaikan)
Tahapan pertama biasanya terjadi 10–90 hari setelah terpapar bakteri. Ciri khasnya adalah munculnya luka kecil (chancre) yang tidak terasa sakit, biasanya di area kelamin, anus, atau mulut. Karena tidak nyeri, luka ini sering diabaikan dan disangka iritasi biasa. Padahal pada tahap ini, sifilis sangat menular dan bakteri aktif menyebar ke seluruh tubuh. Luka bisa sembuh sendiri dalam waktu 3–6 minggu, tapi itu bukan berarti sembuh, hanya masuk ke tahap berikutnya.
Tahap Sekunder (Ruam, Demam, dan Gejala yang Mirip Flu)
Jika tidak diobati, sifilis masuk ke tahap sekunder. Penderitanya bisa mengalami ruam di telapak tangan atau kaki, sariawan, demam ringan, nyeri otot, dan gejala mirip flu. Beberapa orang mengalami rambut rontok, kelelahan ekstrem, atau berat badan turun drastis. Sayangnya, gejala ini bisa muncul dan hilang begitu saja, membuat banyak penderita menganggap dirinya sudah sembuh, padahal infeksi masih aktif.
Tahap Laten (Terasa Sehat Padahal Bakteri Masih Berkeliaran)
Tahapan ini sering menipu. Tidak ada gejala sama sekali, namun bakteri Treponema pallidum masih hidup dalam tubuh. Fase ini bisa berlangsung dalam hitungan bulan atau bahkan bertahun-tahun. Jika tidak diperiksa lewat tes darah, infeksi ini bisa tidak ketahuan. Pada fase diam-diam (laten) ini, sifilis terbagi jadi dua, yaitu laten dini dan laten lanjut. Jika dibiarkan, infeksi bisa berkembang ke tahap paling berbahaya, yaitu menyerang organ dalam seperti otak dan jantung.
Tahap Tersier (Serangan pada Otak dan Organ Vital)
Tahap tersier bisa muncul 10–30 tahun setelah infeksi awal. Di tahap ini, sifilis menyebabkan kerusakan serius pada jantung, pembuluh darah, otak, dan sistem saraf. Gejalanya bisa berupa kelumpuhan, kebutaan, gangguan kognitif, hingga demensia. Muncul pula gummata, yaitu benjolan yang merusak jaringan tubuh secara perlahan. Sifilis tersier tidak lagi menular, tapi kerusakan yang ditimbulkannya sering kali tidak bisa diperbaiki.
Apakah Sifilis Bisa Sembuh Total? Ini Cara Atasinya Menurut Dokter
Kabar baiknya, sifilis adalah infeksi bakteri yang bisa disembuhkan. WHO menyebutkan bahwa suntikan benzathine penicillin G sangat efektif menghentikan perkembangan bakteri penyebab sifilis. Semakin dini pengobatan diberikan, semakin besar peluang kesembuhan tanpa komplikasi.
Namun, pengobatan sifilis tidak cukup hanya dengan satu kali suntik lalu selesai. Tes darah lanjutan seperti RPR (Rapid Plasma Reagin) dan VDRL (Venereal Disease Research Laboratory) tetap perlu dilakukan beberapa bulan setelah terapi untuk memastikan kadar antibodi turun dan bakteri benar-benar hilang. Hilangnya gejala bukan jaminan infeksi telah sembuh. Tanpa pemeriksaan ulang, infeksi bisa menetap diam dan kembali aktif di masa depan.
Jika tidak ditangani dengan benar, sifilis bisa menyebabkan kerusakan otak, jantung, sistem saraf, bahkan kematian. Oleh karena itu, penting untuk menyelesaikan seluruh rangkaian pengobatan dan pemeriksaan lanjutan. Jangan pernah menunggu gejala parah baru bertindak.
Meski bisa disembuhkan, mencegah selalu lebih baik daripada mengobati. Berikut beberapa langkah pencegahan sifilis yang disarankan para ahli:
- Gunakan kondom saat berhubungan seksual.
- Hindari berganti-ganti pasangan tanpa tes kesehatan.
- Lakukan skrining rutin, terutama bagi mereka yang aktif secara seksual atau sedang merencanakan kehamilan.
- Jangan berbagi alat bantu seks tanpa disterilkan.
- Jika sedang hamil, periksakan diri sejak awal.
Bagaimana Jika Sifilis Terjadi saat Hamil?
Sifilis bukan hanya masalah bagi penderita, tapi juga berisiko tinggi bagi janin dalam kandungan. Infeksi ini bisa menular dari ibu ke bayi melalui plasenta, menyebabkan sifilis kongenital. Menurut New England Journal of Medicine risiko penularannya bisa mencapai 70% jika tidak segera ditangani, dan dampaknya sangat serius, yaitu keguguran, bayi lahir mati, atau lahir dengan cacat bawaan.
Bayi yang selamat pun masih berisiko mengalami masalah kesehatan jangka panjang seperti gangguan pendengaran, kelainan tulang, atau keterlambatan perkembangan. Yang mengkhawatirkan, penularan ini bisa terjadi meskipun ibu tidak menunjukkan gejala.
Pemeriksaan sifilis pada kehamilan sangat penting. Biasanya dilakukan lewat tes VDRL atau RPR di awal kehamilan, dan bisa diulang pada trimester akhir. Jika hasilnya positif, terapi antibiotik segera diberikan untuk mencegah infeksi menular ke bayi. Dengan penanganan yang tepat dan cepat, risiko komplikasi pada janin bisa ditekan secara signifikan.
A Word From Navila
Tak semua luka terlihat, dan tak semua penyakit langsung terasa. Sifilis adalah salah satu contoh infeksi yang kerap tak disadari keberadaannya, tapi bisa berdampak besar bila dibiarkan. Kabar baiknya, penyakit ini bisa sembuh total jika ditangani sejak awal. Karena itu, jangan menunggu hingga gejala menyebar atau tubuh mulai rusak. Mengenali tanda-tandanya dan berani memeriksakan diri adalah langkah sederhana, tapi sangat berarti.
Navila percaya, menjaga kesehatan diri juga berarti menjaga orang-orang tercinta. Mams bisa mulai dari langkah kecil, dari mencari tahu, jangan ragu bertanya, dan segera bertindak jika ada yang terasa janggal. Jika Mams ingin tahu lebih banyak soal infeksi lain yang bisa berdampak sejak masa kanak-kanak, yuk lanjutkan baca: Infeksi HIV pada Anak dan Cara Mencegah Penularannya Sejak Dini. Karena edukasi hari ini bisa jadi perlindungan terbaik untuk masa depan.
References
- PAHO. Syphilis cases increase in the Americas. Retrieved from https://www.paho.org/en/news/22-5-2024-syphilis-cases-increase-americas
- WHO. Data on syphilis. Retrieved from https://www.who.int/data/gho/data/themes/topics/data-on-syphilis
- CDC. CDC Laboratory Recommendations for Syphilis Testing, United States, 2024. Retrieved from https://www.cdc.gov/mmwr/volumes/73/rr/rr7301a1.htm
- STD. Syphilis. Retrieved from https://www.std.uw.edu/go/comprehensive-study/syphilis/core-concept/all
- Verywell Health. What You Should Know About Advanced (Tertiary) Syphilis. Retrieved from https://www.verywellhealth.com/advanced-tertiary-syphilis-5323756
- WHO. Syphilis. Retrieved from https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/syphilis
- World Health Organization. (2016). WHO guidelines for the treatment of Treponema pallidum (syphilis). In WHO guidelines for the treatment of Treponema pallidum (syphilis). https://pesquisa.bvsalud.org/portal/resource/pt/biblio-911210
- CDC. Syphilis. Retrieved from https://www.cdc.gov/std/treatment-guidelines/syphilis.htm
- Stafford, I. A., Workowski, K. A., & Bachmann, L. H. (2024). Syphilis complicating pregnancy and congenital syphilis. New England Journal of Medicine, 390(3), 242-253. https://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMra2202762