Mams, pernahkah merasa khawatir karena si kecil tampak lemas saat digendong? Tubuhnya seperti tidak punya daya topang, atau mungkin sudah mendekati usia 8 bulan namun belum bisa duduk sendiri? Wajar jika muncul kekhawatiran. Banyak orang tua sering menganggap hal ini sebagai bagian dari variasi perkembangan normal, dengan harapan “nanti juga bisa sendiri”.

Padahal, kondisi seperti ini bisa menjadi tanda awal dari hipotonia, yaitu ketika tonus otot anak lebih rendah dari seharusnya. Akibatnya, tubuh terasa lunglai, gerakan menjadi lamban, dan pencapaian motorik anak bisa tertunda dibandingkan teman seusianya. Dalam kasus tertentu, anak lemas tapi tidak demam bisa menjadi gejala pertama yang patut dicurigai sebagai bagian dari gangguan tonus otot yang perlu diwaspadai.

Apa Itu Hipotonia dan Mengapa Bisa Terjadi?

Secara sederhana, hipotonia adalah kondisi saat otot anak terasa lebih lemas dari biasanya. Bayi tampak lemas, seperti tidak bisa menopang tubuhnya saat digendong, seolah menjadi “boneka kain” yang lunglai. Dalam dunia medis, ini disebut penurunan tonus otot, kemampuan otot untuk tetap tegang bahkan saat sedang tidak aktif. Tonus otot yang baik sangat penting bagi anak untuk mengontrol postur tubuh, seperti mengangkat kepala, duduk, dan berjalan.

Hipotonia adalah kondisi yang bisa berasal dari berbagai penyebab, baik yang terkait dengan otak (sistem saraf pusat) maupun dari otot itu sendiri. Menurut MDPI, sebagian besar kasus hipotonia, sekitar 60–80%, berasal dari otak. Bayi yang lahir prematur, mengalami hipoksia saat lahir, atau memiliki sindrom genetik seperti Down syndrome termasuk dalam kelompok risiko ini. Selain itu, gangguan neurologis seperti cerebral palsy juga dapat memunculkan hipotonia sebagai gejala awal sebelum berkembang menjadi gejala motorik lain yang lebih kompleks.

Di sisi lain, hipotonia juga bisa berasal dari kelainan otot secara langsung, seperti pada kondisi congenital myopathy atau muscular dystrophy. Pada kasus seperti ini, otot tidak mampu menahan beban tubuh sebagaimana mestinya. Menariknya, ada juga kasus hipotonia yang tidak menunjukkan penyebab spesifik, disebut sebagai hipotonia idiopatik. Meskipun tanpa penyebab yang jelas, anak tetap menunjukkan tanda-tanda keterlambatan perkembangan yang perlu ditindaklanjuti.

Tanda-Tanda Hipotonia yang Sering Terlewat

Mams, banyak tanda hipotonia sebenarnya bisa dikenali sejak dini, tapi kerap dianggap remeh. Misalnya, bayi tampak lemas dan lunglai saat digendong, atau kesulitan mengangkat kepala saat tengkurap. Saat ditarik dari posisi tidur ke duduk, kepalanya masih tertinggal, ini disebut head lag. Idealnya, kontrol kepala sudah muncul di usia 3–4 bulan. Bila masih belum stabil di atas usia tersebut, bisa jadi ini merupakan sinyal dari lemahnya tonus otot.

Hipotonia adalah salah satu penyebab umum keterlambatan duduk, merangkak, bahkan berjalan. Anak mungkin tampak malas bergerak, jarang menendang, atau kesulitan menjangkau mainan. Beberapa anak terlihat “tenang” secara fisik, padahal sebenarnya ototnya belum cukup kuat untuk aktif bergerak. Dalam kasus tertentu, hipotonia juga bisa memengaruhi kemampuan menyusu karena otot rahang dan lidah tidak bekerja optimal, yang pada akhirnya berdampak pada tumbuh kembang secara keseluruhan.

Saat anak tumbuh, gejala hipotonia bisa semakin terlihat jelas. Anak mungkin sulit mempertahankan postur saat duduk, cepat lelah saat bermain, atau bahkan belum bisa berdiri di usia yang seharusnya. Kegiatan sederhana seperti meniup, mengunyah, hingga bicara pun bisa terganggu karena otot wajah yang juga lemah. Maka penting bagi Mams untuk tidak hanya mengandalkan intuisi, tetapi juga menggunakan acuan perkembangan resmi seperti dari WHO atau IDAI.

Kapan Harus Curiga dan Segera Konsultasi?

Mengenali keterlambatan perkembangan sejak awal adalah langkah penting dalam menangani hipotonia. Mams sebaiknya mulai waspada bila si kecil menunjukkan ciri-ciri seperti lemas saat digendong, tidak mampu menahan kepala secara stabil, atau tampak lebih sedikit bergerak dibandingkan bayi lain seusianya. Misalnya, di usia 4 bulan bayi belum bisa mengangkat kepala saat tengkurap, atau belum duduk sendiri di usia 8 bulan, ini patut dicurigai sebagai keterlambatan motorik yang memerlukan evaluasi medis.

Menurut WHO dan IDAI, bayi umumnya bisa duduk sendiri antara usia 6–8 bulan. Bila keterampilan ini belum muncul, apalagi jika anak lemas tapi tidak demam, maka kemungkinan besar ada masalah pada sistem saraf atau otot yang mendasari. Bayi yang terlalu tenang, tidak aktif, atau cepat lelah saat berinteraksi juga patut dicermati sebagai kemungkinan tanda awal hipotonia.

Segera konsultasikan ke dokter anak jika Mams mencurigai gejala-gejala tersebut. Pemeriksaan awal akan mencakup pengamatan postur, kekuatan otot, dan refleks anak. Bila diperlukan, dokter bisa merujuk ke fisioterapis atau spesialis saraf anak untuk evaluasi lanjutan. Semakin dini hipotonia terdeteksi, semakin besar peluang anak untuk mengejar ketertinggalan perkembangan melalui terapi yang tepat.

Apa yang Bisa Mams Lakukan di Rumah?

Menghadapi kemungkinan hipotonia memang tidak mudah, tapi bukan berarti tidak bisa diatasi. Dengan stimulasi yang konsisten dan pendekatan penuh kasih, anak dengan hipotonia tetap memiliki potensi tumbuh optimal. Penelitian dari Cleveland Clinic menunjukkan bahwa terapi fisik, jika dikombinasikan dengan stimulasi harian di rumah, sangat efektif dalam memperkuat otot dan meningkatkan kemampuan motorik anak.

Langkah pertama yang bisa Mams lakukan adalah mencatat dan memantau perkembangan anak secara teratur menggunakan buku KIA. Jangan abaikan jika ada keterlambatan, seperti “belum bisa tengkurap”, “belum bisa duduk”, atau “terlihat lemas walau tidak sakit”. Semakin spesifik catatan yang dibuat, semakin mudah dokter dalam menentukan arah evaluasi dan penanganan.

Beberapa langkah praktis di rumah antara lain:

  • Rutin pantau perkembangan anak menggunakan buku KIA atau acuan WHO.
  • Catat keluhan secara detail, bukan sekadar menyebut “anak lemas”.
  • Konsultasikan segera bila ada keterlambatan yang mencolok.
  • Lakukan tummy time setiap hari untuk melatih otot leher dan punggung.
  • Berikan pijat bayi lembut untuk menstimulasi saraf dan otot.
  • Ajak si Kecil bermain aktif di atas lantai agar bebas mengeksplorasi gerakan.
  • Ikuti terapi rutin jika direkomendasikan oleh dokter.
  • Ciptakan suasana rumah yang aman dan suportif untuk anak bergerak.
  • Hindari membandingkan perkembangan anak dengan yang lain, fokus pada progres hari demi hari.
  • Dukung anak dengan kasih sayang dan semangat agar dia lebih percaya diri dalam bergerak.

A Word From Navila

Mams, wajar jika muncul rasa cemas saat melihat si kecil tertinggal dalam hal gerakan atau tampak lemas dibanding teman sebayanya. Tapi di balik kekhawatiran itu, selalu ada harapan. Hipotonia adalah kondisi yang bisa ditangani dengan baik selama dideteksi sejak awal, dengan begitu anak bisa lebih cepat mendapatkan dukungan yang dia butuhkan. Tubuh yang lunglai atau keterlambatan duduk bukan sekadar fase yang bisa dilewatkan, melainkan sinyal penting bahwa ada hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut.

Langkah selanjutnya? Mulailah dengan stimulasi yang sesuai dan konsisten. Pelajari cara-cara sederhana namun efektif untuk mendukung kekuatan otot anak melalui aktivitas harian. Yuk, lanjutkan dengan membaca panduan tentang latihan motorik halus yang bisa dilakukan di rumah, serta kenali juga contoh gerakan motorik kasar yang penting dilatih sejak dini. Karena setiap langkah kecil hari ini, bisa membuka jalan besar untuk masa depan si Kecil.


References

  • Hidalgo Robles, Á., Paleg, G. S., & Livingstone, R. W. (2024, February). Identifying and evaluating young children with developmental central hypotonia: an overview of systematic reviews and tools. In Healthcare (Vol. 12, No. 4, p. 493). MDPI. https://www.mdpi.com/2227-9032/12/4/493
  • Boston Children’s Hospital. Muscle Weakness (Hypotonia). Retrieved from https://www.childrenshospital.org/conditions/muscle-weakness-hypotonia
  • Osagie, I. E., & Givler, D. N. (2021). Infant head lag. https://europepmc.org/article/nbk/nbk567782
  • Physiopedia. Hypotonia. Retrieved from https://www.physio-pedia.com/Hypotonia 
  • Peredo, D. E., & Hannibal, M. C. (2009). The floppy infant: evaluation of hypotonia. Pediatrics in Review, 30(9), e66-e76. https://publications.aap.org/pediatricsinreview/article-abstract/30/9/e66/35654
  • Madhok, S. S., & Shabbir, N. (2020). Hypotonia. https://europepmc.org/books/nbk562209
  • Cleveland Clinic. Hypotonia in Babies. Retrieved from https://my.clevelandclinic.org/health/diseases/22223-hypotonia-in-babies
  • Paleg, G., Romness, M., & Livingstone, R. (2018). Interventions to improve sensory and motor outcomes for young children with central hypotonia: A systematic review. Journal of pediatric rehabilitation medicine, 11(1), 57-70. https://journals.sagepub.com/doi/abs/10.3233/PRM-170507
  • Paleg, G. S., Hidalgo Robles, Á., Govender, P., & Livingstone, R. W. (2025). Occupational and Physical Therapy Interventions for Young Children with Developmental Central Hypotonia: An Overview of Systematic Reviews. https://open.library.ubc.ca/soa/cIRcle/collections/52383/52383/items/1.0448410