Ada satu fenomena yang kerap membuat Mams bingung. Anak yang terlihat manis, tenang, bahkan ceria saat di luar rumah bisa berubah drastis menjadi rewel, mudah marah, atau tantrum begitu sampai di rumah. Tak jarang, hal ini membuat orang tua bertanya-tanya dalam hati: “Kenapa ya, dia cuma begini di rumah? Apa ada yang salah dengan pola asuhku?” Jika dibiarkan, pertanyaan ini bisa menumpuk menjadi rasa frustrasi, cemas, hingga rasa bersalah yang berkepanjangan.
Namun faktanya, perilaku semacam ini justru bisa menjadi tanda bahwa anak merasa aman secara emosional di rumah. Di lingkungan yang familiar, anak lebih berani untuk mengekspresikan emosi yang sebelumnya dia tahan seharian. Dalam artikel ini, kita akan membahas penjelasan psikologis di balik perilaku tersebut. Fokus utamanya adalah sudut pandang teori keterikatan (attachment theory) dan cara menghadapi anak dengan pendekatan yang penuh empati. Sebab bisa jadi, di balik rewelnya, tersimpan sinyal bahwa Mams adalah tempat ternyaman bagi si kecil.
Apa Penyebab Anak Rewel di Rumah Tapi Kalem di Luar?
Perilaku anak yang terlihat tenang saat di luar rumah namun menjadi rewel di rumah sebenarnya bukan tanpa alasan. Hal ini berkaitan dengan kemampuan regulasi emosi yang belum matang. Anak usia dini masih belajar mengenali dan mengelola perasaannya. Saat berada di luar, misalnya di sekolah atau tempat umum, anak perlu menahan dorongan emosionalnya agar bisa “berperilaku baik”. Tapi begitu dia kembali ke rumah, tempat yang dia anggap paling aman, semua emosi yang tertahan pun dilepaskan.
Fenomena ini dikenal sebagai after-school restraint collapse, yaitu kondisi ketika anak mengalami “ledakan” emosional setelah menahan diri sepanjang hari. Ini bukan tanda bahwa anak tidak disiplin atau sedang mencoba “mengatur” orang tua, melainkan cara alami tubuhnya merespons stres dan kelelahan. Sama seperti orang dewasa yang bisa merasa lelah secara emosional setelah menjalani hari yang berat, anak pun membutuhkan tempat untuk melepaskan tekanannya. Bedanya, ekspresi emosi anak belum terkontrol seperti orang dewasa.
Yang mungkin belum banyak diketahui Mams, perilaku ini justru bisa menjadi indikator ikatan emosional yang sehat. Menurut teori keterikatan, anak yang memiliki hubungan aman dengan orang tuanya akan merasa nyaman menunjukkan semua sisi emosinya, termasuk yang negatif. Rumah adalah zona di mana dia tahu, dia tidak akan ditolak meski sedang menangis, kesal, atau rewel. Maka, daripada melihat rewel sebagai masalah perilaku, penting untuk memaknainya sebagai bentuk kepercayaan dan kedekatan.
Penjelasan Psikologi Melalui Sudut Pandang Attachment Theory dan Zona Aman Emosional Anak
Teori keterikatan (Attachment Theory) dikembangkan oleh John Bowlby dan Mary Ainsworth. Mereka menjelaskan bahwa anak yang memiliki keterikatan aman (secure attachment) akan merasa tenang saat orang tuanya hadir. Dengan rasa aman itu, anak pun lebih percaya diri untuk mengeksplorasi dunia di sekitarnya. Kunci dari hubungan ini adalah rasa aman, anak tahu bahwa dia akan tetap diterima meskipun sedang dalam kondisi emosional yang sulit.
Di rumah, anak-anak dengan secure attachment justru lebih cenderung menampilkan emosi negatif, seperti menangis atau tantrum. Mengapa? Karena rumah adalah tempat di mana dia merasa bisa menjadi dirinya sendiri tanpa takut ditolak. Dalam kondisi ini, rewel bukan bentuk pembangkangan, melainkan permintaan untuk diperhatikan dan dipulihkan. Anak ingin merasa terhubung kembali dengan Mams setelah “berjuang” seharian di luar.
Istilah after-school restraint collapse pun relevan di sini. Anak yang tampak tenang sepanjang hari sebenarnya sedang berusaha keras menjaga kontrol diri. Ketika kontrol itu dilepaskan di rumah, yang muncul adalah emosi-emosi mentah yang belum terproses. Maka, alih-alih melihatnya sebagai perilaku “buruk”, Mams bisa menganggap ini sebagai bukti bahwa anak merasa cukup aman untuk tidak perlu pura-pura kuat lagi.
Apa yang Harus Dilakukan Orang Tua Saat Anak Rewel di Rumah?
Hal pertama yang perlu dilakukan Mams adalah tidak terburu-buru mengoreksi atau menghukum anak. Justru, anak butuh dukungan emosional agar dia bisa belajar mengenali dan mengelola perasaannya dengan lebih sehat. Seperti yang dijelaskan oleh Dr. Becky Kennedy, psikolog anak asal Amerika, anak yang bisa mengekspresikan emosi di rumah menunjukkan tanda keterikatan yang kuat. Di luar rumah, mereka belajar menahan emosi karena norma sosial, dan begitu sampai di rumah, mereka ingin “melepas” semuanya.
Dalam kondisi ini, anak butuh divalidasi, bukan diinterogasi. Menurut penelitian dari Developmental Science, validasi emosi mampu memperkuat regulasi emosi dan rasa percaya diri pada anak. Contohnya, saat anak tampak marah setelah pulang sekolah, Mams bisa berkata, “Kamu kelihatan capek banget, ya. Mau dipeluk sama Mama?” Kalimat seperti ini membantu anak merasa dilihat dan diterima, bukan disalahkan.
Selain validasi, Mams juga bisa menciptakan rutinitas tenang setelah anak pulang dari luar. Rutinitas ini, yang disebut decompression routine, memberi waktu bagi anak untuk “turun dari mode bertahan”. Bisa berupa camilan ringan, mandi air hangat, menggambar, atau berbaring santai di sofa. Tak perlu banyak tanya, cukup hadir dengan pelukan, kontak mata, dan nada suara yang lembut. Dengan begitu, anak belajar bahwa rumah adalah tempat untuk recovery emosional, bukan tempat untuk dinilai.
Langkah praktis menghadapi anak yang rewel di rumah tapi kalem di luar:
- Validasi emosi anak dengan menunjukkan bahwa perasaannya dimengerti.
- Gunakan kata-kata sederhana untuk membantu anak menamai emosinya.
- Hindari menginterogasi anak begitu tiba di rumah, beri jeda dan ruang tenang.
- Siapkan rutinitas decompression yang menenangkan setelah aktivitas luar.
- Gunakan teknik non-verbal seperti pelukan, kontak mata, dan nada suara lembut.
- Tanggapi dengan empati, bukan hukuman, agar anak belajar mengelola emosinya.
Kapan Harus Konsultasi dengan Psikolog Anak?
Meski umumnya rewel di rumah adalah fase normal, ada beberapa tanda yang sebaiknya tidak diabaikan. Bila anak menunjukkan perilaku agresif yang berlebihan seperti sering mencubit, melempar barang, atau sulit ditenangkan dalam jangka waktu lama, hal ini perlu diwaspadai. Bisa jadi, ada tekanan emosional yang lebih dalam yang sedang dialaminya. Apalagi jika disertai regresi seperti ngompol kembali, sering ketakutan, atau susah tidur sendiri.
Mams tidak perlu merasa gagal bila mengalami hal ini. Justru, kondisi seperti ini bisa menjadi alarm bahwa anak butuh dukungan profesional. Psikolog anak dapat membantu mengurai akar emosional dari perilaku anak, sekaligus memberikan strategi pendampingan yang tepat. Terlebih lagi, profesional dapat membedakan apakah kondisi tersebut masih dalam rentang tumbuh kembang atau merupakan gejala dari gangguan emosi yang butuh intervensi dini.
Yang terpenting untuk diingat, mencari bantuan bukanlah tanda kelemahan, melainkan bentuk cinta dan kepedulian. Mams sedang menunjukkan bahwa Mams siap menjadi tempat pulang yang tidak hanya nyaman secara fisik, tapi juga kuat secara emosional untuk mendampingi setiap fase tumbuh kembang anak.
A Word From Navila
Menjadi tempat paling aman bagi anak tak hanya tentang kehadiran secara fisik, tapi juga tentang menciptakan momen-momen pemulihan emosional. Saat anak pulang dalam kondisi lelah dan emosinya tak stabil, Mams bisa hadir lewat sentuhan, pelukan, dan rutinitas kecil yang menenangkan.

Minyak Telon Navila bisa menjadi bagian dari momen pemulihan tersebut. Aromanya yang lembut dan hangat membantu menenangkan sistem saraf anak, sekaligus menjadi medium sentuhan kasih dari Mams. Pijatan ringan sepulang sekolah tak hanya meredakan rewel, tapi juga mempererat ikatan batin yang sedang tumbuh. Karena terkadang, pelukan hangat dan aroma yang menenangkan jauh lebih bermakna daripada seribu nasihat.
References
- Montroy, J. J., Bowles, R. P., Skibbe, L. E., McClelland, M. M., & Morrison, F. J. (2016). The development of self-regulation across early childhood. Developmental psychology, 52(11), 1744. https://psycnet.apa.org/record/2016-47860-001
- Rice Psychology. The After-School Restraint Collapse: Helping Your Child Overcome Their Emotional Buildup from School. Retrieved from https://ricepsychology.com/the-after-school-restraint-collapse-helping-your-child-overcome-their-emotional-buildup-from-school/
- Parents. The Real Reason Kids Have Emotional Breakdowns After School—and How Parents Can Help. Retrieved from https://www.parents.com/what-is-restraint-collapse-11711479
- Robert Academy. Understanding After-School Restraint Collapse: What It Is and How to Help Your Child. Retrieved from https://robertsacademy.org/understanding-after-school-restraint-collapse-what-it-is-and-how-to-help-your-child/
- Parents. After-School Restraint Collapse Is a Reality for Many Black Kids. Retrieved from https://www.parents.com/afterschool-restraint-collapse-is-a-reality-for-many-black-kids-6750721
- Jeon, J., & Park, D. (2024). Your feelings are reasonable: Emotional validation promotes persistence among preschoolers. Developmental Science, 27(5), e13523. https://onlinelibrary.wiley.com/doi/abs/10.1111/desc.13523
- Jeon, J., & Park, D. (2024). Your feelings are reasonable: Emotional validation promotes persistence among preschoolers. Developmental Science, 27(5), e13523. https://onlinelibrary.wiley.com/doi/abs/10.1111/desc.13523
- Hand Spring Health. Childhood Aggression: Understanding, Preventing, and Managing Aggressive Behavior in Children. Retrieved from https://www.handspringhealth.com/post/childhood-aggression