Mendidik anak memang tidak mudah, Bunda sering merasa lelah dan kehilangan kesabaran, apalagi jika anak sulit diatur. Beberapa orang tua mungkin merasa bahwa berteriak adalah cara cepat untuk mendisiplinkan anak, karena dapat langsung menghentikan perilaku buruk.
Namun, meski tampak efektif, berteriak memiliki dampak jangka panjang yang bisa merugikan anak dan hubungan orang tua-anak. Sebaiknya, Bunda berusaha menghindari berteriak, meski dalam keadaan marah. Lalu, apa saja dampaknya bagi anak, dan bagaimana cara mengatasi kebiasaan ini? Berikut penjelasannya!
Mengapa Berteriak pada Anak Tidak Efektif?
Dalam menghadapi perilaku anak yang nakal atau bandel, seringkali orang tua akan merespons dengan emosi yang tinggi, yang paling parah orang tua akan memperlakukan anak seakan-akan musuh.
Dalam beberapa kasus, amarah orang tua bisa berujung pada kekerasan fisik, yang berpotensi menimbulkan dampak serius seperti kecacatan seumur hidup.


Sebagai contoh, kisah nyata mengutip dari Kaskus, yang terjadi pada seorang anak balita mengenaskan. Dia mencoret-coret mobil ayahnya yang baru saja dibeli. Tanpa pikir panjang ayahnya memukuli tangan anaknya hingga memar parah.
Selang beberapa hari kondisi balita tersebut menjadi sangat parah, yang pada akhirnya dibawalah ke rumah sakit.
Musibah terjadi, kedua tangan balita tersebut harus diamputasi karena infeksi parah yang cukup membahayakan nyawanya. Dan sudah pasti ayah dan ibu balita tersebut sangat menyesal dengan tindakan kasarnya.
Sangat buruk bukan Bunda dampak dari kasar pada anak? Oleh karena itu, tindakan berteriak dan kasar pada anak sangat tidak direkomendasikan ya Bunda.
Memang, orang tua mungkin menginvestasikan banyak dana untuk pendidikan anak. Namun, jangan memperlakukan anak semena-mena ya Bunda karena efeknya yang sangat merugikan. Berikut beberapa dampak negatif dari berteriak pada anak, di antaranya:
1. Memberikan Dampak Emosional yang Negatif
Berteriak dapat meningkatkan kecemasan dan stres pada anak, serta memperburuk hubungan orang tua-anak. Anak-anak yang sering terpapar kemarahan berisiko mengalami gangguan kecemasan dan depresi.
2. Kurangnya Pembelajaran yang Membangun
Teriakan tidak membantu anak memahami perilaku yang diharapkan. Sebaliknya, metode disiplin yang lebih mendidik, seperti penjelasan dan keterampilan pemecahan masalah, lebih efektif dalam pembelajaran.
3. Memberikan Gangguan Komunikasi yang Kurang Efektif
Teriakan menghambat komunikasi yang efektif. Anak-anak mungkin kesulitan memahami instruksi dengan jelas karena terfokus pada emosi negatif. Komunikasi yang tenang lebih efektif dalam membimbing mereka.
4. Menurunkan Kepercayaan Diri si Kecil
Berteriak dapat merusak kepercayaan diri anak. Anak-anak yang sering menerima perlakuan verbal yang kasar atau teriakan cenderung mengalami penurunan kepercayaan diri.
Mereka mungkin merasa tidak berharga dan kurang mampu, yang dapat mempengaruhi bagaimana mereka melihat diri mereka sendiri dan bagaimana mereka berinteraksi dengan orang lain.
5. Mengacaukan Mental Anak
Penelitian oleh National Institute of Mental Health menyarankan bahwa anak-anak yang mengalami pola pengasuhan yang penuh teriakan mungkin mengalami gangguan dalam perkembangan emosional dan kognitif mereka.
Paparan terus-menerus terhadap stres yang disebabkan oleh teriakan dapat mengganggu perkembangan otak dan mempengaruhi kemampuan mereka untuk mengatur emosi serta berperilaku dengan baik. Ini karena kesehatan mental anak bergantung pada parenting orang tua.
Cara Lain Mendisiplinkan Anak
Memarahi anak dianggap cara mendidik yang buruk karena lebih sering meluapkan kekesalan orang tua daripada mengajarkan anak. Untuk itu, orang tua disarankan menghindari kekerasan dalam mendisiplinkan anak. Berikut beberapa cara mendisiplinkan anak dengan cara yang lebih positif:
1. Berbicara yang Tenang dan Jelas
Gunakan kalimat yang sederhana dan spesifik tentang apa yang diharapkan. Misalnya, daripada mengatakan “Jangan berantakan!“, katakan “Tolong rapikan mainan setelah bermain.”
Ini membantu anak fokus pada tindakan yang diinginkan dan memudahkan mereka untuk mengikuti instruksi. Berbicara dengan tenang mengurangi kemungkinan anak merasa terancam atau takut, yang dapat menghambat proses belajar mereka.
2. Atur Emosi Bunda
Cobalah teknik pernapasan dalam, meditasi, atau beristirahat sejenak ketika merasa emosi memuncak. Mengambil waktu untuk diri sendiri dapat membantu mengurangi stres dan meningkatkan kualitas interaksi dengan anak.
Ketika Bunda mampu mengatur emosi mereka, mereka lebih cenderung merespons anak dengan sabar dan bijaksana.
3. Berikan Hukuman/Konsekuensi yang Positif dan Membangun
Gunakan konsekuensi yang sesuai dengan usia anak dan jelas kaitkan dengan perilaku yang diinginkan. Misalnya, jika anak tidak menyelesaikan pekerjaan rumah, konsekuensinya bisa berupa pengurangan waktu layar, bukan hukuman fisik.
Konsekuensi yang mendidik, yang menghubungkan tindakan anak dengan hasil yang logis, lebih efektif dalam membentuk perilaku positif dibandingkan dengan hukuman fisik atau verbal.
4. Mendisiplinkan Anak secara Positif
Tetapkan rutinitas harian yang konsisten dan gunakan pujian atau reward kecil untuk memperkuat perilaku baik. Misalnya, jika anak menyelesaikan tugas rumah tepat waktu, beri mereka pujian atau pilihan aktivitas menyenangkan sebagai reward.
Studi menunjukkan bahwa penguatan positif, seperti memberikan pujian dan penghargaan atas perilaku baik, lebih efektif dalam mendorong perilaku yang diinginkan dibandingkan dengan hukuman.
5. Dengarkan Keluh Kesah si Kecil
Ajak si kecil untuk berbicara tentang perasaan mereka dan validasi pengalaman mereka. Misalnya, jika dia frustasi dengan tugas sekolah, dengarkan tanpa menghakimi dan bantu mereka mencari solusi bersama.
Mendengarkan perasaan si kecil dan menunjukkan empati dapat memperkuat hubungan dan membantu dia merasa lebih dihargai dan dipahami.
A Word From Navila
Berteriak pada anak, meskipun sering dianggap sebagai cara instan untuk menghentikan perilaku buruk, sebenarnya memiliki dampak jangka panjang yang merugikan. Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk memilih pendekatan disiplin yang lebih positif. Dengan demikian, orang tua dapat menciptakan lingkungan yang mendukung perkembangan anak dan membangun hubungan yang sehat dan penuh kasih.
Bunda tertarik untuk melihat informasi moms and baby terlengkap lainnya? Yuk, kunjungi media sosial Navila di Instagram @navilababy dan TikTok @navilacare.
1 comment