Mom shaming adalah fenomena yang semakin banyak diperbincangkan dalam era digital ini.
Istilah ini merujuk pada tindakan mengkritik atau mempermalukan ibu atas cara mereka mengasuh anak, dan sering kali dilakukan tanpa mempertimbangkan konteks atau situasi masing-masing.
Di tengah berbagai harapan dan standar parenting yang sering kali bertentangan, Bunda Milenial dan Gen Z menjadi target utama mama shaming ini, baik dari orang-orang terdekat maupun masyarakat luas.
Apa itu Mom Shaming?
Mom shaming adalah tindakan yang bertujuan untuk mempermalukan ibu lain, membuatnya merasa bersalah, atau meragukan cara mereka merawat anak.
Bentuk mom shaming sangat beragam, mulai dari komentar tentang cara seorang ibu menggendong atau menyuapi anak, hingga pilihan sepatu atau pakaian untuk anaknya.
Ada dua tipe pelaku mom shaming:
- Mereka yang secara sengaja berusaha menyakiti.
- Mereka yang berniat memberikan saran namun tanpa sadar melukai perasaan ibu yang dikritik.
Contoh pertanyaan mom shaming:
- “Kok anakmu belum bisa membaca padahal sudah umur 5 tahun, lho?”
- “Kenapa gak dikasih ASI saja anakmu daripada susu formula? ASI mu seret ya?”
- “Kenapa kamu memilih untuk tidak bekerja dan tinggal di rumah? Bukankah sebaiknya ibu bekerja untuk memberikan teladan?”
- “Kok jarang banget bawa anakmu ke dokter? Gak peduli kesehatannya ya”
Tindakan mama shaming ini juga bisa terjadi di media sosial, bahkan oleh orang yang tidak dikenal.
Meskipun niat mereka mungkin hanya untuk memberikan masukan, hal tersebut bisa menyebabkan rasa tersinggung dan respons emosi.
Mom shaming bisa dilakukan oleh siapa saja, termasuk oleh orang-orang terdekat.
Berdasarkan survei BukaReview terhadap 208 ibu milenial dan generasi older Gen Z, sekitar 88% Bunda melaporkan pernah mengalami mom shaming.
Yang mengejutkan, 38% dari pengalaman tersebut berasal dari anggota keluarga seperti saudara, 18,5% dari orang tua, dan 17% dari mertua.
Selain itu, 11,5% mengalami mom shaming dari netizen atau orang yang tidak dikenal. Biasanya, mom shaming diterima melalui percakapan atau chat pribadi.
Penyebab Mom Shaming Bunda Milenial & Gen Z
Bunda Milenial (lahir antara 1981 dan 1996) sering menghadapi ekspektasi tinggi dari keluarga dan masyarakat yang terbagi antara pola asuh tradisional dan modern.
Mereka tumbuh di era pra-digital, namun saat menjadi ibu, mereka harus beradaptasi dengan metode parenting baru yang berkembang di internet dan media sosial.
Terjebak antara metode parenting konservatif yang diwariskan dan pendekatan modern seperti “gentle parenting” atau “attachment parenting,” Bunda Milenial sering menjadi sasaran mom shaming ketika mereka tidak sepenuhnya memenuhi ekspektasi baik dari generasi sebelumnya maupun standar parenting modern yang ada di media sosial.
Bunda Gen Z (lahir antara 1997 dan 2012) terbiasa dengan teknologi dan media sosial sejak muda, membuat mereka lebih terhubung dengan informasi parenting yang beragam.
Mereka cenderung mengadopsi pola asuh yang fleksibel dan inklusif, fokus pada kesehatan mental ibu dan anak, namun seringkali harus menghadapi ekspektasi yang berubah cepat di media sosial.
Akibatnya, Bunda Gen Z sering mengalami mom shaming atau cyberbullying karena penilaian publik yang keras dan kritis dari keluarga, teman, hingga orang asing, termasuk influencer dengan pandangan berbeda tentang parenting.
Dampak Psikologis Mom Shaming
Berikut beberapa dampak psikologis yang akan Bunda rasakan jika mendapatkan mom shaming, yaitu:
1. Penurunan Kepercayaan Diri
Bunda Milenial akan merasa kurang percaya diri karena melihat standar ideal parenting di media sosial yang tidak realistis.
Foto-foto keluarga sempurna di Instagram atau Facebook dapat membuat mereka merasa gagal dalam mengasuh anak. Hal ini menurunkan kepercayaan diri dan memicu perasaan tidak cukup baik.
Lalu Bunda Gen Z, akibat sering terpapar dengan banyak konten parenting ideal dari influencer di platform seperti TikTok dan Instagram menyebabkan banyak tekanan.
Tekanan ini membuat mereka sering membandingkan diri dan meragukan kemampuan sebagai ibu, sehingga menimbulkan kecemasan yang berkepanjangan.
2. Stres Akibat Cyberbullying
Untuk Bunda Milenial, mom shaming di media sosial sering muncul dalam bentuk komentar yang merendahkan atau kritik tidak diminta.
Ini menyebabkan stres dan kecemasan yang membuat mereka bisa merasa terisolasi dan sulit berbagi pengalaman secara terbuka.
Sedangkan Bunda Gen Z, mereka akan lebih sering mengalami mom shaming karena lebih aktif di media sosial.
Kritik berulang dan cyberbullying dapat menyebabkan stres berkepanjangan, memengaruhi kesehatan mental, dan mengganggu hubungan dengan anak.
3. Keterikatan dengan Anak Menurun
Dampak ini memengaruhi psikologis entah Bunda Milenial maupun Bunda Gen Z.
Mom shaming dapat mempengaruhi keterikatan antara ibu dan anak, terutama bagi ibu yang mengalami masalah kesehatan mental.
Ketika ibu menghadapi kecemasan atau depresi, kemampuannya untuk merangsang perkembangan anak bisa menurun.
Mereka mungkin tidak merasa bersemangat untuk berinteraksi dengan anak, sehingga kedekatan emosional ibu dan anak akan pudar.
4. Memicu Konflik
Konflik dalam rumah tangga bisa terjadi karena emosi Bunda Milenial yang terganggu akibat mom shaming.
Jika kritik datang dari anggota keluarga, ketegangan bisa meningkat. Rasa tertekan atau mudah marah bisa berdampak pada komunikasi dengan pasangan, memicu konflik dalam hubungan suami-istri.
Bunda Milenial mungkin merasa tidak didukung, sehingga semakin memperburuk situasi emosional di dalam rumah.
Bunda Gen Z yang lebih terhubung dengan dunia digital dapat menghadapi mom shaming dari luar keluarga, seperti netizen atau lingkungan sekitar.
Komentar negatif atau kritik online dapat memengaruhi kesehatan mental mereka secara signifikan.
Ketika tekanan ini meningkat, mereka bisa menjadi lebih emosional, mudah marah, atau menarik diri dari interaksi sosial, yang akhirnya memicu konflik dengan pasangan dan orang terdekat lainnya.
Teknologi Sebagai Solusi & Masalah Mom Shaming
Teknologi memainkan peran penting dalam isu mom shaming. Ini mempermudah terciptanya komunitas dukungan online yang memberikan tempat aman bagi Bunda Milenial dan Gen Z.
Platform seperti grup Facebook, forum parenting, serta aplikasi seperti Peanut dan The Mom Project menyediakan ruang bagi ibu untuk berbagi pengalaman, mendukung satu sama lain, dan mendapatkan saran dari sesama ibu.
Dukungan dari komunitas ini sering membantu ibu mengatasi stres dan tekanan yang disebabkan oleh mom shaming.
Teknologi juga mempermudah akses ke informasi yang valid dan edukatif.
Website, blog, dan platform seperti YouTube menawarkan konten parenting yang berbasis pada fakta ilmiah, membantu ibu merasa lebih percaya diri dan mengurangi ketergantungan pada opini yang merugikan.
Namun, teknologi juga dapat memperburuk mom shaming. Media sosial seperti Instagram dan TikTok sering kali menjadi tempat bagi komentar negatif dan kritik.
Anonimitas di dunia digital membuat orang lebih mudah memberikan komentar merugikan tanpa memikirkan dampaknya. Hal ini sering kali membuat ibu merasa lebih tertekan.
Dengan kata lain, meskipun teknologi dapat memberikan dukungan dan bantuan bagi Bunda Milenial dan Gen Z dalam menghadapi mom shaming, ini juga dapat memperparah masalah dengan meningkatkan akses ke kritik dan informasi yang tidak selalu akurat.
Penting bagi ibu untuk menggunakan teknologi dengan bijak, mencari dukungan yang positif, dan mengandalkan informasi yang valid untuk menjaga kesejahteraan mereka.
Tips untuk Mengatasi dan Mencegah Mom Shaming
Agar tidak semakin menjadi, beberapa tips ini bisa Bunda perhatikan guna mengatasi serta mencegah terjadinya mom shaming, mengutip dari Inter Mountain Health Care, di antaranya:
1. Jangan Menilai Pilihan Orang Lain
Ingatlah bahwa banyak faktor yang mempengaruhi keputusan seseorang, dan setiap orang bisa memiliki cara berpikir yang berbeda.
Jangan terburu-buru menilai pilihan orang lain karena bisa jadi ada alasan-alasan yang tidak kita ketahui.
2. Dukung Ibu-ibu Lain
Di masa sekarang, dukungan lebih penting daripada kritik. Meskipun pilihan seseorang berbeda dari pilihan Bunda, anggaplah bahwa mereka memiliki niat yang baik.
Fokuslah pada hal-hal positif dan berikan dukungan daripada kritik.
3. Ubah Cara Berpikir
Cobalah untuk tidak melihat pilihan orang lain sebagai serangan pribadi. Alihkan pandangan Bunda untuk memahami alasan di balik keputusan mereka.
Ini akan membantu Bunda lebih berempati dan mengurangi penilaian terhadap orang lain.
4. Gunakan Pernyataan yang Menenangkan
Jika Bunda menghadapi mom shaming, balas dengan tanggapan yang netral untuk menghindari konfrontasi.
Misalnya, Bunda bisa mengatakan: “Terima kasih atas pendapatmu” atau “Hmm, saya akan memikirkannya” atau “Saya berusaha untuk tidak berkomentar tentang gaya asuh orang lain.”
Secara keseluruhan, mom shaming memiliki dampak yang signifikan terhadap kesehatan mental dan hubungan ibu dengan anak.
Teknologi, meskipun menawarkan dukungan melalui komunitas online dan akses ke informasi edukatif, juga berpotensi memperburuk situasi dengan mempermudah penyebaran kritik dan komentar negatif.
Oleh karena itu, penting bagi Bunda untuk memanfaatkan teknologi secara bijak dan mencari sumber dukungan yang positif.
Dengan memahami dampak dan mencari cara yang konstruktif untuk mengatasi mama shaming ini, diharapkan Bunda dapat menjaga kesejahteraan mental dan emosional mereka sambil menghindari dampak negatif dari penilaian publik yang tidak mendasar.
Bunda mau informasi lebih lengkap tentang moms and baby lainnya? Yuk, segera kunjungi media sosial Navila di Instagram @navilababy dan TikTok @navilacare. Semoga informasi di atas bermanfaat Bunda.