Di tengah pesatnya kemajuan teknologi, anak-anak kini tidak hanya akrab dengan gadget, tetapi juga mulai berinteraksi langsung dengan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI). Aplikasi belajar yang menyesuaikan materi, asisten virtual yang bisa menjawab pertanyaan, hingga mainan pintar yang responsif terhadap emosi, semuanya menjadi bagian dari keseharian mereka. Meski terlihat edukatif dan menyenangkan, kehadiran AI sejak dini tetap menimbulkan pertanyaan, apakah ini benar-benar mendukung tumbuh kembang anak secara menyeluruh?
Di balik berbagai manfaat yang ditawarkan, seperti pembelajaran personal hingga dukungan bagi anak berkebutuhan khusus, ada pula risiko yang perlu Mams cermati. Ketergantungan teknologi, penurunan interaksi sosial, hingga pengaruh jangka panjang terhadap pola pikir anak menjadi perhatian serius. Artikel ini akan membahas secara lengkap dampak positif dan negatif artificial intelligence terhadap perkembangan anak, agar Mams bisa mengambil peran aktif dalam mengenalkan teknologi dengan bijak dan seimbang.
Manfaat AI dalam Mendukung Perkembangan Anak
AI yang digunakan dengan bijak dapat menjadi alat bantu yang luar biasa dalam mendukung tumbuh kembang anak. Mulai dari pembelajaran yang disesuaikan hingga mainan interaktif, teknologi ini menawarkan banyak manfaat positif jika didampingi dengan tepat.
1. Pembelajaran Adaptif Meningkatkan Pemahaman Akademik
Salah satu kekuatan utama AI adalah kemampuannya menyesuaikan materi pembelajaran dengan kecepatan dan kemampuan masing-masing anak. Ini menjadi solusi bagi perbedaan gaya belajar yang sering ditemui di kelas. Studi dari Journal of Multidisciplinary Sustainability ASEAN menunjukkan peningkatan signifikan pada pemahaman konsep siswa kelas V SD yang menggunakan sistem pembelajaran adaptif berbasis AI, dengan skor post-test yang lebih tinggi dibanding kelompok non-AI.
Manfaat serupa juga terlihat di India melalui program Personalised Adaptive Learning, yang berhasil mempercepat progres belajar siswa hingga setara 1,9 tahun dalam waktu 17 bulan. Anak-anak menjadi lebih fokus karena tantangan yang diberikan sesuai dengan kapasitas mereka. Hasilnya, proses belajar terasa lebih menyenangkan dan memotivasi.
2. Akses dan Dukungan Bagi Anak dengan Kebutuhan Khusus
AI membuka peluang besar dalam pendidikan inklusif. Untuk anak dengan autisme atau disleksia, pendekatan belajar yang personal sangat dibutuhkan. Alat bantu berbasis AI mampu menyesuaikan diri dengan kebutuhan tersebut. Studi dari Cambridge University Press menunjukkan bahwa penggunaan individualized AI tools secara konsisten membantu meningkatkan fokus dan daya ingat anak-anak dengan spektrum autisme dalam waktu relatif singkat.
Penggunaan robot edukatif dalam program SAR (Socially Assistive Robot) juga memberikan hasil yang menjanjikan. Anak usia 3–7 tahun dengan autisme menunjukkan peningkatan dalam keterampilan matematika dan keterlibatan belajar, menurut studi yang dimuat di Frontiers. Hal ini juga meringankan peran orang tua karena AI mampu memberikan instruksi yang mudah dipahami dan konsisten.
3. Stimulus Kognitif Awal lewat Robotik dan Mainan Interaktif
Mainan cerdas berbasis AI bukan hanya menghibur, tapi juga memberikan stimulasi kognitif yang kuat. Penelitian dari SpringerLink mencatat bahwa anak usia 6–8 tahun yang mengikuti program robotik selama 6 bulan menunjukkan peningkatan signifikan dalam kemampuan berpikir logis dan daya ingat visual. Kegiatan ini bukan hanya “main-main”, tapi juga menjadi sarana belajar yang menyenangkan.
Lebih dari itu, mainan seperti robot sosial Pepper atau Cozmo terbukti meningkatkan keterlibatan anak dalam proses belajar. Studi dari MDPI mengungkap bahwa interaksi dua arah dengan robot membuat anak lebih aktif, ingin tahu, dan termotivasi. Ini sangat berbeda dari metode belajar pasif, karena anak didorong untuk berpikir dan merespons secara spontan.
4. Mengembangkan Kecerdasan Emosional dan Literasi Digital
AI juga punya peran dalam membentuk empati dan keterampilan sosial anak. Proyek AutiHero dari arXiv misalnya, menggunakan cerita sosial berbasis AI untuk membantu anak autis memahami emosi dan konteks sosial. Hasilnya, anak-anak menunjukkan ketertarikan tinggi, bahkan dalam waktu dua minggu saja.
Selain itu, CognitiveBotics membuktikan bahwa animasi dan game interaktif berbasis AI mampu mempercepat perkembangan komunikasi sosial anak dalam jangka waktu 12 bulan. Lewat pengalaman digital yang dikemas secara cerdas, anak belajar mengenali emosi, memahami situasi, dan meningkatkan interaksi dengan orang lain secara lebih bermakna. Tak heran bila banyak orang tua ingin mengetahui dampak positif dan negatif artificial intelligence sejak dini, demi mendampingi anak secara optimal.
Risiko Paparan AI Terlalu Dini bagi Anak
Meski AI menawarkan berbagai manfaat, penggunaannya yang terlalu dini dan tanpa pendampingan justru bisa membawa dampak yang kurang baik bagi anak. Beberapa risiko berikut penting untuk Mams pahami agar dapat mengambil langkah pencegahan sejak awal.
1. Mengurangi Interaksi Sosial Nyata
Mams, terlalu sering berinteraksi dengan AI bisa membuat anak merasa bahwa “berteman” dengan robot atau asisten virtual sudah cukup. Menurut laporan UNICEF, AI yang dirancang sangat ramah justru bisa mengaburkan batas antara interaksi digital dan sosial nyata. Akibatnya, anak mungkin kurang tertarik menjalin hubungan dengan teman sebaya atau keluarga.
Penelitian dari Frontiers in Robotics and AI memperjelas bahwa robot sosial memang efektif saat digunakan bersama pendamping manusia, seperti guru atau orang tua. Namun, bila dibiarkan berinteraksi sendiri, anak berisiko mengalami keterlambatan dalam memahami ekspresi emosional manusia yang nyata.
2. Ketergantungan Teknologi dan Penurunan Kreativitas
AI yang memberikan jawaban instan dapat membuat anak terbiasa menerima solusi tanpa proses berpikir panjang. Laporan Mobicip menyebut bahwa hal ini bisa menghambat kemampuan berpikir kritis dan kemandirian dalam mencari solusi. Rasa ingin tahu yang seharusnya tumbuh justru bisa teredam.
Riset dari IntechOpen menegaskan pentingnya ruang imajinatif bagi anak, seperti bermain peran atau eksplorasi alam. Ketika AI menggantikan pengalaman ini dengan konten digital yang sudah jadi, kreativitas anak bisa menurun. Oleh karena itu, memahami dampak positif dan negatif artificial intelligence jadi krusial untuk memastikan anak tidak kehilangan potensi eksploratifnya.
3. Risiko Privasi dan Paparan Data
Banyak aplikasi berbasis AI mengumpulkan data anak tanpa disadari, mulai dari suara hingga kebiasaan penggunaan. Studi dari arXiv menunjukkan bahwa sebagian besar anak merasa tidak punya kontrol atas data yang dikumpulkan. Ini mengkhawatirkan, apalagi jika data digunakan tanpa pengawasan yang jelas.
UNICEF menyoroti bahwa belum semua pengembang AI memiliki standar perlindungan data yang ketat. Mams perlu waspada karena data anak bisa dimanfaatkan untuk iklan atau bahkan disalahgunakan. Mengedukasi anak soal pentingnya menjaga privasi dan memilih aplikasi yang transparan sangat penting untuk dilakukan sejak dini.
4. Disinformasi dan Bias dalam Konten AI
AI generatif seperti chatbot atau mesin pembuat cerita terkadang menghasilkan konten yang tidak akurat atau bias. Studi “Biased Tales” dari arXiv mencatat bahwa AI cenderung menyisipkan stereotip dalam cerita anak, seperti pembagian peran gender atau penggambaran budaya tertentu secara sempit.
Tanpa pendampingan, anak bisa menyerap nilai-nilai ini sebagai hal yang wajar. UNICEF juga memperingatkan bahwa AI yang tidak dilengkapi filter bisa membentuk persepsi keliru terhadap dunia. Literasi digital menjadi kunci agar anak mampu memilah informasi dan tidak mudah terpengaruh oleh konten yang menyesatkan.
Bagaimana AI Mengubah Pola Belajar dan Berpikir Anak
Pengaruh AI terhadap pola pikir anak tidak bisa dihindari, tapi masih bisa diarahkan. Salah satunya melalui pemilihan aplikasi yang aman dan sesuai usia. Idealnya, aplikasi tersebut memiliki fitur kontrol orang tua, sistem filter yang kuat, dan kebijakan privasi yang jelas. Penelitian dari arXiv menunjukkan bahwa banyak aplikasi suara untuk anak masih menyimpan risiko karena kurang transparan dalam mengelola data.
Selain itu, waktu penggunaan juga perlu diatur. Survei Family Online Safety Institute menunjukkan bahwa hanya sebagian orang tua yang konsisten menerapkan batasan waktu layar. Padahal, pengaturan waktu yang bijak bisa membantu anak tetap terhubung dengan dunia nyata dan tidak terlalu bergantung pada teknologi. AI sebaiknya digunakan untuk menunjang pembelajaran, bukan sekadar hiburan.
Penting juga untuk menanamkan literasi digital sejak dini. Anak perlu dibekali pemahaman tentang bagaimana AI bekerja, apa saja risikonya, serta cara mengenali informasi yang sehat. Penelitian arXiv menunjukkan bahwa micro-lessons di kelas efektif dalam memperkenalkan konsep keamanan digital. Dengan dukungan sekolah dan orang tua, anak bisa tumbuh sebagai pengguna teknologi yang cerdas dan bertanggung jawab, terutama bila sudah memahami dampak positif dan negatif artificial intelligence dengan baik.
Peran Orang Tua dan Sekolah dalam Mengatur Paparan AI
Mams, peran orang tua dan sekolah sangat vital dalam memastikan AI menjadi alat bantu yang aman, bukan sumber risiko. Memilih aplikasi dengan fitur kontrol orang tua dan kebijakan privasi yang kuat adalah langkah awal yang penting. Aplikasi yang diverifikasi dan transparan dalam pengelolaan data harus menjadi prioritas agar anak terlindungi dari potensi penyalahgunaan.
Selain pemilihan aplikasi, durasi dan tujuan penggunaannya juga perlu dikelola. Menetapkan batas waktu, khususnya untuk penggunaan non-pembelajaran, membantu menjaga keseimbangan antara dunia digital dan nyata. Sekolah dan keluarga dapat bekerja sama dalam menciptakan rutinitas yang sehat, menggabungkan waktu layar dengan aktivitas fisik, eksplorasi, dan interaksi sosial.
Yang tak kalah penting, Mams perlu menanamkan pemahaman tentang keamanan digital sejak dini. Anak-anak perlu diajarkan untuk menjaga data pribadi, memilih informasi yang tepat, serta memahami konsekuensi dari interaksi digital. Dengan pendekatan kolaboratif antara orang tua dan pendidik, anak akan lebih siap menghadapi era digital tanpa kehilangan esensi tumbuh kembangnya yang alami.
A Word From Navila
Kecerdasan buatan (AI) menawarkan banyak potensi dalam mendukung tumbuh kembang anak, terutama dalam mempercepat proses belajar dan memberikan dukungan personal bagi anak berkebutuhan khusus. Namun, penggunaan tanpa pendampingan dapat menimbulkan tantangan baru, seperti ketergantungan teknologi, gangguan sosial, dan risiko privasi.
Mams bisa berperan aktif dalam mengarahkan penggunaan AI yang sehat, dimulai dari memilih aplikasi yang aman, mengatur durasi penggunaan, hingga mengenalkan literasi digital sedini mungkin. Penelitian juga menunjukkan bahwa kontrol berbasis AI dan edukasi singkat seputar keamanan digital sangat efektif dalam membekali anak menghadapi dunia digital yang semakin kompleks.
Untuk membantu Mams memahami cara mendampingi anak di era teknologi, yuk kunjungi Jenis-jenis Pola Asuh.
References
- Loebis, I. A., & Lim, S. (2025). The effect of artificial intelligence in adaptive learning on improving student understanding in elementary school. Journal of Multidisciplinary Sustainability ASEAN, 2(2), 54-64.
- Atturu, H., Naraganti, S., Ramaswamy, S., Lakhani, S., Duggu, P., Rath, P., & Dash, J. (2024). Artificial Intelligence (AI)-driven individualized learning approach is clinically effective in children with autism spectrum disorder (ASD). Neuroscience Applied, 3, 104805.
- Clabaugh, C., Mahajan, K., Jain, S., Pakkar, R., Becerra, D., Shi, Z., … & Matarić, M. (2019). Long-term personalization of an in-home socially assistive robot for children with autism spectrum disorders. Frontiers in Robotics and AI, 6, 110.
- Liu, Y., Odic, D., Tang, X., Ma, A., Laricheva, M., Chen, G., … & Milner-Bolotin, M. (2023). Effects of robotics education on young children’s cognitive development: A pilot study with eye-tracking. Journal of Science Education and Technology, 32(3), 295-308.
- Salma, Z., Hijón-Neira, R., Pizarro, C., & Abdul Moqeet, A. (2025). Effectiveness of Robot-Mediated Learning in Fostering Children’s Social and Cognitive Development. Applied Sciences, 15(7), 3567.
- Lee, J., Lee, K., Hwang, I., Park, S., & Kim, Y. H. (2025). AutiHero: Leveraging Generative AI in Social Narratives to Engage Parents in Story-Driven Behavioral Guidance for Autistic Children. arXiv preprint arXiv:2509.17608.
- Atturu, H., Naraganti, S., & Rao, B. R. (2025). Effectiveness of Artificial Intelligence–Based Platform in Administering Therapies for Children With Autism Spectrum Disorder: 12-Month Observational Study. JMIR Neurotechnology, 4, e70589.
- UNICEF. Generative AI: Risks and opportunities for children. Retrieved from https://www.unicef.org/innocenti/innocenti/generative-ai-risks-and-opportunities-children
- Mobicip. How Artificial Intelligence Influences Kids Online: Benefits and Risks. Retrieved from https://www.mobicip.com/blog/ai-kids-online-benefits-risks
- Intech Open. Perspective Chapter: The Relationship of Technology and Creativity in Childhood Period. Retrieved from https://www.intechopen.com/chapters/86338
- Cornell University. Biased Tales: Cultural and Topic Bias in Generating Children’s Stories. Retrieved from https://arxiv.org/abs/2509.07908
- Cornell University. SkillBot: Identifying Risky Content for Children in Alexa Skills. Retrieved from https://arxiv.org/abs/2102.03382
- The AI Journal. Parental Controls for Online Safety are Underutilized, New Study Finds. Retrieved from https://aijourn.com/parental-controls-for-online-safety-are-underutilized-new-study-finds/
- The Wall Street Hournal. How to Set Up ChatGPT’s New Parental Controls. Retrieved from https://www.wsj.com/tech/personal-tech/chatgpt-openai-parental-controls-guide-3488097e