Setiap orang tua tentu berharap anaknya tumbuh menjadi pribadi yang cerdas, tangguh, dan mudah meraih keberhasilan. Namun, dalam proses tumbuh kembangnya, tidak semua hal berjalan mulus. Anak akan menghadapi berbagai tantangan, kegagalan, dan rasa frustrasi. Di sinilah peran penting pola pikir, bagaimana anak memaknai setiap pengalaman, terutama yang tidak sesuai harapan. Ketika anak mampu melihat kegagalan sebagai bagian dari proses belajar, dia sesungguhnya sedang membangun ketangguhan dari dalam.

Pola pikir yang mendukung cara pandang seperti itu dikenal dengan sebutan growth mindset. Sederhananya, growth mindset adalah keyakinan bahwa kemampuan tidak bersifat tetap, melainkan bisa berkembang melalui usaha, latihan, dan pengalaman. Anak dengan pola pikir ini tidak mudah menyerah saat menghadapi kesulitan. Mereka justru melihat tantangan sebagai peluang untuk belajar lebih dalam.

Artikel ini akan mengajak Mams mengenal lebih jauh apa itu growth mindset, mengapa penting ditanamkan sejak dini, dan bagaimana cara menerapkannya secara praktis di kehidupan sehari-hari.

Growth Mindset sebagai Fondasi Penting Perkembangan Anak

Konsep growth mindset diperkenalkan oleh psikolog Carol Dweck dari Stanford University, dan telah banyak diteliti dalam konteks pendidikan dan perkembangan anak. Berbeda dengan fixed mindset, yang menganggap kecerdasan bersifat bawaan dan tidak bisa diubah, growth mindset adalah cara pandang yang menekankan bahwa kemampuan bisa diasah seiring waktu. Anak dengan growth mindset cenderung tidak mudah menyerah, karena mereka percaya bahwa kegagalan hanyalah sinyal bahwa ada sesuatu yang bisa diperbaiki atau dicoba kembali.

Penelitian dari Stanford membuktikan bahwa pendekatan ini berdampak nyata terhadap cara anak belajar. Misalnya, anak yang dipuji karena usaha dan strategi cenderung lebih termotivasi untuk mencoba kembali setelah gagal. Sebaliknya, anak yang terlalu sering dipuji karena “pintar” justru rentan takut gagal karena tidak ingin kehilangan label tersebut. Dari sini kita bisa melihat bahwa cara orang tua merespons pencapaian anak sangat berpengaruh terhadap motivasi dan keberanian anak dalam mencoba hal-hal baru.

Lebih jauh, growth mindset berperan dalam membentuk kepercayaan diri serta daya tahan anak dalam menghadapi tekanan. Anak-anak yang mengembangkan mindset ini diketahui lebih tahan terhadap stres dan memiliki kecemasan yang lebih rendah saat menghadapi ujian atau tantangan baru. Tidak hanya mendukung pencapaian akademis, growth mindset adalah fondasi penting bagi kesehatan mental dan ketangguhan emosional anak di masa depan.

Mengapa Growth Mindset Penting untuk Anak?

Ketika anak memahami bahwa kemampuan bisa berkembang melalui proses, mereka menjadi lebih terbuka dalam menghadapi kegagalan. Mereka tidak merasa “gagal” sebagai sesuatu yang memalukan, melainkan sebagai bagian dari perjalanan belajar. Riset dari Frontiers in Psychology menunjukkan bahwa growth mindset memiliki korelasi kuat dengan resiliensi, kemampuan anak untuk bangkit kembali setelah mengalami kegagalan. Ini membuat anak lebih gigih, tidak mudah menyerah, dan berani mengambil tantangan.

Dari sisi pendidikan, pola pikir ini terbukti meningkatkan hasil belajar anak. Studi PNAS di Chile, misalnya, menunjukkan bahwa anak dari keluarga ekonomi rendah dengan growth mindset mampu mencapai prestasi setara atau bahkan lebih tinggi dibanding anak dari latar belakang lebih mapan namun memiliki fixed mindset. Ini menunjukkan bahwa cara berpikir bisa menjadi faktor penentu keberhasilan, bukan hanya kondisi sosial atau ekonomi semata.

Dampak positif growth mindset juga terlihat dalam aspek emosional anak. Anak yang percaya bahwa usahanya berarti, cenderung lebih percaya diri dan memiliki rasa puas terhadap proses yang dijalani. Mereka tidak terjebak pada pencapaian semata, tetapi juga menghargai proses dan kemajuan. Dalam jangka panjang, pola pikir ini menumbuhkan motivasi intrinsik, yakni keinginan untuk berkembang dari dalam diri sendiri, yang menjadi bekal penting bagi anak dalam meraih sukses di berbagai bidang kehidupan.

Contoh Growth Mindset dalam Kehidupan Sehari-hari

Growth mindset tidak hanya dibentuk melalui pelajaran di sekolah, tetapi juga melalui pengalaman kecil yang terjadi setiap hari. Misalnya, saat anak mencoba menyusun puzzle dan belum berhasil, dia sebenarnya sedang berlatih untuk tidak mudah menyerah. Ketika dia mencoba kembali, mencari strategi baru, atau meminta bantuan, itulah momen di mana growth mindset mulai terbentuk secara alami.

Respon orang tua terhadap kegagalan anak juga sangat berperan. Ketika anak mendapat nilai kurang baik di sekolah, reaksi pertama orang tua bisa membentuk cara anak memandang dirinya. Alih-alih memarahi, Mams bisa mengajak anak berdiskusi, apa yang bisa diperbaiki, strategi belajar apa yang kurang tepat, dan apa langkah selanjutnya. Pendekatan seperti ini mengajarkan bahwa hasil kurang baik bukanlah akhir, melainkan awal dari pembelajaran yang lebih baik.

Navila All Products

Contoh lain yang tak kalah relevan adalah saat anak belajar naik sepeda. Dia mungkin terjatuh berkali-kali, merasa takut atau frustrasi. Namun ketika ia berani mencoba lagi dan akhirnya bisa, kepercayaan dirinya akan meningkat. Anak belajar bahwa kegagalan bukan untuk dihindari, tetapi untuk dihadapi dan dilalui. Dengan dukungan penuh dari orang tua, proses ini menjadi pengalaman berharga dalam membentuk pola pikir positif terhadap tantangan.

Cara Praktis Orang Tua Menumbuhkan Growth Mindset

Menumbuhkan growth mindset bukan hal instan, namun sangat mungkin dilakukan dengan langkah-langkah sederhana yang konsisten. Berikut beberapa pendekatan praktis yang bisa Mams terapkan di rumah:

1. Pujian pada Usaha, Bukan Hasil

Alih-alih memuji anak karena hasil akhir, fokuslah pada usaha dan prosesnya. Kalimat seperti “Kamu hebat karena terus mencoba” lebih membangun dibanding “Kamu memang pintar.” Pujian seperti ini membantu anak memahami bahwa keberhasilan bukan hasil dari bakat semata, melainkan kerja keras dan ketekunan.

2. Ajarkan Anak Menggunakan Kata “Belum”

Kata “belum” bisa menjadi alat yang sangat kuat untuk membentuk mindset positif. Ketika anak berkata, “Aku tidak bisa,” arahkan menjadi, “Aku belum bisa.” Kata ini memberi ruang untuk harapan dan perkembangan, serta membantu anak melihat bahwa keterampilan apa pun bisa dikuasai seiring waktu.

3. Normalisasi Kegagalan Lewat Cerita Orang Tua

Anak belajar dari teladan. Ceritakan kepada anak bagaimana Mams sendiri pernah gagal, lalu bangkit dan mencoba lagi. Cerita nyata ini menunjukkan bahwa semua orang mengalami kegagalan, dan itu bukan sesuatu yang memalukan. Anak jadi lebih berani untuk mencoba, karena tahu bahwa kesalahan adalah bagian dari proses.

4. Ciptakan Lingkungan Belajar yang Aman

Anak akan lebih terbuka mencoba hal baru jika ia merasa diterima meski melakukan kesalahan. Ciptakan suasana di rumah yang mendukung keberanian untuk mencoba. Misalnya, saat anak salah, respons positif seperti “Coba kita lihat lagi, yuk, bagaimana cara lainnya” akan membuat anak merasa didukung, bukan dihakimi.

A Word From Navila

Mams, growth mindset adalah pondasi penting yang membentuk cara anak menghadapi tantangan, mengelola kegagalan, dan terus tumbuh menjadi pribadi yang tangguh. Melalui pujian yang tepat, kata-kata penuh harapan, serta lingkungan yang aman, anak bisa belajar bahwa kegagalan bukanlah akhir, melainkan kesempatan untuk mencoba strategi baru dan terus berkembang.

Sebagai langkah lanjutan, Mams juga bisa memahami bagaimana pola asuh sehari-hari berperan dalam membentuk mindset anak. Setiap gaya pengasuhan membawa dampak yang berbeda terhadap karakter dan cara berpikir si kecil. Yuk, baca juga artikel Jenis-jenis Pola Asuh Orang Tua dan Dampaknya pada Anak agar Mams bisa memilih pendekatan terbaik sesuai kebutuhan anak.


References

  • Stanford University. Perseverance key to children’s intellectual growth, Stanford scholar says. Retrieved from https://news.stanford.edu/stories/2015/04/dweck-kids-potential-042915
  • Stanford University. Growth Mindset and Enhanced Learning. Retrieved from https://teachingcommons.stanford.edu/teaching-guides/foundations-course-design/learning-activities/growth-mindset-and-enhanced-learning
  • Zeng, G., Hou, H., & Peng, K. (2016). Effect of growth mindset on school engagement and psychological well-being of Chinese primary and middle school students: The mediating role of resilience. Frontiers in psychology, 7, 1873.
  • Claro, S., Paunesku, D., & Dweck, C. S. (2016). Growth mindset tempers the effects of poverty on academic achievement. Proceedings of the National Academy of Sciences, 113(31), 8664-8668.
  • Lurie, L. A., Hangen, E. J., Rosen, M. L., Crosnoe, R., & McLaughlin, K. A. (2023). Reduced growth mindset as a mechanism linking childhood trauma with academic performance and internalizing psychopathology. Child abuse & neglect, 142, 105672.
  • Schroder, H. S., Fisher, M. E., Lin, Y., Lo, S. L., Danovitch, J. H., & Moser, J. S. (2017). Neural evidence for enhanced attention to mistakes among school-aged children with a growth mindset. Developmental cognitive neuroscience, 24, 42-50.
  • APA. Identifying teaching behaviors that foster growth mindset classroom cultures. Retrieved from https://www.apa.org/ed/precollege/psychology-teacher-network/introductory-psychology/growth-mindset-classroom-cultures
  • Teaching Learning Lab. Growth Mindset. Retrieved from https://tll.mit.edu/teaching-resources/inclusive-classroom/growth-mindset/
  • Mueller, C. M., & Dweck, C. S. (1998). Praise for intelligence can undermine children’s motivation and performance. Journal of personality and social psychology, 75(1), 33.
  • Stanford University. Carol Dweck: Praising Intelligence: Costs to Children’s Self-Esteem and Motivation. Retrieved from https://bingschool.stanford.edu/news/carol-dweck-praising-intelligence-costs-childrens-self-esteem-and-motivation