Melihat kulit atau bagian putih mata bayi tampak kekuningan sering kali membuat orang tua cemas, apalagi di hari-hari awal setelah kelahiran. Kekhawatiran ini sangat wajar karena tubuh bayi masih beradaptasi dan rentan terhadap berbagai kondisi. Walau banyak yang bilang ini hal biasa, penting bagi orang tua untuk memahami lebih dalam agar bisa membedakan mana yang normal dan mana yang perlu segera ditangani.

Dalam dunia medis, kondisi ini dikenal sebagai ikterus neonatorum, adalah perubahan warna kulit menjadi kuning. Pada umumnya, kondisi ini bersifat fisiologis alias normal dan akan membaik sendiri dalam beberapa hari. Namun, ada juga ikterus yang tergolong patologis, yaitu kondisi berbahaya yang bisa mengarah ke komplikasi serius jika tidak segera ditangani. Maka dari itu, mengenali perbedaan di antara keduanya sangat penting bagi keselamatan si kecil.

Apa Itu Ikterus Neonatorum?

Ikterus neonatorum adalah kondisi ketika kulit dan bagian putih mata bayi tampak kuning akibat penumpukan zat bernama bilirubin. Ini terjadi karena bilirubin, zat sisa dari pemecahan sel darah merah, menumpuk dalam tubuh bayi. Pada bayi baru lahir, fungsi hati belum cukup matang untuk membuang zat ini secara efektif, sehingga bilirubin naik dan menyebabkan kulit tampak kuning. Kondisi ini umum dan sering kali tidak berbahaya jika muncul setelah hari ke-2 dan menghilang dalam waktu seminggu tanpa pengobatan.

Ikterus Neonatorum

Namun, jika ikterus muncul terlalu cepat atau bertahan lama, Mams perlu waspada. Bila dibiarkan, kadar bilirubin yang sangat tinggi dapat menembus otak dan menyebabkan kerusakan permanen yang disebut kernikterus. Karenanya, memahami waktu muncul dan gejala yang menyertai sangat penting untuk mencegah kondisi memburuk.

Ikterus Fisiologis vs Ikterus Patologis

Perbedaan utama antara ikterus fisiologis dan patologis terletak pada waktu munculnya, luas area kuning, serta kondisi umum bayi. Ikterus fisiologis muncul setelah 24–48 jam kelahiran, hanya terlihat di wajah dan dada, dan bayi tetap menyusu serta aktif. Kondisi ini biasanya akan hilang dalam 7–10 hari dengan sendirinya tanpa perawatan khusus.

Sebaliknya, ikterus patologis bisa muncul dalam 24 jam pertama, menyebar hingga telapak kaki, dan disertai gejala seperti lemas atau tidak mau menyusu. Tanda lainnya termasuk feses yang pucat dan urine berwarna gelap seperti teh. Kondisi ini bisa menandakan masalah seperti infeksi, gangguan hati, atau ketidakcocokan golongan darah antara ibu dan bayi. Bila gejala ini terlihat, sebaiknya segera konsultasikan ke dokter agar bisa dilakukan pemeriksaan bilirubin dan tindakan lanjutan seperti fototerapi.

Kapan Bayi Perlu Dibawa ke Dokter karena Kuning?

Tidak semua bayi kuning harus langsung dibawa ke dokter, tapi ada tanda-tanda tertentu yang tak boleh diabaikan. Misalnya, jika warna kuning muncul sebelum usia 24 jam, menyebar luas ke seluruh tubuh, atau tidak membaik setelah 10 hari. Tanda-tanda seperti ini bisa jadi indikator kadar bilirubin sudah terlalu tinggi dan berisiko menyebabkan kerusakan otak.

Selain perubahan warna kulit, perhatikan juga kondisi umum bayi. Bayi yang tampak lemas, susah dibangunkan, atau menolak menyusu adalah sinyal bahaya. Pemeriksaan kadar bilirubin akan dilakukan dengan sensor kulit atau tes darah. Bila hasilnya tinggi, penanganan bisa berupa fototerapi atau, dalam kasus berat, transfusi tukar darah. Semakin cepat penanganan dilakukan, semakin besar kemungkinan bayi pulih tanpa komplikasi.

Bolehkah Dijemur? Panduan Penanganan Aman di Rumah

Menjemur bayi sering dianggap solusi alami untuk mengurangi kuning, terutama dalam kasus ikterus fisiologis. Bahkan menurut penelitian Midwiferia (2022) mencatat bahwa bayi yang dijemur 15–30 menit setiap hari, plus ASI cukup, ikterus fisiologisnya mereda dalam 11 hari.

Namun, metode dijemur tidak boleh dijadikan pengganti pengobatan medis pada ikterus patologis. Paparan sinar matahari hanya dianjurkan jika bayi dalam kondisi sehat, dan hanya sebagai upaya pendukung, bukan utama.

Jika Mams ingin menjemur bayi, pastikan dilakukan pagi hari sekitar pukul 07.00–08.00 selama 10–15 menit. Tutupi mata dan alat kelamin bayi, serta pastikan bayi diawasi terus. Hindari menjemur siang hari karena risiko dehidrasi dan luka bakar. Yang paling penting sebenarnya adalah pemberian ASI yang cukup, karena membantu mempercepat pengeluaran bilirubin melalui urin dan feses. Jika kuning bayi tidak kunjung membaik atau justru makin parah, segera konsultasikan ke dokter.

A Word From Navila

Membedakan antara kuning yang normal dan berbahaya pada bayi memang membingungkan, apalagi bagi orang tua baru. Tapi dengan pemahaman yang tepat, Mams bisa lebih tenang dan sigap menghadapi kondisi ini. Ingat, ikterus fisiologis biasanya tidak berbahaya, tapi ikterus patologis bisa menyebabkan komplikasi serius jika tidak ditangani. Kenali tandanya sejak awal agar Mams bisa mengambil langkah yang tepat.

Jangan ragu untuk segera memeriksakan si kecil jika menunjukkan gejala yang mencurigakan. Lebih cepat ditangani, lebih baik untuk tumbuh kembangnya. Yuk, lanjutkan baca informasi penting lainnya seputar bayi baru lahir seperti Letargi pada Bayi, tanda-tanda halus yang sering terlewat, tapi tak kalah penting untuk dikenali sejak dini.


References

  • Ansong-Assoku, B., Adnan, M., Daley, S., & Ankola, P. (2024). Neonatal jaundice. StatPearls. https://www.statpearls.com/point-of-care/23803
  • Merck Manuals. Neonatal Hyperbilirubinemia. Retrieved from https://www.merckmanuals.com/professional/pediatrics/metabolic-electrolyte-and-toxic-disorders-in-neonates/neonatal-hyperbilirubinemia
  • Mawaddah, S., Muliani, S., & Safinatunnaja, B. (2023). Studi Kasus Ikterus Fisiologis Neonatal Dan Perawatannya Melalui Paparan Sinar Matahari. Jurnal Kesehatan Tambusai, 4(4), 6555-6563.
  • RCH. Jaundice in early infancy. Retrieved from https://www.rch.org.au/clinicalguide/guideline_index/jaundice_in_early_infancy/
  • Porter, M. L., & Dennis, B. L. (2002). Hyperbilirubinemia in the term newborn. American family physician, 65(4), 599-607. https://www.aafp.org/pubs/afp/issues/2002/0215/p599.html
  • Par, E. J., Hughes, C. A., & DeRico, P. (2023). Neonatal hyperbilirubinemia: evaluation and treatment. American family physician, 107(5), 525-534. https://www.aafp.org/pubs/afp/issues/2023/0500/neonatal-hyperbilirubinemia.html
  • Reddy, D. K., & Pandey, S. (2023). Kernicterus. In StatPearls [Internet]. StatPearls Publishing. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/sites/books/NBK559120/
  • UIHC. Jaundice: NICU Handbook. Retrieved from https://uihc.org/childrens/educational-resources/jaundice-nicu-handbook
  • Par, E. J., Hughes, C. A., & DeRico, P. (2023). Neonatal hyperbilirubinemia: evaluation and treatment. American family physician, 107(5), 525-534. https://www.aafp.org/pubs/afp/issues/2023/0500/neonatal-hyperbilirubinemia.html
  • Porter, M. L., & Dennis, B. L. (2002). Hyperbilirubinemia in the term newborn. American family physician, 65(4), 599-607. https://www.aafp.org/pubs/afp/issues/2002/0215/p599.html
  • Safercare. Jaundice in neonates. Retrieved from https://www.safercare.vic.gov.au/best-practice-improvement/clinical-guidance/neonatal/jaundice-in-neonates