Saat membicarakan tumbuh kembang anak, Mams mungkin pernah mendengar istilah retardasi mental. Perlu dipahami, retardasi mental adalah istilah medis lama yang kini sudah tidak digunakan lagi karena dianggap kurang ramah dan berpotensi menimbulkan stigma. Sebagai gantinya, para ahli menggunakan istilah disabilitas intelektual yang lebih manusiawi serta menghargai anak dengan kondisi ini.
Kondisi ini tidak hanya terkait dengan skor IQ yang lebih rendah, tetapi juga kemampuan adaptasi anak dalam menjalani kehidupan sehari-hari, mulai dari komunikasi, belajar, hingga aktivitas mandiri. Melalui artikel ini, Mams akan diajak memahami definisi retardasi mental, penyebab yang mendasarinya, tanda-tanda yang bisa dikenali sejak dini, serta bagaimana orang tua berperan dalam mendukung anak agar tumbuh sesuai potensinya.
Apa Itu Retardasi Mental pada Anak?
Retardasi mental adalah istilah lama untuk menggambarkan keterbatasan intelektual. Kini, istilah tersebut diganti menjadi disabilitas intelektual sesuai panduan DSM-5 dan AAIDD. Diagnosis tidak lagi hanya dilihat dari skor IQ, melainkan juga kemampuan anak beradaptasi dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain, penilaian lebih menekankan pada bagaimana anak berkomunikasi, belajar, dan melakukan aktivitas praktis sesuai usianya.
Disabilitas intelektual dibagi menjadi beberapa tingkatan. Anak dengan tingkat ringan umumnya masih bisa belajar membaca, menulis, dan hidup cukup mandiri dengan sedikit dukungan. Pada tingkat sedang, anak memerlukan pengawasan lebih dalam aktivitas harian dan pembelajaran. Sedangkan pada tingkat berat hingga sangat berat, hambatan bahasa dan kemandirian lebih signifikan, sehingga anak membutuhkan pendampingan penuh.
Perubahan istilah ini membawa harapan baru: anak tidak lagi dilihat semata dari keterbatasan, melainkan dari potensi yang masih bisa dikembangkan.
Penyebab Retardasi Mental pada Anak
Penyebab retardasi mental sangat beragam. Faktor genetik menjadi salah satu yang paling umum, seperti pada Down Syndrome dan Fragile X Syndrome. Down Syndrome terjadi karena kelebihan kromosom 21, sementara Fragile X Syndrome disebabkan kelainan pada gen FMR1. Kedua kondisi ini berdampak pada perkembangan otak dan kemampuan belajar anak.
Perlu dipahami, retardasi mental adalah kondisi yang dapat dipicu oleh berbagai faktor sejak masa kehamilan hingga setelah anak lahir. Misalnya, infeksi TORCH (rubella, toksoplasma, dan lainnya), kekurangan gizi, serta paparan alkohol atau obat-obatan dapat mengganggu perkembangan otak janin. Persalinan pun berperan penting, bayi yang lahir prematur atau mengalami kekurangan oksigen saat lahir (asfiksia) berisiko mengalami kerusakan otak yang berujung pada hambatan intelektual.
Setelah lahir, anak masih bisa menghadapi risiko bila mengalami infeksi berat seperti meningitis, cedera otak, atau kekurangan gizi kronis. Faktor lingkungan, termasuk paparan timbal atau zat kimia berbahaya, juga dapat memengaruhi kecerdasan anak. Karena itu, pencegahan perlu dilakukan sejak masa kehamilan hingga tumbuh kembang anak, melalui pemeriksaan rutin, imunisasi, pemenuhan gizi seimbang, dan lingkungan rumah yang aman.
Tanda-Tanda yang Perlu Diwaspadai Sejak Dini
Mams dapat mengenali tanda retardasi mental sejak si kecil masih bayi atau balita. Keterlambatan perkembangan motorik sering kali menjadi ciri awal, misalnya belum bisa duduk di usia 9 bulan, belum berjalan di usia 18 bulan, atau belum mengucapkan kata sederhana di usia 2 tahun.
Selain motorik, hambatan komunikasi dan interaksi sosial juga perlu diperhatikan. Anak mungkin kesulitan memahami instruksi sederhana, jarang merespon saat dipanggil, atau tidak melakukan kontak mata. Hambatan ini biasanya terlihat sebelum anak masuk usia sekolah dan sering menjadi alasan orang tua mencari bantuan profesional.
Tanda lain adalah kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari sesuai usia, seperti makan sendiri, berpakaian, atau menjaga kebersihan diri meski sudah diajari berulang kali. Dengan deteksi sejak dini, anak bisa segera mendapatkan intervensi berupa terapi wicara, terapi okupasi, atau fisioterapi untuk meningkatkan keterampilan adaptif dan kemandirian.
Peran Orang Tua dalam Mendampingi Anak Berkebutuhan Khusus
Mams, anak dengan disabilitas intelektual tetap memiliki peluang berkembang bila mendapat dukungan yang konsisten. Penelitian Journal of Autism and Developmental Disorders menunjukkan, stimulasi yang dilakukan orang tua sehari-hari, seperti bermain, membaca, atau bercakap-cakap dengan anak, mampu meningkatkan keterampilan komunikasi dan sosial mereka.
Keterlibatan orang tua dalam terapi juga penting agar intervensi lebih efektif. Aktivitas sederhana seperti berjalan bersama atau mengajarkan keterampilan praktis akan membantu anak terbiasa menghadapi lingkungan. Lingkungan yang inklusif di rumah maupun sekolah juga mendukung anak beradaptasi lebih baik.
Di sisi lain, kolaborasi dengan psikolog, dokter tumbuh kembang, dan guru khusus sangat diperlukan. Fokus tidak hanya pada hambatan, tetapi juga pada kekuatan dan potensi anak. Dukungan emosional yang hangat dari keluarga membuat anak lebih percaya diri, sekaligus menjaga ketahanan keluarga dalam menghadapi tantangan.
A Word from Navila
Mams, meski istilah retardasi mental adalah terminologi lama, istilah disabilitas intelektual kini digunakan untuk memberikan sudut pandang yang lebih positif dan menghargai potensi anak. Kondisi ini memang bisa disebabkan oleh berbagai faktor, namun dengan deteksi dini, intervensi tepat, dan dukungan penuh orang tua, anak tetap memiliki peluang berkembang secara optimal.
Peran orang tua adalah kunci utama. Dari stimulasi sehari-hari, menciptakan lingkungan belajar inklusif, hingga bekerja sama dengan tenaga profesional, semua akan membantu anak tumbuh sesuai kemampuannya. Yang tak kalah penting, berikan dukungan emosional yang penuh cinta agar anak tumbuh percaya diri.
Untuk menambah wawasan, Mams juga bisa mempelajari cara menumbuhkan pola pikir berkembang pada anak. Yuk, simak artikel berikut: Tips Membangun Growth Mindset pada Anak untuk Tumbuh Kembang.
References
- AAIDD. Defining Criteria for Intellectual Disability. Retrieved https://www.aaidd.org/intellectual-disability/definition
- APA. What is Intellectual Disability? Retrieved from https://www.psychiatry.org/patients-families/intellectual-disability/what-is-intellectual-disability
- Cleveland Clinic. Intellectual Disability. Retrieved from https://my.clevelandclinic.org/health/diseases/25015-intellectual-disability-id
- University of Hertfordshire. Down’s Syndrome. Retrieved from https://www.intellectualdisability.info/historic-articles/articles/downs-syndrome
- Kanwal, M., Alyas, S., Afzal, M., Mansoor, A., Abbasi, R., Tassone, F., … & Mazhar, K. (2015). Molecular diagnosis of fragile X syndrome in subjects with intellectual disability of unknown origin: implications of its prevalence in regional Pakistan. PLoS One, 10(4), e0122213.
- Special Olympics. What is Intellectual Disability? Retrieved from https://www.specialolympics.org/about/intellectual-disabilities/what-is-intellectual-disability
- Web MD. Intellectual Disability. Retrieved from https://www.webmd.com/parenting/baby/child-intellectual-disability
- Child Mind Institute. Quick Guide to Intellectual Developmental Disorder. Retrieved from https://childmind.org/guide/quick-guide-to-intellectual-development-disorder/
- Cheng, W. M., Smith, T. B., Butler, M., Taylor, T. M., & Clayton, D. (2023). Effects of parent-implemented interventions on outcomes of children with autism: A meta-analysis. Journal of Autism and Developmental Disorders, 53(11), 4147-4163.
- Ranta, K., Saarimäki, H., Gummerus, J., Virtanen, J., Peltomäki, S., & Kontu, E. (2025). Psychological interventions for parents of children with intellectual disabilities to enhance child behavioral outcomes or parental well-being: A systematic review, content analysis and effects. Journal of Intellectual Disabilities, 29(2), 500-535.
- Stern, I., Tenenbaum, A., & Werner, S. (2025). Personal Growth Among Parents of Individuals with Intellectual Disabilities and Psychopathology: The Role of Social Support and Attitudes Toward Service Use. Journal of Mental Health Research in Intellectual Disabilities, 18(1), 82-101.