Setiap orang tua pasti pernah menghadapi momen ketika anak tiba-tiba menangis keras, berteriak, atau menolak diajak bekerja sama karena sesuatu tidak sesuai keinginannya. Kondisi ini dikenal sebagai temper tantrum, yaitu luapan emosi wajar yang umum terjadi pada anak usia dini. Tantrum menjadi cara anak mengekspresikan frustrasi atau kecewa saat kemampuan bahasanya belum cukup untuk mengungkapkan perasaan.

Memahami bahwa temper tantrum adalah bagian dari proses tumbuh kembang emosional membantu Mams melihatnya bukan sebagai kenakalan, melainkan kesempatan belajar. Dengan pendekatan yang lembut namun tegas, Mams bisa membantu anak mengenali emosi dan belajar mengelolanya dengan cara yang sehat. Artikel ini akan membimbing Mams memahami penyebab tantrum serta langkah-langkah efektif dan penuh kasih untuk menghadapinya.

Temper Tantrum Adalah Bagian dari Perkembangan Emosi Anak

Temper tantrum adalah ledakan emosi yang muncul secara tiba-tiba dan intens, seperti menangis keras, memukul, menendang, atau berguling di lantai. Kondisi ini biasanya dipicu oleh rasa frustrasi, kelelahan, lapar, atau keinginan yang tidak terpenuhi. Menurut Cleveland Clinic dan American Academy of Pediatrics (AAP), tantrum sering muncul pada usia 1–4 tahun, saat kemampuan bahasa dan kontrol diri anak belum matang sepenuhnya. Karena itu, tantrum adalah cara alami anak menyalurkan emosi yang sulit diungkapkan dengan kata-kata.

Data StatPearls menunjukkan bahwa lebih dari 80% anak usia 1–3 tahun pernah mengalami tantrum, terutama di usia 2 tahun, fase yang dikenal sebagai “terrible twos”. Pada masa ini, anak mulai ingin mandiri dan memiliki keinginan kuat, namun kemampuan mereka masih terbatas. Konflik antara keinginan dan kemampuan inilah yang sering memicu frustrasi dan ledakan emosi. Dengan memahami bahwa tantrum bukan tanda perilaku buruk, Mams dapat lebih sabar dan tidak terburu-buru menilai anak sebagai “rewel” atau “manja”.

Dari sisi psikologi perkembangan, tantrum justru menjadi momen belajar emosional yang penting. Anak sedang berlatih mengenali perasaan seperti marah, kecewa, atau sedih, sekaligus belajar bahwa tidak semua keinginan bisa terpenuhi. Respons Mams pada saat ini sangat menentukan, ketika Mams tetap tenang, empatik, dan konsisten, anak akan belajar bahwa semua emosi boleh dirasakan, tetapi perlu disampaikan dengan cara yang tepat.

Penyebab Umum Anak Mengalami Tantrum

Temper tantrum sering kali muncul akibat kombinasi antara faktor fisik dan emosional. Anak akan lebih mudah meledak saat merasa lapar, lelah, atau tidak nyaman, karena kemampuan mereka mengendalikan diri masih terbatas. Menurut Cornell University, kurang tidur juga terbukti meningkatkan risiko tantrum karena memengaruhi kestabilan emosi. Selain itu, perubahan rutinitas seperti jadwal makan atau waktu tidur yang tidak konsisten bisa membuat anak kehilangan rasa aman dan memicu frustrasi. Maka, menjaga rutinitas harian yang teratur menjadi langkah awal penting untuk mencegah tantrum.

Faktor lain yang tak kalah berpengaruh adalah keterbatasan kemampuan komunikasi. Banyak anak belum mampu mengungkapkan apa yang dirasakannya dengan jelas, sehingga melampiaskannya melalui tangisan atau teriakan. Anak dengan kemampuan bicara terbatas cenderung mengalami tantrum lebih sering. Dalam hal ini, tantrum menjadi semacam “bahasa emosional” untuk menyampaikan kebutuhan yang belum terucap. Menyadari hal ini membantu Mams merespons dengan empati, bukan amarah.

Selain itu, fase perkembangan menuju kemandirian juga menjadi pemicu utama. Saat anak mulai ingin melakukan segalanya sendiri, seperti makan, memakai baju, atau memilih mainan, dia sering frustrasi ketika tidak mampu melakukannya. Konflik antara keinginan mandiri dan keterbatasan kemampuan ini adalah hal yang sangat umum. Maka, mengenali pemicu tantrum membantu Mams merespons dengan lebih bijak dan penuh kesabaran.

Navila All Products

Strategi Lembut dan Efektif Menghadapi Anak yang Sedang Tantrum

Tantrum merupakan bagian normal dari proses belajar anak dalam mengenali dan mengelola emosinya, meski sering kali menjadi tantangan bagi orang tua. Dengan pendekatan yang lembut, empatik, dan terarah, Mams bisa membantu anak merasa aman sekaligus belajar mengekspresikan perasaan dengan cara yang lebih sehat.

1. Tetap Tenang dan Kendalikan Diri Sendiri

Langkah pertama adalah menjaga ketenangan. Anak belajar mengelola emosi dengan meniru Mams. Jika Mams ikut marah, anak justru merasa emosinya dibenarkan. Sebaliknya, ketika Mams tetap tenang, berbicara lembut, dan tidak bereaksi berlebihan, anak merasa aman dan lebih cepat tenang. Respons tenang dari orang tua mempercepat proses regulasi emosi anak.

2. Pastikan Keamanan Anak Sebagai Prioritas

Saat tantrum, anak bisa kehilangan kendali dan berpotensi melukai diri. Pastikan lingkungan di sekitarnya aman dari benda tajam atau keras. Bila perlu, pindahkan anak ke tempat yang lebih aman sambil tetap mendampinginya. Tujuannya bukan menghentikan tangisan, tetapi memastikan dia dapat mengekspresikan emosi dengan aman. Sikap tenang Mams menunjukkan kasih sayang dan kepedulian yang membuat anak merasa dilindungi.

3. Validasi Emosi Anak dengan Bahasa Empatik

Anak butuh didengar. Saat dia marah karena mainannya rusak, Mams bisa berkata, “Bunda tahu kamu sedih karena mainannya rusak.” Kalimat sederhana ini membantu anak mengenali dan memberi nama pada emosinya. Mengutip Child Mind Institute menunjukkan bahwa validasi emosi membantu anak lebih cepat pulih dari tantrum dan membangun kepercayaan pada orang tuanya.

4. Jangan Menyerah pada Keinginan Anak, Tapi Berikan Kehadiran Tenang

Mengabulkan permintaan hanya untuk menghentikan tangisan justru memperkuat perilaku tantrum. Tetaplah konsisten dengan batasan, namun hadir dengan kasih sayang. Katakan dengan lembut, “Bunda tahu kamu kecewa karena tidak bisa beli mainan itu, tapi kita tidak beli hari ini.” Setelah anak tenang, berikan pelukan untuk menenangkan. Konsistensi dan empati adalah kunci membentuk regulasi emosi yang sehat.

Membangun Kecerdasan Emosi Anak untuk Mencegah Tantrum Berulang

Mencegah tantrum berulang dapat dilakukan dengan mengembangkan kecerdasan emosi anak sejak dini. Ajak anak mengenali dan menyebutkan emosinya, misalnya dengan mengatakan, “Aku marah” atau “Aku sedih”. Penelitian dari Affective Science menunjukkan bahwa kemampuan melabeli emosi membantu anak mengaktifkan bagian otak rasional, sehingga lebih mudah mengendalikan perasaan.

Mams dapat melatihnya melalui aktivitas sederhana seperti membaca buku cerita bertema emosi, bermain tebak ekspresi wajah, atau menggambar perasaan. Melalui kegiatan ini, anak belajar bahwa semua emosi bisa disampaikan dengan cara yang aman. Riset dalam Frontiers in Psychology juga membuktikan bahwa anak yang sering diajak berbicara tentang perasaan memiliki kontrol diri yang lebih baik.

Selain itu, rutinitas yang konsisten membantu anak merasa lebih aman secara emosional. Berikan pujian spesifik setiap kali anak berhasil menenangkan diri, misalnya, “Bunda bangga kamu bisa bilang marah tanpa teriak.” Pujian seperti ini memperkuat perilaku positif dan mendorong anak untuk terus berlatih mengelola emosi. Jika tantrum terjadi sangat sering atau mengganggu aktivitas sehari-hari, sebaiknya konsultasikan dengan psikolog anak agar Mams mendapatkan panduan yang lebih tepat.

A Word From Navila

Menghadapi temper tantrum memang bukan hal mudah, Mams. Namun, dengan memahami bahwa tantrum adalah bagian alami dari proses belajar emosi, Mams dapat melihatnya sebagai kesempatan mendampingi anak tumbuh lebih matang secara emosional. Saat Mams tetap tenang, memvalidasi perasaan, dan konsisten memberi batasan, anak belajar bahwa semua emosi itu wajar, tapi harus disampaikan dengan cara yang baik.

Minyak Telon Terbaik Navila

Untuk membantu menciptakan suasana yang tenang di tengah momen penuh emosi, Mams bisa menghadirkan kenyamanan melalui sentuhan dan kehangatan. Keharuman alami dari Minyak Telon Navila dapat membantu menghadirkan rasa rileks, baik bagi Mams maupun si kecil. Dengan aroma lembut yang menenangkan dan sensasi hangat di kulit, setiap pelukan menjadi momen penuh cinta yang meneguhkan rasa aman anak. Karena di balik setiap tantrum, ada hati kecil yang sedang belajar dipahami.


References

  • Cleveland Clinic. Temper Tantrums. Retrieved from https://my.clevelandclinic.org/health/articles/14406-temper-tantrums
  • American Academic of Pediatrics. Temper Tantrums: What Parents Need to Know. Retrieved from https://publications.aap.org/patiented/article-abstract/doi/10.1542/peo_document100/80184/Temper-Tantrums-What-Parents-Need-to-Know
  • Sisterhen, L. L., & Wy, P. A. W. (2023). Temper tantrums. In StatPearls [Internet]. StatPearls Publishing.
  • Manning, B. L., Roberts, M. Y., Estabrook, R., Petitclerc, A., Burns, J. L., Briggs-Gowan, M., … & Norton, E. S. (2019). Relations between toddler expressive language and temper tantrums in a community sample. Journal of Applied Developmental Psychology, 65, 101070.
  • Cornell University. Sleep and its relation to cognition and behaviour in preschool-aged children of the general population: a systematic review. Retrieved from https://arxiv.org/abs/1904.05036
  • Child Mind Institute. How to Handle Tantrums and Meltdowns. Retrieved from https://childmind.org/article/how-to-handle-tantrums-and-meltdowns/
  • Knothe, J. M., & Walle, E. A. (2023). Labeling and describing discrete emotions in early childhood: A relational approach. Affective Science, 4(2), 307-316.
  • Qashmer, A. F. (2023). Emotion regulation among 4–6 year-old children and its association with their peer relationships in Jordan. Frontiers in Psychology, 14, 1180223.
  • Psychology Today. The Role Parents Play in Shaping Children’s Emotion Regulation. Retrieved from https://www.psychologytoday.com/us/blog/growing-hearts-and-minds/202406/the-role-parents-play-in-shaping-childrens-emotion-regulation