Menjelang kelahiran anak pertama, tak sedikit calon ayah yang diam-diam menyimpan rasa gelisah. Paps mungkin melihat pasangan tampak tenang dan siap mendampingi kehamilan. Namun di balik itu, ada banyak perasaan yang tak mudah diungkapkan, mulai dari bingung, takut, hingga tekanan mental yang kadang sulit dijelaskan. Perubahan besar tengah terjadi, bukan hanya dalam hidup Paps, tetapi juga dalam hidup pasangan.
Namun kenyataannya, kondisi emosional ayah sering kali tak menjadi sorotan. Fokus utama saat kehamilan lebih banyak tertuju pada ibu dan bayi, sementara ayah kerap diharapkan tetap tegar dan kuat. Padahal, stres yang dialami calon ayah bukan sesuatu yang harus dipendam atau diabaikan. Artikel ini akan membahas alasan mengapa stres pada calon ayah itu normal, apa penyebabnya, serta bagaimana cara menghadapinya dengan bijak, tanpa merasa bersalah.
Apakah Normal Calon Ayah Merasa Stres Saat Istri Hamil?
Ya, sangat normal. Kehamilan adalah masa transisi besar, tidak hanya bagi ibu, tetapi juga calon ayah. Mams mungkin mengalami perubahan fisik dan hormonal, sementara Paps menanggung beban emosional dan psikologis dari peran barunya sebagai orang tua. Ketika semua hal terasa baru dan penuh ketidakpastian, stres menjadi respons yang alami dari tubuh dan pikiran.
Faktanya, menurut American Psychological Association (APA) dan data WHO, sekitar 8–10% calon ayah mengalami gejala kecemasan atau depresi selama kehamilan pasangan. Angka ini bahkan bisa meningkat menjadi 25% dalam 3–6 bulan setelah kelahiran. Inilah yang dikenal sebagai baby blues pada ayah, suatu kondisi emosional yang sebenarnya umum namun jarang disadari. Sayangnya, karena topik ini jarang dibicarakan, banyak pria tidak menyadari bahwa apa yang mereka rasakan sebenarnya adalah gejala gangguan emosional yang sah.
Perasaan stres ini bukan tanda kelemahan. Justru, ini adalah bentuk kepedulian dan keinginan untuk hadir sebagai ayah yang baik. Namun tekanan sosial untuk terus terlihat kuat sering membuat calon ayah menahan diri untuk mencari bantuan. Ketika sistem dukungan kesehatan belum banyak menyediakan ruang untuk ayah, rasa terisolasi pun bisa muncul, memperburuk beban emosional yang dirasakan. Maka dari itu, penting untuk menjaga kesehatan mental ayah sejak masa kehamilan agar ia siap menjalani peran barunya.
Apa Penyebab Utama Stres pada Calon Ayah?
Perubahan identitas menjadi penyebab utama. Dari pria biasa, kini seseorang dituntut menjadi ayah, peran yang mungkin belum pernah dibayangkan sebelumnya. Banyak pria merasa canggung, takut salah langkah, atau bahkan merasa tidak cukup siap. Perasaan ini bukan karena kurangnya kasih sayang, melainkan karena belum ada pengalaman nyata dalam menjalani peran ayah.
Di sisi lain, tekanan finansial turut memberi beban besar. Saat pasangan hamil, muncul tanggung jawab baru untuk memastikan keluarga stabil secara ekonomi. Kekhawatiran tentang biaya persalinan, kebutuhan bayi, dan masa depan sering kali membuat calon ayah sulit tidur. Sebuah survei dari Parents bahkan menunjukkan bahwa 62% pria merasa tertekan karena menjadi pencari nafkah utama selama masa kehamilan.
Selain itu, banyak calon ayah merasa tersisih dari proses kehamilan. Mereka jarang dilibatkan dalam kontrol rutin, tidak tahu cara mendukung pasangan secara emosional, dan kebingungan menghadapi perubahan suasana hati ibu hamil. Hal ini dapat membuat hubungan terasa renggang, dan memunculkan rasa tidak berdaya. Dalam situasi ini, stres yang muncul adalah bentuk dari kegelisahan yang belum mendapat ruang untuk diproses. Tanpa perhatian yang tepat, kondisi ini dapat mengganggu kesehatan mental ayah secara berkelanjutan.
Tanda-Tanda Stres pada Calon Ayah yang Sering Tak Disadari
Paps, penting untuk mengenali bahwa stres pada calon ayah sering tersembunyi di balik sikap tenang. Banyak pria memilih diam, bukan karena tak peduli, tetapi karena bingung harus berbagi ke siapa. Tanpa disadari, ini bisa berdampak pada kualitas hubungan, bahkan memengaruhi kesiapan mental untuk menjadi orang tua.
Berikut beberapa tanda umum stres yang perlu diperhatikan:
- Gangguan tidur atau sulit fokus, karena pikiran terus aktif memikirkan masa depan.
- Menarik diri secara emosional, merasa tidak berguna atau takut membuat kesalahan.
- Perubahan suasana hati, seperti mudah marah, tersinggung, atau frustrasi berlebihan.
- Kecemasan yang berlebihan, terutama soal kemampuan menjadi ayah atau kondisi pasangan.
- Melarikan diri ke aktivitas tertentu, seperti bekerja terus-menerus atau bermain game untuk menghindari perasaan.
Mengenali gejala ini bukan berarti menambah beban, justru menjadi langkah awal untuk pulih dan tumbuh. Dengan pemahaman yang lebih baik, calon ayah bisa menjaga kesehatan mental ayah secara menyeluruh. Langkah ini sangat penting, terutama untuk mendukung peran ayah saat bayi baru lahir, agar ia dapat hadir secara fisik dan emosional bagi keluarga.
Cara Menghadapi Stres secara Sehat Tanpa Merasa Bersalah
Mengelola stres bukan berarti menunjukkan kelemahan, tetapi bentuk keberanian untuk menghadapi realita secara jujur. Salah satu langkah penting adalah membangun komunikasi terbuka. Ungkapan seperti, “Aku juga merasa takut,” dapat membuka jalan bagi pasangan untuk saling memahami, bukan saling menuntut. Komunikasi emosional semacam ini terbukti mampu memperkuat hubungan, menurut studi dari BMC Pregnancy & Childbirth (2017).
Calon ayah juga sebaiknya aktif dalam proses kehamilan. Hadir saat pemeriksaan kehamilan, memilih perlengkapan bayi bersama, hingga ikut kelas persiapan melahirkan dapat membantu menumbuhkan rasa keterlibatan. Studi BMC Public Health (2021) menunjukkan bahwa calon ayah yang lebih terlibat memiliki tingkat stres lebih rendah dan merasa lebih percaya diri menjelang persalinan.
Selain itu, penting untuk menyediakan ruang bagi diri sendiri. Aktivitas seperti olahraga ringan, menulis jurnal, atau bergabung dengan komunitas ayah baru bisa menjadi outlet emosional yang sehat. Berdasarkan Journal of Medical Internet Research (2023), journaling dan support group online terbukti efektif meredakan tekanan emosional pada calon ayah. Bila perlu, konsultasi ke psikolog juga menjadi langkah bijak agar kesehatan mental ayah tetap terjaga dan tidak berdampak pada dinamika keluarga.
A Word from Navila
Paps dan pasangan, stres saat masa kehamilan bukanlah hal yang tabu untuk dibicarakan. Justru, inilah waktu terbaik untuk membangun kebiasaan saling memahami dan tumbuh bersama. Calon ayah juga sedang berproses, belajar menjadi lebih peka, bertanggung jawab, dan siap menyambut peran baru dalam hidupnya.
Di tengah tuntutan sosial agar selalu kuat, ingatlah bahwa setiap orang punya hak untuk merasa lelah, bingung, bahkan takut. Merawat kesehatan mental ayah adalah bagian penting dari persiapan menjadi orang tua. Jika Mams ingin pasangan lebih siap secara emosional maupun praktis, yuk lanjut baca panduan lengkapnya di: Persiapan Menjadi Ayah Baru.
References
- Darwin, Z., Domoney, J., Iles, J., Bristow, F., Siew, J., & Sethna, V. (2021). Assessing the mental health of fathers, other co-parents, and partners in the perinatal period: mixed methods evidence synthesis. Frontiers in psychiatry, 11, 585479. https://www.frontiersin.org/articles/10.3389/fpsyt.2020.585479/full
- Chhabra, J., Li, W., & McDermott, B. (2022). Predictive factors for depression and anxiety in men during the perinatal period: A mixed methods study. American Journal of Men’s Health, 16(1), 15579883221079489. https://journals.sagepub.com/doi/abs/10.1177/15579883221079489
- Hambidge, S., Cowell, A., Arden-Close, E., & Mayers, A. (2021). “What kind of man gets depressed after having a baby?” Fathers’ experiences of mental health during the perinatal period. BMC Pregnancy and Childbirth, 21(1), 463. https://link.springer.com/article/10.1186/s12884-021-03947-7
- Boyce, P., Condon, J., Barton, J., & Corkindale, C. (2007). First-time fathers’ study: psychological distress in expectant fathers during pregnancy. Australian & New Zealand Journal of Psychiatry, 41(9), 718-725. https://journals.sagepub.com/doi/abs/10.1080/00048670701517959
- Parents. Parents Survey Finds 59% of Dads Wish They Felt More Seen. Retrieved from https://www.parents.com/parents-survey-finds-59-of-dads-wish-they-felt-more-seen-7509558
- Koh, Y. W., Lee, A. M., Chan, C. Y., Fong, D. Y. T., Lee, C. P., Leung, K. Y., & Tang, C. S. K. (2015). Survey on examining prevalence of paternal anxiety and its risk factors in perinatal period in Hong Kong: a longitudinal study. BMC public health, 15(1), 1131. https://link.springer.com/article/10.1186/s12889-015-2436-4
- Payamani, M., Mehrizi, A. A., Kazemi, A. S., & Ghorbani Yekta, B. (2025). The effect of paternal REM sleep deprivation on the mood state and memory performance in both fathers and offspring rats. Discover Medicine, 2(1), 51. https://link.springer.com/article/10.1007/s44337-025-00236-6
- Darwin, Z., Galdas, P., Hinchliff, S., Littlewood, E., McMillan, D., McGowan, L., … & Born and Bred in Yorkshire (BaBY) team. (2017). Fathers’ views and experiences of their own mental health during pregnancy and the first postnatal year: a qualitative interview study of men participating in the UK Born and Bred in Yorkshire (BaBY) cohort. BMC pregnancy and childbirth, 17(1), 45. https://link.springer.com/article/10.1186/s12884-017-1229-4
- Bruno, A., Celebre, L., Mento, C., Rizzo, A., Silvestri, M. C., De Stefano, R., … & Muscatello, M. R. A. (2020). When fathers begin to falter: a comprehensive review on paternal perinatal depression. International journal of environmental research and public health, 17(4), 1139. https://www.mdpi.com/1660-4601/17/4/1139
- Baldwin, S., Malone, M., Murrells, T., Sandall, J., & Bick, D. (2021). A mixed-methods feasibility study of an intervention to improve men’s mental health and wellbeing during their transition to fatherhood. BMC Public Health, 21(1), 1813. https://link.springer.com/article/10.1186/s12889-021-11870-x
- The Guardian. ‘Men are not expected to be interested in babies’: how society lets new fathers – and their families – down. Retrieved from https://www.theguardian.com/society/2025/jun/01/new-fathers-mental-health-perinatal-anxiety-depression