Si kecil yang mulai aktif bergerak dan menunjukkan rasa ingin tahu terhadap rutinitas orang dewasa biasanya menandai bahwa masa transisi dari popok akan segera tiba. Pada fase ini, banyak orang tua mulai mencari tahu lebih jauh tentang potty training adalah proses seperti apa, bagaimana langkah awal mengenalkannya, dan tanda-tanda apakah si kecil benar-benar siap. Transisi ini mencakup lebih dari sekadar duduk di pispot, dia melibatkan pemahaman sinyal tubuh, kesiapan emosional, serta pembentukan kebiasaan baru yang membuat si kecil merasa lebih mandiri.
Seiring berjalannya waktu, muncul pertanyaan lanjutan, apakah perbedaan antara potty training dan toilet training, dan apakah keduanya perlu dilakukan bertahap? Setiap anak memiliki ritme perkembangan yang berbeda, sehingga pilihan metode sering membuat orang tua ragu. Untuk menjawab kebingungan ini, Mams perlu memahami konsep dasar keduanya, usia kesiapan yang ideal, serta bagaimana menyesuaikan metode dengan kebutuhan si kecil agar prosesnya tetap positif.
Apa Itu Potty Training?
Secara sederhana, potty training adalah proses mengenalkan si kecil pada pispot kecil sebagai langkah awal sebelum dia siap menggunakan toilet. Banyak keluarga memilih metode ini karena pispot lebih rendah, stabil, dan tidak menimbulkan rasa khawatir seperti toilet dewasa yang tinggi. Menurut berbagai ahli tumbuh kembang, potty membantu si kecil mengenali sensasi tubuh saat ingin buang air, sekaligus menjadi media belajar yang lebih ramah dan aman.
Tujuan potty training bukan hanya membuat si kecil buang air di tempat yang tepat, tetapi juga membangun kemandirian dalam rutinitas sehari-hari. Dia belajar melepas pakaian, duduk dengan nyaman, serta mengikuti langkah-langkah sederhana setelah selesai. Pedoman IDAI juga menyebutkan bahwa kemampuan mencuci tangan, membersihkan diri, dan mengamati isyarat tubuh merupakan bagian penting dari proses toilet training. Pispot menjadi alat yang mempermudah semua tahapan tersebut.
Dari sisi perkembangan psikologis, fase ini berada pada tahap penting ketika si kecil mulai membangun rasa mampu dan percaya diri. Keberhasilan potty training dapat memperkuat aspek ini karena dia merasa mampu mengendalikan tubuhnya. Itulah mengapa banyak keluarga menjadikan potty sebagai tahap transisi yang lembut sebelum masuk ke toilet training yang lebih kompleks. Pilihan ini bukan kewajiban, tetapi strategi yang selaras dengan kesiapan alami si kecil.
Potty Training Umur Berapa?
Banyak orang tua bertanya, potty training umur berapa sebenarnya paling ideal. Secara umum, kesiapan muncul antara usia 18–36 bulan, tetapi angka ini bukan standar baku. Studi perkembangan, termasuk dari Mayo Clinic, menunjukkan bahwa kontrol kandung kemih dan usus mulai matang di rentang usia ini, namun keberhasilan sangat bergantung pada kesiapan individu, bukan usia semata. Jika tanda kesiapan belum muncul, prosesnya justru dapat berlangsung lebih lama.
Beberapa tanda siap memulai potty training meliputi kemampuan duduk stabil, memahami instruksi sederhana, popok yang tetap kering selama dua jam, serta menunjukkan ketertarikan meniru orang dewasa saat ke toilet. Rasa tidak nyaman ketika popok basah juga menjadi indikator bahwa si kecil mulai peka terhadap sensasi tubuh. Jika dia sudah mampu mengomunikasikan keinginannya, baik lewat kata-kata maupun gestur, proses latihan umumnya berjalan lebih mulus.
Selain itu, memulai terlalu cepat dapat memicu penolakan atau kecemasan, sementara menunda terlalu lama tanpa alasan perkembangan justru memperpanjang durasi latihan. Karena itu, fokus utama sebaiknya pada sinyal kesiapan, bukan angka usia tertentu. Dengan pendekatan ini, potty training adalah proses yang bisa menjadi lebih nyaman, lebih cepat, dan bebas tekanan bagi si kecil.
Potty Training vs Toilet Training, Mana Lebih Baik?
Potty training dan toilet training memiliki tujuan yang sama, tetapi pengalaman belajar yang diberikan berbeda. Potty training memakai pispot di lantai sehingga mudah dijangkau dan terasa aman. Sementara itu, potty training toilet atau toilet training langsung melibatkan toilet dewasa dengan bantuan seat reducer dan stool agar si kecil dapat duduk dengan stabil. Metode ini membuatnya langsung terbiasa dengan kebiasaan buang air seperti orang dewasa.
Bagi banyak balita, pispot yang rendah dan stabil terasa lebih nyaman untuk tahap awal. Studi Jurnal Ilmu Kesehatan menunjukkan bahwa sebagian anak usia 18–24 bulan belum siap secara emosional maupun motorik untuk duduk di toilet dewasa. Namun, beberapa anak yang lebih matang motoriknya dapat langsung menggunakan toilet tanpa perlu melalui tahapan potty. Respons setiap anak berbeda, sehingga Mams perlu menyesuaikannya dengan karakter dan rasa aman yang dibutuhkannya.
Kedua metode memiliki kelebihan masing-masing. Potty training lebih ramah pemula dan memberi rasa kontrol lebih besar pada si kecil, tetapi memerlukan usaha ekstra untuk membersihkan pispot. Di sisi lain, toilet training lebih higienis dan efektif untuk jangka panjang, namun membutuhkan kesiapan motorik serta adaptasi yang lebih besar. Tidak ada metode yang paling benar untuk semua anak. Yang penting adalah memilih yang membuat si kecil merasa aman, tidak tertekan, dan tetap semangat mencoba.
Tips Memulai Potty Training dan Toilet Training Agar Berhasil
Proses latihan, baik potty maupun toilet training, akan lebih berhasil jika dimulai dengan pendekatan yang positif dan konsisten. Kesiapan perkembangan dan rutinitas yang teratur dari orang tua sangat memengaruhi keberhasilan latihan. Pengenalan yang menyenangkan melalui permainan, cerita, atau buku bergambar membantu si kecil memahami konsep buang air tanpa merasa terbebani.
Berikut tips praktis yang bisa Mams terapkan:
- Kenalkan konsep melalui role play atau buku cerita
- Buat jadwal duduk di potty atau toilet di waktu tertentu
- Pilih pakaian yang mudah dilepas
- Hindari memulai saat si kecil sedang mengalami perubahan besar
- Berikan pujian sederhana setiap kali dia mencoba
- Hindari hukuman
- Jaga konsistensi
- Siapkan ekspektasi bahwa regresi adalah hal normal
Regresi atau mundur sesaat merupakan bagian alami dari proses belajar. Hal ini sering muncul saat si kecil sedang kelelahan, overstimulated, atau menghadapi perubahan rutinitas. Kesalahan kecil bukan tanda gagal, tetapi sinyal bahwa dia butuh waktu lebih untuk menyesuaikan diri. Selama orang tua tetap sabar dan responsif, proses potty maupun toilet training biasanya akan kembali stabil. Jika regresi berulang terus-menerus, konsultasi dengan tenaga kesehatan dapat membantu memastikan tidak ada masalah medis yang menghambat.
A Word From Navila
Potty training adalah langkah penting untuk membantu si kecil beralih dari popok menuju kemandirian. Memahami usia kesiapan, mengenali perbedaan potty training dan toilet training, serta memilih pendekatan yang selaras dengan kebutuhannya akan membuat perjalanan ini lebih lancar dan minim drama. Dengan dukungan emosional yang konsisten dan suasana latihan yang menyenangkan, si kecil dapat membangun kebiasaan buang air yang sehat sekaligus rasa percaya diri yang kuat.
Untuk mendukung proses ini, penting juga mengenali bagaimana kondisi pencernaan memengaruhi kebiasaan buang air si kecil. Mams bisa membaca panduan lengkapnya di: Mengenal Potty Training dan Bedanya dengan Toilet Training.
References
- IDAI. Toilet Training. Retrieved from https://www.idai.or.id/artikel/klinik/pengasuhan-anak/toilet-training
- Verywell Mind. Erikson’s Stages of Development. Retrieved from https://www.verywellmind.com/erik-eriksons-stages-of-psychosocial-development-2795740
- Mayo Clinic. Toilet training: Recognizing readiness. Retrieved from https://mcpress.mayoclinic.org/parenting/toilet-training-recognizing-readiness/
- USK. GAMBARAN KESIAPAN TOILET TRAINING PADA ANAK USIA TODDLER. Retrieved from https://jurnal.usk.ac.id/JIK/article/view/21442
- UNTAN. PEMBIASAAN ORANG TUA DALAM MENERAPKAN TOILET TRAINING (TT) PADA ANAK USIA 2 -3 TAHUN DI PONTIANAK. Retrieved from https://jurnal.untan.ac.id/index.php/jvip/article/view/13997





