Seorang anak perempuan ingin diakui oleh ibunya. Bagi seorang ibu, keamanan putrinya adalah yang utama. Hubungan antara ibu dan anak sering kali rumit. Psikolog mengatakan bahwa seorang ibu sering kali melihat anak perempuannya sebagai bagian dari dirinya sendiri.

Seorang ibu menaruh harapan besar pada putrinya. Sang putri merasa perlu untuk memenuhi harapan ibunya agar tidak mengecewakannya. Konflik antara ibu dan anak perempuan bukanlah hal yang baru.

Meskipun pertengkaran adalah bagian dari setiap hubungan, pertengkaran yang muncul dari konflik yang belum terselesaikan bisa membuat hubungan semakin tegang. Lalu, mengapa ibu dan anak perempuan sering bertengkar? Bagaimana solusinya? Berikut penjelasan lengkapnya!

Ibu dan Anak Perempuan Sering Bertengkar? Ini Faktor Psikologisnya

Pertengkaran antara Bunda dan putrinya merupakan hal yang biasa dan sering dianggap sebagai bagian dari dinamika keluarga. Namun, jika konflik ini terlalu sering atau intens, penting untuk memahami faktor-faktor psikologis yang mendasarinya. 

Berdasarkan pandangan para ahli, berikut beberapa faktor utama yang bisa menyebabkan pertengkaran antara ibu dan anak perempuan:

1. Perbedaan Ekspektasi dan Harapan

Menurut Dr. Deborah Tannen, seorang profesor linguistik dan penulis buku “You’re Wearing That? Understanding Mothers and Daughters in Conversation,” perbedaan ekspektasi antara Bunda dan putrinya sering menjadi sumber utama konflik. 

Bunda mungkin memiliki harapan tertentu terhadap perilaku, penampilan, atau pilihan hidup anak mereka, yang mungkin tidak sesuai dengan keinginan atau identitas anaknya. 

Misalnya, seorang ibu mungkin ingin anaknya berprestasi di bidang akademik, sementara si anak lebih tertarik pada seni atau kegiatan ekstrakurikuler lainnya.

2. Perubahan Hormonal dan Emosional

Perubahan hormonal selama masa remaja bisa mempengaruhi emosi dan perilaku anak perempuan, membuat mereka lebih mudah tersinggung atau marah.

Hal ini bisa memicu ketegangan antara ibu dan anak, terutama jika ibu tidak memahami atau merespon dengan empati terhadap perubahan tersebut.

3. Perjuangan untuk Kemandirian

Menurut Dr. Carl Pickhardt, seorang psikolog perkembangan, pertengkaran antara ibu dan anak perempuan sering kali mencerminkan perjuangan anak untuk mandiri. 

Pada masa remaja, anak perempuan mulai mengembangkan identitas mereka sendiri dan merasa perlu untuk mempertahankan otonomi mereka. 

Ini bisa menyebabkan konflik dengan Bunda yang mungkin merasa kehilangan kontrol atau khawatir tentang keselamatan dan keputusan anak mereka.

4. Kebutuhan untuk Pengakuan dan Validasi

Dr. Laura Markham, seorang psikolog klinis dan pendiri Aha! Parenting, menekankan pentingnya pengakuan dan validasi dalam hubungan ibu dan anak perempuan.

Anak perempuan sering mencari pengakuan dari ibu mereka untuk merasa dihargai dan diterima. 

Ketika ibu tidak memberikan pengakuan yang cukup atau memberikan kritik berlebihan, anak bisa merasa tidak dihargai, yang kemudian memicu konflik.

5. Proyeksi dan Transference

Ibu dan anak perempuan sering memproyeksikan perasaan dan pengalaman mereka sendiri ke dalam hubungan mereka. 

Misalnya, seorang ibu yang mengalami tekanan atau ketidakpuasan dalam hidupnya mungkin secara tidak sadar memproyeksikan perasaan tersebut kepada anak perempuannya, yang kemudian menyebabkan ketegangan dan pertengkaran.

6. Komunikasi yang Tidak Efektif

Komunikasi yang buruk juga merupakan faktor signifikan dalam pertengkaran antara Bunda dan putrinya. Pola komunikasi negatif seperti kritik, penghinaan, defensif, dan penarikan diri bisa merusak hubungan. 

Dalam konteks ibu dan anak, komunikasi yang tidak efektif bisa memperburuk konflik dan menciptakan siklus negatif yang sulit dipecahkan.

7. Pengaruh Budaya dan Sosial

Pengaruh budaya dan sosial juga bisa mempengaruhi hubungan ibu dan anak perempuan. Misalnya, tekanan dari media sosial dan masyarakat untuk mencapai standar tertentu dalam penampilan atau perilaku bisa meningkatkan stres dan ketidakpuasan, yang kemudian memicu konflik antara ibu dan anak perempuan.

Apa Saja Dampak Negatif dari Pertengkaran Ibu dan Anak Perempuan yang Berkepanjangan?

Pertengkaran antara ibu dan anak perempuan memang wajar terjadi dalam dinamika keluarga. Namun, pertengkaran yang berkepanjangan dan tidak terselesaikan dengan baik dapat membawa dampak negatif yang signifikan bagi kedua belah pihak, baik secara emosional, mental, maupun dalam hubungan mereka di masa depan. 

Berikut beberapa dampak negatif yang perlu diwaspadai:

1. Luka Emosional dan Rasa Sakit yang Mendalam

Pertengkaran yang terus menerus dapat meninggalkan luka emosional yang mendalam bagi ibu dan anak perempuan. Kata-kata kasar, kritikan pedas, dan rasa saling menyakiti dapat membekas di ingatan dan membuat mereka sulit untuk saling memaafkan. 

Hal ini dapat berakibat pada rasa sakit hati, dendam, dan kepahitan yang berkepanjangan, bahkan dapat mengganggu kesehatan mental dan emosional mereka di masa depan.

2. Rusaknya Hubungan dan Kepercayaan

Pertengkaran dengan orang lain dapat menyebabkan rusaknya rasa kepercayaan dan rasa aman dalam hubungan ibu dan anak perempuan.

Ketika rasa saling percaya terkikis, mereka akan kesulitan untuk berkomunikasi secara terbuka dan jujur, dan membangun kembali hubungan yang harmonis menjadi semakin sulit.

3. Gangguan Kesehatan Mental dan Emosional

Stres dan kecemasan yang diakibatkan oleh pertengkaran yang berkepanjangan dapat berdampak negatif pada kesehatan mental dan emosional ibu dan anak perempuan. 

Mereka mungkin mengalami depresi, kecemasan, insomnia, dan bahkan masalah fisik seperti sakit kepala, kelelahan, dan tekanan darah tinggi.

4. Dampak Negatif pada Perkembangan Anak Perempuan

Pertengkaran yang sering terjadi di rumah dapat menghambat perkembangan emosional dan sosial anak perempuan. Mereka mungkin merasa tidak aman, tidak dicintai, dan tidak dihargai. 

Hal ini dapat berakibat pada rendahnya rasa percaya diri, kesulitan dalam membangun hubungan dengan orang lain, dan bahkan masalah perilaku di sekolah.

5. Trauma dan Pola Perilaku Negatif di Masa Depan

Pengalaman pertengkaran yang berkepanjangan di masa kecil dapat meninggalkan trauma bagi anak perempuan. 

Trauma ini dapat mempengaruhi pola pikir dan perilakunya di masa depan, seperti kesulitan dalam menjalin hubungan yang sehat, memiliki rasa cemas dan insecure, dan bahkan mengulangi pola perselisihan yang sama dalam hubungannya sendiri.

Strategi Komunikasi untuk Menyelesaikan Konflik Ibu dan Anak Perempuan

Konflik antara ibu dan anak perempuan merupakan hal yang wajar terjadi dalam dinamika keluarga, namun jika tidak ditangani dengan tepat dapat berakibat buruk pada hubungan keduanya. Pemeliharaan hubungan perlu dilakukan agar hubungan antar keluarga senantiasa terjalin dengan baik. 

Pemeliharaan hubungan merujuk pada perilaku yang digunakan untuk memastikan bahwa suatu hubungan tetap berlangsung dan memenuhi tingkat kualitas yang diinginkan. Stafford & Canary (2014) menciptakan klasifikasi perilaku pemeliharaan hubungan yang melibatkan beberapa dimensi, yaitu:

1. Positivity

Positivity mencakup sikap menunjukkan sikap positif dalam interaksi dan memberikan pujian. Dalam konteks hubungan ibu dan anak perempuan, ibu dapat berusaha mempertahankan keceriaan dalam setiap interaksi dengan anaknya, seperti dengan memberikan pujian ketika anak berhasil mencapai sesuatu. 

Hal ini dapat menciptakan lingkungan yang mendukung dan positif, sehingga memperkuat ikatan emosional antara ibu dan anak.

2. Openness

Openness melibatkan percakapan terbuka dan mendengarkan satu sama lain. Ibu dan anak perempuan dapat membuka diri dan menyuarakan pemikirannya secara jujur. Mereka juga saling berbicara dan mendengarkan satu sama lain untuk bertukar pikiran. 

Misalnya, ibu dapat mengajak anak untuk berbicara tentang masalah yang dihadapinya di sekolah atau dalam pergaulan, mendengarkan tanpa menghakimi, dan memberikan masukan yang konstruktif.

3. Assurances

Assurances adalah tindakan memberikan jaminan terkait komitmen dalam hubungan. Ibu dapat senantiasa memberikan dukungan saat anak sedang mengalami masalah, seperti memberikan dorongan moral atau bantuan praktis.

Ini menunjukkan komitmen ibu terhadap kesejahteraan anaknya dan membantu membangun kepercayaan.

4. Avoidance

Avoidance adalah sikap menghindari situasi atau masalah tertentu yang berpotensi menimbulkan konflik. Ibu dan anak perempuan dapat belajar untuk menghormati privasi masing-masing dan tidak memaksakan pembicaraan tentang topik yang sensitif tanpa persiapan yang tepat.

5. Humor

Humor adalah sikap yang memberikan hiburan melalui lelucon untuk membuat hubungan lebih menyenangkan.

Ibu dan anak perempuan dapat berbagi momen tawa dan kebahagiaan, yang dapat membantu meredakan ketegangan dan meningkatkan ikatan emosional.

Tips Membangun Hubungan yang Harmonis antara Ibu dan Anak Perempuan

Supaya hubungan antara Bunda dan anak perempuan tetap harmonis dan kalian bisa menjadi teman curhat yang menyenangkan, berikut adalah beberapa cara yang bisa Bunda lakukan:

1. Mencoba Berpikir Terbuka

Cobalah untuk melihat sesuatu dari berbagai perspektif. Pahami bahwa kebutuhan anak perempuan mungkin berbeda dengan kebutuhan Bunda saat seusianya dulu. 

Menghindari membanding-bandingkannya sangat penting untuk menjaga kepercayaan dirinya. Selain itu, hindari menaruh harapan yang terlalu tinggi yang bisa memberatkannya. 

Studi mengatakan anak-anak yang dibesarkan dalam lingkungan yang mendukung dan tanpa tekanan berlebihan cenderung memiliki hubungan yang lebih baik dengan orang tua mereka dan lebih sukses dalam kehidupan sosial dan akademis.

2. Menjadi Pendengar yang Baik

Menyimak cerita anak adalah bentuk nyata dari empati. Jadilah pendengar yang baik untuk putri Bunda. Tunjukkan sikap antusias terhadap ceritanya dengan tidak sibuk sendiri, menatap matanya, dan memegang tangannya saat bercerita. 

Anak-anak yang merasa didengar oleh orang tua mereka memiliki keterampilan komunikasi yang lebih baik dan lebih percaya diri dalam menyampaikan pendapat mereka.

3. Menerima Masukan dari Anak

Sebagai orang tua, tugas utama adalah mendidik dan membimbing anak. Namun, ini bukan berarti orang tua harus menutup telinga terhadap pendapat anak. 

Jika putri Bunda berbagi pengetahuan atau menyampaikan pendapatnya, hargai, dengarkan, dan pertimbangkan masukan tersebut. 

Sebuah penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang merasa pendapat mereka dihargai oleh orang tua cenderung memiliki hubungan yang lebih baik dengan orang tua mereka dan merasa lebih termotivasi untuk berbagi pemikiran dan perasaan mereka.

4. Memberi Anak “Ruang”

Jangan mengekang anak perempuan secara berlebihan. Dia juga perlu waktu untuk “me time” dan melakukan aktivitas yang disukainya.

Berikan juga kesempatan untuk menyelesaikan masalahnya sendiri. Percayalah, putri Bunda bisa melakukannya. 

Studi sosial menunjukkan bahwa anak-anak yang diberikan kebebasan untuk mengeksplorasi dan menyelesaikan masalah sendiri cenderung lebih mandiri dan memiliki keterampilan pemecahan masalah yang lebih baik.

A Word From Navila

Kesimpulannya, mengapa ibu dan anak perempuan sering bertengkar? Ini disebabkan oleh perbedaan ekspektasi, perubahan hormonal, dan perjuangan untuk kemandirian antara ibu kepada anak perempuannya. 

Namun, dengan memahami faktor-faktor psikologis yang mendasari pertengkaran ini, ibu dan anak perempuan dapat memperbaiki cara mereka berkomunikasi dan berinteraksi. 

Pendekatan yang mencakup berpikir terbuka, menjadi pendengar yang baik, menerima masukan, serta memberikan ruang bagi anak untuk mandiri, dapat membantu memperkuat ikatan emosional dan mengurangi frekuensi serta intensitas konflik. 

Studi menunjukkan bahwa dengan menciptakan lingkungan yang suportif dan menghargai kebutuhan masing-masing, hubungan ibu dan anak perempuan dapat menjadi lebih harmonis dan saling mendukung. Semangat selalu Bunda!

Mau informasi terlengkap dan terupdate lainnya Bunda? Yuk, kunjungi akun media sosial Navila di Instagram @navilababy dan TikTok @navilacare.