Di zaman sekarang, keluarga dihadapkan dengan berbagai tantangan yang memerlukan cara-cara khusus untuk mengatasinya. Perubahan dalam peran keluarga, di mana peran tradisional sering digantikan oleh peran gender yang lebih fleksibel, bisa menyebabkan ketidakseimbangan dalam pembagian tugas dan tanggung jawab. Secara tidak langsung ini menimbulkan ketegangan dan konflik.
Tekanan dari pekerjaan, seperti jam kerja yang panjang, juga seringkali mengurangi waktu berkualitas bersama keluarga, sehingga komunikasi dan kedekatan emosional menjadi kurang. Selain itu, teknologi dan media sosial berperan besar dalam dinamika keluarga masa kini.
Walaupun teknologi bisa mempererat hubungan, ini juga sering mengalihkan perhatian dan mengurangi waktu interaksi langsung. Media sosial sering memperburuk keadaan dengan memunculkan standar yang tidak realistis dan menambah tekanan.
Karena itu, penting untuk memiliki strategi yang tepat dalam mengatasi perubahan peran, mengelola tekanan pekerjaan, dan menggunakan teknologi dengan bijak, sehingga keluarga tetap harmonis dan saling mendukung. Berikut beberapa strategi membangun keluarga utuh dan tangguh di era modern ini, yaitu:
- 1. Menerapkan "Micro-Bonding Time" di Tengah Kesibukan
- 2. Latih Keluarga untuk Menangani Tekanan dengan "Emotional Resilience Training"
- 3. Digital Detox Rutin untuk Menjaga Keharmonisan
- 4. Mempraktikkan "Positive Parenting" yang Berdampak Jangka Panjang
- 5. Membuat "Ritual Keluarga" Sebagai Penguat Identitas
1. Menerapkan “Micro-Bonding Time” di Tengah Kesibukan
Micro-bonding adalah momen singkat namun berkualitas, seperti berbicara sebelum tidur atau saat sarapan bersama, yang dapat mempererat hubungan emosional.
Bahkan dalam kesibukan sehari-hari, momen kecil seperti ini, misalnya dengan mendengarkan cerita anak atau membaca buku bersama, bisa memberikan dampak besar dalam membangun hubungan keluarga yang lebih erat.
Walaupun Bunda dan Ayah sering terburu-buru dalam rutinitas sehari-hari, luangkan waktu untuk interaksi kecil yang bermakna ini.
Momen singkat tapi intens ini membantu menjaga keharmonisan dan kebersamaan, serta memberikan dukungan emosional yang dibutuhkan keluarga modern yang sibuk menyeimbangkan karier, waktu pribadi, dan tanggung jawab keluarga.
2. Latih Keluarga untuk Menangani Tekanan dengan “Emotional Resilience Training“
Ketahanan emosional (emotional resilience) adalah kemampuan untuk menghadapi, beradaptasi, dan bangkit kembali dari tekanan atau tantangan hidup.
Melatih ketahanan emosional ini berarti membantu keluarga mengembangkan keterampilan dalam mengelola stres, menjaga komunikasi yang terbuka, serta tetap berpikir positif di tengah situasi sulit.
Beberapa teknik yang bisa dicoba salah seperti mindfulness, meditasi bersama keluarga, serta rutin melakukan diskusi terbuka. Aktivitas-aktivitas ini membantu anggota keluarga menjadi lebih sadar diri dan mengontrol emosi mereka dengan lebih baik.
Dengan melatih kemampuan ini secara kolektif, keluarga akan lebih siap menghadapi krisis dengan tenang dan sikap yang membangun, menciptakan keluarga yang semakin kuat dan kompak.
3. Digital Detox Rutin untuk Menjaga Keharmonisan
Di zaman yang serba digital ini, sering kali gadget jadi penghalang dalam hubungan keluarga. Salah satu cara efektif untuk memperbaiki komunikasi dan keintiman adalah dengan melakukan digital detox, atau istirahat sejenak dari perangkat elektronik.
Misalnya, keluarga bisa menentukan satu hari atau beberapa jam di akhir pekan untuk tidak menggunakan gadget dan fokus pada interaksi nyata.
Aktivitas sederhana seperti makan bersama, bermain permainan tradisional, atau sekadar ngobrol tanpa gangguan teknologi, bisa mempererat hubungan emosional dan menciptakan momen kebersamaan yang lebih berkualitas.
Dengan begitu, setiap anggota keluarga bisa lebih hadir secara emosional, meningkatkan rasa kedekatan dan empati, yang sangat penting untuk menjaga keluarga tetap solid dan harmonis.
4. Mempraktikkan “Positive Parenting” yang Berdampak Jangka Panjang
Positive parenting adalah pendekatan yang lebih menekankan pengakuan dan penghargaan terhadap perilaku baik anak. Daripada fokus pada kesalahan atau kekurangan, Bunda dan Ayah diajak untuk memberikan pujian spesifik ketika anak menunjukkan sikap yang positif.
Contohnya, jika anak menyelesaikan tugas rumah dengan baik, alih-alih hanya mengatakan “Bagus,” berikan apresiasi yang lebih jelas seperti, “Aku bangga kamu menyelesaikan tugasmu dengan sangat baik.”
Pujian yang tepat seperti ini lebih efektif dalam memotivasi anak. Selain pujian, positive parenting juga melibatkan memberikan dorongan yang sifatnya membangun. Dorongan ini bukan hanya soal memuji, tapi juga memberikan anak dukungan dan alat yang mereka butuhkan untuk berkembang.
Dengan cara ini, anak akan belajar bagaimana menghadapi tantangan dan memperbaiki kesalahan mereka secara positif dan konstruktif.
5. Membuat “Ritual Keluarga” Sebagai Penguat Identitas
Ritual keluarga bisa menjadi cara yang efektif untuk memperkuat nilai-nilai keluarga, meningkatkan komunikasi, dan menciptakan kenangan indah bersama. Misalnya, makan malam bersama secara rutin dapat menjadi momen untuk saling berbagi cerita tentang hari masing-masing.
Begitu juga, merayakan hari libur dengan tradisi khusus bisa memperkuat rasa kebersamaan dan identitas keluarga, terutama di tengah perubahan zaman yang begitu cepat. Selain itu, ritual-ritual ini menciptakan rasa stabilitas dan keamanan, yang penting untuk menghadapi tekanan dan tantangan kehidupan sehari-hari.
Menjaga keharmonisan keluarga di era modern adalah hal yang penting untuk dilakukan demi kesejahteraan bersama serta memenuhi indikator keluarga bahagia. Mari mulai langkah kecil hari ini untuk membangun hubungan yang lebih kuat dan menghadapi tantangan hidup bersama sebagai satu kesatuan keluarga yang solid.
Itulah dia informasi seputar tentang keluarga utuh dan tangguh. Biar makin paham, ayo Bunda kunjungi akun Navila di Instagram @navilababy dan TikTok @navilacare dan dapatkan informasi moms and baby menarik lainnya.
2 comments