Pernah dengar tentang nyamuk Jepang, Bunda? Meski namanya terdengar asing, nyamuk ini bisa membawa bahaya besar bagi keluarga, lho.

Gigitan nyamuk ini bisa menularkan virus yang serius, berpotensi merusak otak dan mengancam nyawa, terutama pada anak-anak.

Lalu bagaimana cara mencegah gigitan nyamuk ini? Simak informasi berikut untuk selengkapnya.

Apa itu Nyamuk Jepang dan Bahayanya?

Apa itu Nyamuk Jepang dan Bahayanya?

Nyamuk Jepang, atau Culex tritaeniorhynchus, adalah jenis nyamuk yang berasal dari Asia Timur dan Asia Tenggara, mencakup Jepang, Tiongkok, India, dan negara-negara Asia lainnya.

Nyamuk ini sering berkembang biak di perairan tenang seperti sawah, kolam, dan selokan di daerah pedesaan.

Kemampuan nyamuk ini untuk beradaptasi dengan lingkungan tropis dan subtropis memungkinkan mereka menyebar ke wilayah yang lebih luas, termasuk Indonesia.

Perubahan iklim dan peningkatan mobilitas global juga menyebabkan penyebaran nyamuk ini hingga ke negara-negara di Eropa dan Amerika.

Salah satu penyakit serius yang ditularkan oleh nyamuk ini adalah Japanese Encephalitis (JE), infeksi otak yang disebabkan oleh virus Japanese Encephalitis (JEV).

Nyamuk menyebarkan virus ini setelah menggigit hewan, seperti babi dan burung, yang menjadi inang virus tersebut.

Di Asia, jutaan orang berisiko terinfeksi setiap tahun, dan meskipun hanya sedikit yang menunjukkan gejala, komplikasi penyakit ini bisa sangat parah, bahkan menyebabkan kematian atau kerusakan otak permanen.

Ada beberapa mitos tentang nyamuk Jepang, salah satunya adalah bahwa gigitan mereka dianggap lebih berbahaya daripada nyamuk lokal.

Faktanya, bahayanya lebih terkait dengan penyakit yang mereka bawa, seperti JE, bukan dari gigitan mereka itu sendiri.

Selain itu, meskipun nyamuk Jepang lebih aktif pada malam hari, mereka juga dapat menggigit di siang hari, terutama di area yang lembab dan teduh.

Japanese Encephalitis

Japanese Encephalitis (JE) adalah peradangan otak yang disebabkan oleh virus JE, ditularkan melalui gigitan nyamuk Culex yang hidup di area berair seperti sawah dan kolam.

Hewan seperti babi, kuda, dan beberapa jenis burung menjadi inang virus ini. Kasus pertama penyakit virus ini tercatat pada tahun 1871 di Jepang.

Meskipun nyamuk menyebarkan virus dari hewan ke manusia, manusia tidak dapat menyebarkannya kembali.

Gejala JE muncul 4-14 hari setelah gigitan, meliputi demam tinggi, perubahan perilaku, sakit kepala, dan gangguan motorik.

Pada anak-anak, gejala tambahan seperti kejang dan muntah sering terjadi. Menurut Dinkes DIY, penyakit ini memiliki tingkat kematian 5-30%, lebih tinggi pada anak-anak di bawah 10 tahun.

Bagi yang selamat, komplikasi seperti gangguan motorik, perilaku, dan intelektual sering terjadi.

Namun, sekitar 1 dari 250 kasus JE dapat menyebabkan gejala berat seperti demam tinggi, napas cepat, leher kaku, muntah parah, kaku otot, gangguan penglihatan, kebingungan, sulit bicara, tremor, kejang (terutama pada anak-anak), kelumpuhan, hingga koma.

Karena belum ada obat khusus, pencegahan seperti imunisasi dan perlindungan dari gigitan nyamuk sangat penting.

Risiko penularan meningkat pada musim hujan, di wilayah endemik, dan pada orang tanpa kekebalan alami atau imunisasi.

Pengendalian nyamuk dan kebersihan lingkungan, serta imunisasi, menjadi langkah pencegahan utama.

Perbandingan Nyamuk Jepang dengan Nyamuk Aedes

Perbandingan Nyamuk Jepang dengan Nyamuk Aedes

Sama-sama nyamuk yang membahayakan ternyata jenis nyamuk Jepang dan aedes memiliki beberapa perbedaan. Berikut rinciannya:

1. Habitat

Nyamuk Jepang (Culex tritaeniorhynchus) lebih sering ditemukan di daerah pedesaan dengan perairan tenang seperti sawah, kolam, dan selokan.

Mereka berkembang biak di lingkungan berair yang berdekatan dengan hewan ternak seperti babi dan burung air, yang menjadi inang virus Japanese Encephalitis.

Sebaliknya, nyamuk Aedes (termasuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus), penyebab demam berdarah, zika, dan chikungunya, berkembang di wilayah perkotaan.

Mereka suka bertelur di genangan air buatan seperti wadah air, ban bekas, dan pot tanaman.

2. Waktu Aktif

Nyamuk Jepang aktif di malam hari (nocturnal), biasanya menggigit manusia dan hewan di sekitar fajar dan senja, sehingga lebih jarang terlihat.

Sementara nyamuk Aedes aktif pada siang hari (diurnal), terutama di pagi dan sore hari, yang membuat mereka lebih sering berinteraksi dengan manusia dan dianggap lebih berbahaya.

3. Penyebaran Penyakit

Nyamuk Jepang adalah vektor utama Japanese Encephalitis (JE), penyakit otak yang serius, terutama di Asia, yang ditularkan dari hewan seperti babi dan burung air ke manusia.

Nyamuk Aedes menyebarkan penyakit yang lebih umum seperti demam berdarah, zika, chikungunya, dan demam kuning, yang sering menyebabkan epidemi di negara tropis.

4. Agresivitas

Nyamuk Aedes dikenal lebih agresif karena mereka aktif di siang hari dan tinggal dekat dengan manusia. Gigitan mereka lebih terasa dan menimbulkan rasa gatal.

Meskipun nyamuk Jepang bisa menularkan penyakit mematikan seperti JE, mereka tidak dianggap seagresif Aedes, karena lebih aktif di malam hari dan sering berinteraksi dengan hewan ternak daripada manusia.

Mengapa Nyamuk Jepang Bisa Beradaptasi dengan Iklim Tropis?

Nyamuk Jepang (Culex tritaeniorhynchus) dapat berkembang dengan baik di wilayah tropis seperti Indonesia karena beberapa alasan utama.

Pertama, mereka memiliki kemampuan untuk berkembang biak di perairan tenang seperti sawah, kolam, dan selokan.

Curah hujan yang tinggi di daerah tropis menciptakan banyak genangan air yang menjadi tempat ideal bagi nyamuk ini untuk bertelur dan menyelesaikan siklus hidupnya sepanjang tahun.

Selain itu, nyamuk Jepang memiliki toleransi yang luas terhadap suhu hangat. Iklim tropis yang selalu panas mendukung pertumbuhan mereka, memungkinkan spesies ini berkembang biak dalam suhu yang relatif tinggi.

Kondisi ini sangat mendukung keberlangsungan populasi nyamuk di berbagai wilayah tropis.

Faktor lain adalah ketersediaan hewan inang. Di pedesaan, tempat yang sering menjadi habitat nyamuk Jepang, terdapat banyak hewan ternak seperti babi dan burung air yang berfungsi sebagai inang virus Japanese Encephalitis.

Hal ini membuat ekosistem di wilayah tropis seperti Indonesia cocok untuk nyamuk Jepang dalam penyebaran virus tersebut.

Perubahan iklim juga mempengaruhi persebaran nyamuk Jepang.

Peningkatan suhu global memungkinkan mereka untuk berkembang di wilayah yang sebelumnya tidak sesuai bagi siklus hidup mereka.

Pemanasan global mendorong nyamuk ini untuk menyebar ke daerah subtropis dan sedang yang lebih hangat.

Selain itu, perubahan pola curah hujan yang tidak stabil juga menciptakan lebih banyak genangan air, memperluas habitat nyamuk.

Di wilayah tropis, musim hujan yang semakin panjang memperpanjang periode mereka berkembang biak, sehingga meningkatkan populasi secara signifikan.

Globalisasi dan mobilitas manusia juga berkontribusi pada penyebaran nyamuk Jepang ke luar Asia.

Aktivitas perdagangan dan transportasi memungkinkan nyamuk untuk berpindah ke berbagai negara, memperluas jangkauan penyebaran mereka.

Cara Unik Menghindari Gigitan Nyamuk Jepang

Agar terhindar dari gigitan nyamuk Jepang, beberapa cara bisa Bunda lakukan, di antaranya:

1. Tanaman Pengusir Nyamuk 

Tanaman seperti citronella, lavender, dan basil dikenal dapat mengusir nyamuk berkat aromanya yang tidak disukai oleh nyamuk.

Menanam tanaman ini di kebun atau meletakkannya di pot di sekitar area yang sering dikunjungi bisa membantu mengurangi jumlah nyamuk Jepang di lingkungan sekitar.

2. Minyak Esensial 

Minyak esensial dari citronella, eucalyptus, dan neem juga efektif sebagai pengusir nyamuk.

Mengoleskan minyak ini ke kulit atau menggunakan diffuser di rumah dapat membantu mengurangi risiko gigitan nyamuk.

Penelitian menunjukkan bahwa minyak citronella bisa memberikan perlindungan yang cukup lama.

Salah satu minyak esensial yang bisa Bunda pakai adalah minyak telon. Kandungan utama dari minyak esensial ini (minyak kayu putih, minyak adas, minyak kelapa) mampu memberikan manfaat mengusir nyamuk serta memberikan dampak kesehatan pada tubuh. 

Minyak Telon yang Bagus untuk Perut Kembung Bayi

Minyak telon Navila hadir dengan 5 varian, yaitu Arraso, Saranghae, Green Tea, Lavender, dan Kasturi.

Selain tiga kandungan utama, minyak telon Navila juga mengandung bahan tambahan, seperti minyak lavender, minyak zaitun, minyak teh hijau, minyak kasturi, dll.

Sehingga selain mencegah gigitan serangga, minyak telon Navila juga membantu menghangatkan tubuh, melembabkan kulit serta mengatasi masalah pencernaan seperti perut kembung.

3. Teknologi Terbaru 

Teknologi terbaru dalam mengatasi nyamuk termasuk penggunaan perangkap yang memancarkan karbon dioksida atau suhu tubuh untuk menarik nyamuk dan menangkapnya.

Selain itu, lampu UV juga digunakan untuk menarik dan mengurangi populasi nyamuk di area tertentu.

4. Pakaian Berwarna 

Warna pakaian dapat mempengaruhi ketertarikan nyamuk. Penelitian menunjukkan bahwa nyamuk lebih tertarik pada warna gelap seperti hitam dan biru tua.

Warna gelap menyerap lebih banyak panas, membuat Anda lebih mudah terdeteksi oleh nyamuk.

Sebaliknya, pakaian berwarna terang seperti putih atau kuning dapat mengurangi risiko gigitan.

5. Imunisasi JE 

Memberikan imunisasi Japanese Encephalitis (JE) kepada anak-anak adalah langkah penting untuk mencegah infeksi dan melindungi mereka dari penyakit yang disebabkan oleh nyamuk Jepang.

Imunisasi efektif dalam mencegah infeksi dan mengurangi risiko penyakit

Kasus Nyamuk Jepang di Indonesia

Menurut Kompas, terdapat 13 kasus Japanese Encephalitis (JE) yang terdeteksi di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Menanggapi hal ini, Pemerintah Kota Yogyakarta akan memulai program vaksinasi JE pada September 2024.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, Emma Rahmi Aryani, menyatakan bahwa JE ditularkan melalui gigitan nyamuk dan merupakan penyakit serius di Asia, termasuk Indonesia.

Emma menjelaskan bahwa 13 kasus JE ditemukan di luar Kota Yogyakarta, di wilayah lain dalam DIY.

Meskipun begitu, vaksinasi akan dilakukan di seluruh DIY, menargetkan anak-anak usia 9 bulan hingga di bawah 15 tahun.

Program vaksinasi ini dimulai pada September 2024, sementara bayi berusia 10 bulan akan mendapatkan vaksin JE pada bulan November.

Langkah ini sesuai dengan arahan Kementerian Kesehatan dan masih memerlukan persiapan lebih lanjut untuk pelaksanaan vaksinasi.

Jaga kebersihan lingkungan sekitar dan terapkan langkah-langkah pencegahan untuk menghindari gigitan nyamuk.

Lindungi diri dan keluarga dengan menjaga kebersihan serta menggunakan produk-produk yang dapat mengusir nyamuk.

Imunisasi juga merupakan langkah kunci untuk melindungi si kecil dari Japanese Encephalitis.

Bunda mau informasi seputar moms and baby lainnya? Ayo kunjungi media sosial Navila di Instagram @navilababy dan TikTok @navilacare. Sehat selalu Bunda dan keluarga!