Sibling rivalry adalah salah satu tantangan paling umum dalam dunia parenting, namun juga yang paling sering bikin orang tua kewalahan. Ketika kakak mulai merasa “tersaingi” oleh kehadiran adik, pertengkaran kecil, saling berebut mainan, hingga drama tangisan tanpa sebab bisa menjadi pemandangan harian. Sebagian orang tua mungkin menanggapinya sebagai hal wajar. Tapi benarkah selalu normal? Kapan kita harus mulai waspada?
Persaingan antar saudara lebih dari sekadar iri atau berebut perhatian. Di baliknya, ada dinamika emosi yang kompleks, sering kali berakar dari pola asuh, respons orang tua, hingga transisi dalam keluarga seperti kelahiran adik. Artikel ini akan membahas secara menyeluruh dari sisi psikologi perkembangan anak: mulai dari penyebab yang kerap tak disadari, pendekatan berdasarkan usia, hingga tips pencegahan dari perspektif parenting dan kebidanan modern.
Apa Itu Sibling Rivalry?
Sibling rivalry adalah persaingan emosional antara saudara kandung yang muncul dari kebutuhan akan pengakuan, cinta, dan perlakuan adil dari orang tua. Ini bukan sekadar konflik sepele, tapi bentuk respons yang dalam terhadap perubahan posisi dan dinamika dalam keluarga. Menurut American Academy of Pediatrics, rivalitas ini bisa berupa kecemburuan, rasa tersaingi, atau pertarungan mendapatkan perhatian.
Bahkan, persaingan bisa dimulai sejak Ibu hamil. Anak pertama yang sebelumnya jadi pusat perhatian bisa merasa kehilangan posisi saat adik menjadi fokus utama keluarga. Ketika tak mendapatkan ruang untuk mengekspresikan perasaan tersebut, anak bisa merasa tersisih. Menurut psikolog anak Dr. Laura Markham, ini bukan soal kenakalan, tapi sinyal dari kebutuhan emosional yang belum terpenuhi.
Namun, tidak semua rivalitas bersifat buruk. Jika dikelola dengan sehat, konflik ini bisa melatih anak mengelola emosi, berempati, dan menyelesaikan masalah. Sebaliknya, jika dibiarkan, bisa tumbuh menjadi konflik berlarut. Studi dari University of New Hampshire menunjukkan, anak yang terus mengalami agresi dari saudaranya berisiko lebih tinggi mengalami kecemasan dan depresi saat remaja. Karena itu, penting bagi orang tua untuk tanggap dan bijak.
Kapan dan Mengapa Sibling Rivalry Terjadi?
Rivalitas antar saudara umumnya mulai terlihat saat anak berusia 1–3 tahun, ketika mereka mulai mengenal konsep “milikku” dan sangat haus perhatian. Studi dalam Pediatrics Journal mencatat, balita bisa terlibat konflik dengan saudaranya hingga enam kali dalam satu jam, karena mereka belum mampu mengelola emosi dan memahami perspektif orang lain.
Memasuki usia 5–6 tahun, anak mulai menyadari perbedaan peran dan mulai membandingkan diri. Rivalitas bisa berbentuk kompetisi akademik, sosial, atau soal validasi dari orang tua. Di masa praremaja dan remaja (10–15 tahun), konflik sering memuncak karena anak mulai membentuk identitas diri dan merasa perlu diakui sebagai pribadi yang unik.
Selain usia, faktor lain seperti jarak usia, pola asuh, dan cara orang tua membagi perhatian juga sangat berpengaruh. Jarak usia yang dekat memicu persaingan karena kebutuhan keduanya serupa, sedangkan jarak terlalu jauh bisa menimbulkan dominasi kakak. Ketika orang tua sering membandingkan atau menuntut kakak menjadi contoh, itu bisa menjadi luka emosional yang terbawa hingga dewasa.
Cara Mengatasi Sibling Rivalry Berdasarkan Usia Anak
Berikut adalah beberapa cara mengatasi sibling rivalry menurut usia anak, di antaranya:
1. Balita (Refleksi Emosi dan Waktu Eksklusif untuk Kakak)
Balita belum bisa menamai perasaannya, apalagi mengelolanya. Ketika cemburu terhadap adik, mereka cenderung menunjukkan perilaku tantrum atau agresif. Di sinilah metode emotion coaching sangat efektif. Orang tua bisa membantu anak mengenali emosinya dengan kalimat seperti, “Kakak sedih ya karena Mama lebih sering gendong adik.”
Selain itu, luangkan waktu khusus bersama kakak. Cukup 10–15 menit per hari, tanpa gangguan adik, bisa membuat anak merasa tetap dicintai. Aktivitas sederhana seperti membaca buku atau menggambar bersama mampu menumbuhkan kelekatan emosional dan meredam rasa tersaingi.
2. Usia Sekolah (Libatkan Anak dalam Peran Positif)
Anak usia sekolah mulai membentuk identitas dan mudah merasa dibandingkan. Hindari kalimat seperti “kakak harus mengalah,” karena itu bisa membuat anak merasa tak adil. Ajak mereka menjadi panutan adik, bukan penjaga penuh tanggung jawab. Libatkan dalam aktivitas ringan seperti membaca buku untuk adik atau membantu menyiapkan popok, yang sifatnya sukarela.
Program SIBS Intervention dari Penn State University menunjukkan bahwa pemberian peran positif pada anak dapat menurunkan konflik dan meningkatkan kelekatan antar saudara. Anak merasa berharga, bukan tersisihkan.
3. Remaja (Kelola Konflik Lewat Dialog dan Solusi Win–Win)
Pada usia remaja, konflik bisa bersumber dari nilai, perbedaan minat, atau perhatian orang tua. Di fase ini, anak lebih bisa diajak berdiskusi logis. Ajarkan mereka teknik penyelesaian masalah yang adil, bukan siapa menang siapa kalah. Fasilitasi dialog terbuka agar setiap anak merasa didengarkan.
Contohnya, jika dua anak berebut ruang belajar, bantu mereka menyusun jadwal bersama. Peran orang tua sebagai mediator netral penting agar anak belajar menyelesaikan konflik secara dewasa dan konstruktif.
4. Dewasa (Rekonsiliasi Luka Lama dan Konseling)
Persaingan masa kecil yang tak diselesaikan bisa meninggalkan luka emosional. Banyak saudara dewasa yang hubungannya renggang karena kenangan diperlakukan tak adil, dibandingkan, atau dibebani sejak kecil. Healing perlu dilakukan lewat dialog terbuka atau konseling keluarga, bukan dengan paksaan akur.
Rekonsiliasi sering kali berhasil ketika ada keberanian untuk memulai percakapan dengan empati. Orang tua juga bisa berperan mendukung secara emosional, dengan cara yang tidak menyalahkan masa lalu.
Apa Kata Ahli Parenting dan Kebidanan?
Para ahli kebidanan dan parenting sepakat bahwa sibling rivalry seharusnya dicegah sejak masa kehamilan. Studi dari Journal of Obstetric, Gynecologic & Neonatal Nursing menyatakan bahwa perubahan dinamika pasca kelahiran anak kedua sangat memengaruhi kestabilan emosi anak pertama. Maka, kelas persiapan jadi kakak kini banyak dianjurkan rumah sakit.
Namun, efek kelas tersebut bisa bersifat sementara jika tidak disertai pola asuh yang konsisten. Studi dari Volling dkk. di University of Michigan menegaskan pentingnya pendekatan inklusif dari orang tua. Memberi peran sebagai “penjaga adik” terlalu dini justru bisa membebani kakak secara emosional, terutama jika perasaannya tak divalidasi.
Dari perspektif kebidanan modern, mencegah rivalitas sejak masa antenatal adalah pendekatan terbaik. Anak bisa dilibatkan dalam proses menyambut adik sejak awal, misalnya dengan menyiapkan perlengkapan bayi, mengenal perubahan tubuh Mams, atau sekadar diajak berbicara tentang peran barunya. Ketika anak merasa dilibatkan dan tetap dicintai, rivalitas bisa dicegah sebelum tumbuh menjadi konflik besar.
A Word From Navila
Sibling rivalry adalah proses alami yang bisa menjadi jalan anak belajar emosi, perbedaan, dan empati. Namun, tanpa arahan yang bijak, rivalitas ini bisa berkembang menjadi luka psikologis jangka panjang. Di sinilah peran Mams sangat besar, bukan untuk memadamkan konflik, tapi mengelolanya dengan kasih dan strategi yang tepat.
Daripada berusaha menghindari sepenuhnya, lebih bijak jika kita mengelola rivalitas ini sebagai bagian dari perjalanan tumbuh bersama. Anak-anak yang merasa dicintai tanpa dibandingkan akan tumbuh saling menghargai. Yuk, lanjut baca artikel berikutnya: Cara Mencegah Kakak Cemburu Saat Adik Baru Lahir (Big Sibling Blues) untuk strategi praktis selanjutnya.
References
- Tucker, C. J., & Finkelhor, D. (2017). The state of interventions for sibling conflict and aggression: A systematic review. Trauma, Violence, & Abuse, 18(4), 396-406. https://journals.sagepub.com/doi/abs/10.1177/1524838015622438
- Beyers-Carlson, E. E., & Volling, B. L. (2017). Efficacy of sibling preparation classes. Journal of Obstetric, Gynecologic & Neonatal Nursing, 46(4), 521-531. https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0884217517302551
- PSU. Brothers and sisters learn to build positive relationships in SIBS Program. Retrieved from https://www.psu.edu/news/research/story/brothers-and-sisters-learn-build-positive-relationships-sibs-program
- Healthy Children. Sibling Rivalry. Retrieved from https://www.healthychildren.org/English/family-life/family-dynamics/Pages/Sibling-Rivalry.aspx
- Volling, B. L. (2017). Chapter XI. General discussion: Children’s adjustment and adaptation following the birth of a sibling. Monographs of the Society for Research in Child Development, 82(3), 142. https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC5596891/
- Kolak, A. M., & Volling, B. L. (2013). Coparenting moderates the association between firstborn children’s temperament and problem behavior across the transition to siblinghood. Journal of family psychology, 27(3), 355. https://psycnet.apa.org/fulltext/2013-19887-002.html