Pernahkah Mams dan Paps mendapati si kecil langsung menutup telinga saat mendengar suara blender, atau tiba-tiba rewel karena tidak nyaman dengan pakaian tertentu? Meski terlihat sepele, perilaku seperti ini bisa menjadi tanda adanya gangguan sensorik pada anak.

Gangguan sensorik, atau dalam istilah medis disebut Sensory Processing Disorder (SPD), terjadi ketika otak anak kesulitan memproses informasi dari lingkungan, seperti suara, cahaya, sentuhan, atau aroma. Akibatnya, si kecil bisa jadi sangat sensitif hingga suara TV sedikit keras saja terasa mengganggu, atau justru tampak kurang responsif saat dipanggil.

Mengapa penting mengenali gangguan sensorik sejak dini? Karena jika tidak ditangani, kondisi ini dapat memengaruhi kemampuan belajar, interaksi sosial, dan kemandirian anak. Namun, dengan penanganan yang tepat, seperti terapi sensorik dan penyesuaian lingkungan, anak dapat berkembang lebih optimal.

Yuk, kenali lebih dalam tentang gangguan sensorik pada anak agar Mams dan Paps dapat mendukung tumbuh kembang si kecil dengan lebih baik!

Ciri-Ciri Gangguan Sensorik pada Anak

​Gangguan sensorik pada anak dapat memanifestasikan diri dalam berbagai bentuk, memengaruhi bagaimana anak merespons dan berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Berikut adalah beberapa ciri utama yang sering ditemui:​

1. Sensitivitas Berlebih terhadap Suara, Cahaya, atau Sentuhan

Anak dengan gangguan sensorik sering kali bereaksi berlebihan terhadap hal-hal yang terlihat biasa bagi orang lain. Misalnya, suara pengering rambut atau gonggongan anjing bisa membuat dia menutup telinga atau menangis. Cahaya terang mungkin membuat si kecil menyipitkan mata atau merasa silau, sementara sentuhan tertentu, seperti label pakaian yang kasar, bisa sangat mengganggu.

2. Kesulitan dalam Keseimbangan dan Koordinasi

Gangguan sensorik menyebabkan anak sering terlihat kesulitan dalam mengatur keseimbangan dan koordinasi tubuh. Dia mungkin sering tersandung atau terjatuh ketika berjalan atau berlari. Aktivitas yang membutuhkan koordinasi motorik, seperti menangkap bola atau melompat, bisa jadi tantangan besar bagi anak.

3. Reaksi Ekstrem terhadap Perubahan Lingkungan atau Rutinitas

Sering merasa cemas atau kesal ketika rutinitas harian anak berubah juga menjadi ciri gangguan sensorik. Anak bisa merasa tidak nyaman saat mencoba makanan baru atau jika suhu ruangan berubah drastis. Perubahan kecil dalam lingkungan pun dapat membuat si kecil kewalahan.

4. Kesulitan dalam Interaksi Sosial

Gangguan sensorik juga dapat memengaruhi kemampuan anak dalam berinteraksi dengan orang lain. Dia mungkin menghindari kontak fisik, seperti berpelukan atau berjabat tangan. Selain itu, anak juga bisa kesulitan memahami ekspresi wajah dan isyarat sosial, sehingga sering dianggap sulit bergaul.

Gangguan Sensorik vs Anak Sensitif

Membedakan antara anak yang mengalami gangguan sensorik dan anak yang memiliki tingkat kepekaan tinggi bisa jadi cukup rumit. Namun, pemahaman yang tepat sangat penting agar orang tua bisa memberikan dukungan yang sesuai.

Bagaimana Membedakan Keduanya?

Anak yang sensitif umumnya bereaksi secara emosional terhadap hal-hal yang memengaruhi perasaannya. Misalnya, anak mudah tersentuh saat melihat sesuatu yang menyedihkan atau terganggu saat berada di tempat ramai. Meskipun sensitif, dia tetap dapat beradaptasi dan menjalani aktivitas sehari-hari dengan baik.

Berbeda halnya dengan anak yang memiliki gangguan pemrosesan sensorik (Sensory Processing Disorder/ SPD). Anak dengan SPD kesulitan memproses informasi sensorik, sehingga sering kali bereaksi terlalu kuat atau justru kurang tanggap terhadap rangsangan tertentu. Misalnya, suara yang dianggap biasa oleh kebanyakan orang bisa terasa sangat mengganggu bagi mereka, atau mereka merasa tidak nyaman ketika disentuh. Hal ini bisa berdampak pada keseharian anak, mulai dari kesulitan berinteraksi sosial hingga kendala dalam aktivitas fisik.

Tes Mandiri Sederhana untuk Orang Tua

Berikut beberapa pertanyaan yang bisa membantu Mams dan Paps mengidentifikasi potensi gangguan sensorik pada anak:

  1. Apakah anak mudah terganggu oleh suara yang tidak terlalu keras atau sering menutup telinga saat ada suara tertentu?
  2. Apakah anak menolak memakai pakaian dengan tekstur tertentu atau sangat tidak nyaman jika disentuh?
  3. Apakah anak sering tersandung, terjatuh, atau kesulitan dalam aktivitas yang memerlukan keseimbangan?
  4. Apakah anak mudah cemas atau marah jika rutinitas berubah atau saat berada di lingkungan baru?
  5. Apakah anak tampak menghindari kontak fisik seperti pelukan atau tampak kesulitan memahami ekspresi wajah dan isyarat sosial?

Jika beberapa pertanyaan di atas dijawab dengan “ya,” mungkin ada baiknya mempertimbangkan untuk berkonsultasi dengan dokter anak atau terapis okupasi guna evaluasi lebih lanjut. Semakin cepat gangguan sensorik dikenali, semakin efektif pula intervensi yang dapat dilakukan untuk mendukung perkembangan anak.

Penyebab Gangguan Sensorik

Gangguan sensorik pada anak terjadi ketika otak kesulitan memproses informasi dari panca indera, sehingga respon terhadap rangsangan menjadi berlebihan atau kurang sensitif. Meskipun penyebab pastinya belum sepenuhnya dipahami, faktor genetik dan lingkungan diyakini memainkan peran penting. 

Anak-anak dengan riwayat keluarga yang memiliki gangguan neurologis, seperti autisme atau ADHD, berisiko lebih tinggi mengalami gangguan sensorik. Selain itu, paparan rangsangan berlebihan atau minim stimulasi sejak dini dapat memengaruhi cara otak memproses informasi sensorik. 

Lingkungan fisik dan sosial yang kurang mendukung, seperti stres berkepanjangan atau kurangnya interaksi sosial, juga dapat berkontribusi pada gangguan ini. Kondisi ini sering ditemukan pada anak dengan masalah neurologis lain, seperti autisme, ADHD, dan gangguan perkembangan lainnya, yang menyebabkan kesulitan dalam merespons rangsangan secara tepat. 

Dampak Gangguan Sensorik pada Perkembangan Sosial Anak

Gangguan sensorik pada anak dapat berdampak signifikan pada perkembangan sosialnya. Kesulitan dalam mengelola rangsangan dari lingkungan sekitar sering kali menyebabkan tantangan dalam beradaptasi, terutama di lingkungan sekolah.

Kesulitan Beradaptasi di Lingkungan Sekolah

Kesulitan dalam mengelola rangsangan dari lingkungan sekitar sering kali membuat anak dengan gangguan sensorik sulit beradaptasi di sekolah. Anak mungkin terlihat terlalu aktif, pendiam, atau kesulitan fokus saat belajar. Kemampuan motorik, keterampilan bicara, dan interaksi sosial juga bisa terganggu, sehingga anak merasa canggung atau terisolasi dalam pergaulan. 

Potensi Gangguan Kecemasan Akibat Stimulasi Berlebih

Selain itu, stimulasi berlebih dapat memicu gangguan kecemasan pada anak, seperti merasa gelisah, mudah marah, atau bahkan menghindari situasi tertentu. Reaksi berlebihan terhadap suara keras, cahaya terang, atau sentuhan dapat membuat anak menutup diri dan menghindari aktivitas sosial. 

Cara Menangani Gangguan Sensorik

Menangani gangguan sensorik pada anak memerlukan pendekatan yang menyeluruh agar anak dapat beradaptasi dengan baik dalam aktivitas sehari-hari. Salah satu cara efektif yang dapat dilakukan di rumah adalah dengan terapi sensorik berbasis permainan. Beberapa ide permainan yang dapat dilakukan di rumah antara lain:​

  • Menyusun Puzzle: Melatih koordinasi mata dan tangan serta keterampilan pemecahan masalah.​
  • Bermain Pasir atau Tanah Liat: Meningkatkan sensitivitas sentuhan dan kreativitas anak.​
  • Buku Bergambar dengan Bahan Bertekstur: Merangsang indera peraba dan memperkaya kosakata anak.​
  • Memasak Bersama: Memperkenalkan berbagai tekstur dan aroma, serta melatih keterampilan motorik halus

Selain itu, alat bantu sensorik juga sangat membantu dalam mengelola gangguan sensorik pada anak. Beberapa alat yang dapat digunakan meliputi:​

  • Mainan Edukatif: Seperti puzzle, balok warna, atau mainan dengan berbagai tekstur untuk melatih respons sensorik.​
  • Sikat Terapi: Digunakan dalam terapi sensori integrasi untuk memberikan stimulasi taktil yang menenangkan.​
  • Selimut Berbobot: Memberikan tekanan dalam yang dapat menenangkan sistem saraf anak.​
  • Bola Terapi: Membantu dalam aktivitas fisik yang merangsang sistem vestibular dan proprioseptif.

Namun, jika gangguan sensorik anak mengganggu aktivitas belajar, bermain, atau interaksi sosialnya secara signifikan, konsultasi dengan terapis profesional sangat disarankan. Gejala yang berlebihan terhadap rangsangan, kesulitan dalam keterampilan motorik, atau perilaku yang tidak sesuai dengan usianya adalah tanda-tanda yang perlu diwaspadai. Terapis akan melakukan evaluasi mendalam dan merancang program terapi khusus agar anak dapat berkembang dengan optimal. 

Kisah Sukses Orang Tua Mengatasi Gangguan Sensorik pada Anak

Melansir Metro, Jessica D’Entremont, seorang ibu asal Poughkeepsie, New York, Amerika, menemukan cara kreatif untuk membantu anak-anaknya yang memiliki gangguan sensorik agar tetap tenang sebelum tidur. Melalui unggahan Instagram yang viral, Jessica berbagi tips unik yang berhasil menarik perhatian banyak orang. 

Ide cerdasnya adalah menggunakan piyama bercahaya dalam gelap sebagai alat pengalihan perhatian. Dia meyakinkan anak-anaknya bahwa agar piyama bisa bersinar, mereka perlu berbaring diam di bawah cahaya lampu agar “mengisi energi” pakaian tersebut. Metode ini sukses membuat anak-anak berbaring tenang tanpa merasa terpaksa.

Mum shares genius trick to get a moment of peace and quiet from the kids

Untuk menjaga konsistensi trik ini, setiap pagi Jessica menyimpan piyama kembali ke dalam laci agar tidak terpapar cahaya, sehingga efek pijar hanya muncul setelah anak-anak berbaring tenang di malam hari. Cara ini tidak hanya efektif dalam menciptakan suasana yang tenang sebelum tidur, tetapi juga membantu anak-anak dengan gangguan sensorik belajar relaksasi tanpa mereka sadari. 

Meski terkesan seperti “tipuan kecil,” Jessica yakin hal ini adalah cara positif untuk mengajarkan ketenangan pada anak-anaknya. “Aku bahkan tidak menyesal,” tulisnya dengan nada bercanda dalam unggahan media sosialnya. Metode sederhana ini pun menginspirasi banyak orang tua lain dalam menghadapi tantangan serupa.

A Word From Navila

Gangguan sensorik pada anak dapat berdampak besar pada kehidupan sehari-hari, mulai dari kesulitan beradaptasi di lingkungan sosial hingga tantangan dalam aktivitas fisik dan belajar. Namun, dengan pemahaman yang tepat dan penanganan yang sesuai, anak-anak dengan gangguan sensorik dapat berkembang optimal dan meraih potensi terbaiknya.

Penting bagi orang tua untuk terus mengasah keterampilan motorik anak agar perkembangan sensoriknya lebih baik. Yuk, temukan berbagai latihan yang dapat mendukung tumbuh kembang anak secara maksimal di: Contoh Motorik Kasar pada Anak atau Latihan Motorik Halus Anak.


References

  • Web MD. Sensory Processing Disorder. Retrieved from https://www.webmd.com/children/sensory-processing-disorder
  • Kemkes. PROGRAM SENSORI INTEGRASI PADA ANAK DENGAN GANGGUAN TUMBUH KEMBANG DAMPAK KONDISI STUNTING DAN WASTING. Retrieved from https://kms.kemkes.go.id/contents/1718851442402-SENSORIINTEGRASIPADAANAKDAMPAKSTUNTINGDANWASTINGDENGANTEKNIKKOLABORASITERAPIYANGAPLIKATIFEFEKTIFDANEFISIENfixed.pdf
  • Healthline. Common Signs of Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD). Retrieved from https://www.healthline.com/health/adhd/signs
  • Syatifa, A., Syahdia, H., & Sirait, N. (2025). Pentingnya Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak Usia 0-72 Bulan Untuk Mencegah Gangguan Perkembangan. Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini2(2), 8-8. https://edu.pubmedia.id/index.php/paud/article/view/1417
  • Klik Dokter. Kondisi Ini Berhubungan Erat Dengan Gangguan Kelebihan Sensoris. Retrieved from https://www.klikdokter.com/psikologi/kesehatan-mental/kondisi-ini-berhubungan-erat-dengan-gangguan-kelebihan-sensoris
  • Metro. Mum shares genius trick to get a moment of peace and quiet from the kids. Retrieved from https://metro.co.uk/2019/10/03/mum-shares-genius-trick-to-get-a-moment-of-peace-and-quiet-from-the-kids-10851700/
  • Learning 4 Kids. List of Sensory Play Activities. Retrieved from https://www.learning4kids.net/play-ideas/exploring-activities/list-of-sensory-play-ideas/