Tantrum pada anak adalah hal yang umum terjadi. Sebagai orang tua pasti pernah merasakan anak tantrum dan terkadang cukup parah yang menguras energi ayah dan Bunda.

Tantrum biasanya terjadi pada usia 1-4 tahun karena ketidaktahuan anak dalam menjelaskan keinginannya.

Tapi apa itu tantrum pada anak? Bagaimana mengatasinya? Yuk Bunda simak informasi berikut untuk lebih jelasnya, ya!

Apa Itu Tantrum pada Anak?

Tantrum merupakan ekspresi emosi yang sering terjadi, terutama pada anak-anak atau individu yang sedang mengalami kesulitan emosional.

Biasanya, anak-anak menunjukkan beberapa gejala seperti kemarahan, berteriak, memberontak, menangis, berteriak keras, melempar barang, atau bahkan memukul.

Meskipun tantrum adalah bagian normal dari perkembangan anak, penting untuk mengetahui cara mengatasi mereka agar orang tua dapat mengelola situasi dengan baik.

Tantrum pada Anak

Tidak disarankan menggunakan kekerasan atau mengisolasi anak di kamar mandi saat mereka sedang tantrum.

Tantrum muncul karena balita belum mampu mengidentifikasi atau mengungkapkan emosi mereka dengan tepat, sehingga mereka cenderung melampiaskan perasaan mereka melalui tangisan atau kemarahan.

Tantrum umumnya terjadi pada anak yang memiliki tingkat energi yang tinggi dan aktif.

Biasanya, hal ini lebih sering terjadi pada anak-anak yang dianggap sulit, yang dapat dikenali melalui beberapa ciri, seperti:

  1. Pola tidur yang tidak teratur,
  2. Kebiasaan makan dan buang air besar yang tidak teratur,
  3. Kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan situasi, makanan, dan orang-orang baru,
  4. Lambat beradaptasi terhadap perubahan,
  5. Sikap lebih sering cenderung negatif,
  6. Mudah tersulut emosi,
  7. Cepat merasa marah atau kesal dan sulit untuk mengalihkan perhatiannya.

Kenali Jenis-jenis Tantrum pada Anak Berikut, Bunda!

Sebelum ke cara menanganinya, mari kita ketahui dahulu jenis-jenis tantrum pada anak agar kita tahu cara tepat mengatasinya.

1. Tantrum Manipulatif 

Tantrum manipulatif adalah saat anak merespon ketidakpuasan atas keinginannya dengan menunjukkan perilaku tantrum yang sengaja dimainkan untuk memaksa orang tua atau orang lain memenuhi keinginannya.

Meskipun tidak semua anak bereaksi seperti ini ketika keinginannya tidak terpenuhi, jenis tantrum ini seringkali muncul sebagai hasil dari perasaan penolakan terhadap keinginan mereka.

2. Tantrum Frustasi 

Tantrum Frustasi terjadi ketika anak tidak dapat menyampaikan perasaan atau kebutuhannya dengan jelas.

Hal ini bisa dipicu oleh berbagai faktor seperti kelelahan, kelaparan, kegagalan dalam melakukan sesuatu, dan tekanan dari lingkungan sekitar.

3. Tantrum Putus Asa 

Tantrum Putus Asa ditandai dengan perilaku diam dan kehilangan semangat dalam melakukan sesuatu.

Anak merasa tidak berdaya dan putus asa, seringkali karena ledakan emosi yang tinggi yang dipicu oleh rasa ketakutan atau ketidaknyamanan yang besar, namun mereka tidak dapat mengekspresikannya dengan jelas.

Apa Penyebab Tantrum pada Anak?

Bunda, ini dia beberapa penyebab anak tantrum, diantaranya:

1. Anak Belum Bisa Menyatakan Emosi

Kemampuan berkomunikasi pada anak di bawah usia 3 tahun hanya sekitar 75%, jadi wajar jika mereka belum dapat mengekspresikan perasaan dan keinginan mereka dengan jelas kepada orang tua.

Ketika merasa frustasi, anak mungkin akan mengekspresikan emosinya melalui tangisan yang intens.

2. Tidak Mendapatkan Keinginan

Tantrum bisa terjadi ketika anak tidak mendapatkan apa yang mereka inginkan. Misalnya, saat mereka ingin membeli mainan di toko namun orang tua tidak memenuhi permintaan itu.

Anak mungkin belum mampu mengelola rasa kecewa mereka, sehingga mereka mengekspresikannya melalui tantrum.

3. Mengalami Ketidaknyamanan

Dengan menangis, bayi mungkin mencoba mengkomunikasikan bahwa mereka merasa tidak nyaman dengan sesuatu, seperti gigitan nyamuk, kepanasan, lapar, demam, atau popok basah.

Orang tua dapat membantu dengan memeriksa hal-hal tersebut secara cermat.

4. Kurang Tidur

Kekurangan tidur dapat membuat anak rewel dan rentan mengalami tantrum. Pastikan anak mendapatkan jumlah dan kualitas tidur yang cukup sesuai dengan usianya.

5. Bermain Gadget yang Berlebihan

Menggunakan gadget dalam durasi yang berlebihan dapat meningkatkan risiko anak mengalami tantrum, terutama sebelum waktu tidur.

Disarankan agar anak usia 1-4 tahun tidak menggunakan perangkat elektronik selama lebih dari satu jam.

Jika anak sudah kecanduan Bunda harus segera mengetahui cara mengatasi anak kecanduan gadget agar tidak menganggu perkembangannya.

6. Menghindari Hal yang Tidak Diinginkan

Anak mungkin menangis atau memberontak ketika mereka harus melakukan sesuatu yang tidak mereka sukai, seperti pulang dari bermain untuk tidur siang.

7. Kecemasan

Anak-anak, termasuk balita, juga dapat mengalami kecemasan yang dapat menyebabkan tantrum.

Jika anak menunjukkan tanda-tanda kecemasan seperti sulit tidur atau sering mengamuk, konsultasikan dengan dokter.

8. Gangguan Perhatian dan Hiperaktivitas (ADHD)

Anak dengan ADHD mungkin sulit fokus dan rentan mengalami tantrum saat mereka merasa frustasi dengan situasi yang memicu gejala ADHD mereka.

9. Autisme

Anak dengan gangguan spektrum autisme mungkin mengalami tantrum karena kesulitan dalam berkomunikasi dan merasakan overstimulasi.

10. Gangguan Mood

Beberapa anak balita mungkin memiliki gangguan mood yang membuat mereka rentan mengalami tantrum, seperti DMDD (Disruptive Mood Dysregulation Disorder).

Fase Anak Tantrum

Ternyata memiliki fasenya lho Bun, berikut fase-fase tantrum yang terjadi pada anak dan harus diketahui bunda supaya lebih sigap dalam penangannya.

1. Penyangkalan (Denial)

Awal dari tantrum anak sering kali dimulai dengan penolakan. Saat ini, anak bisa mengabaikan instruksi dari orang tua atau terlihat kaget dan tidak percaya karena permintaannya tidak dipenuhi.

Pada tahap penolakan, anak cenderung tidak mematuhi perintah orang tua.

2. Kemarahan (Anger)

Setelah tahap penolakan, biasanya anak akan mengalami kemarahan. Ini adalah saat-saat tantrum yang paling dikenal, di mana anak menjadi emosional, marah, dan mungkin melakukan tindakan agresif.

Anak mungkin menangis keras, berteriak, memukul, atau menendang. Bahkan, mereka mungkin melemparkan barang-barang ke sekeliling ruangan untuk mengekspresikan kemarahannya.

Pada tahap ini, penting bagi ibu untuk tetap tenang dan menghindari terbawa emosi. Selain itu, perlu dipastikan bahwa anak tidak melukai dirinya sendiri atau orang lain.

3. Tawar-menawar (Bargaining)

Setelah mengekspresikan kemarahannya, dalam beberapa kasus, anak tantrum akan mencoba tawar-menawar. Biasanya, ini terjadi pada anak yang sudah mampu berbicara dengan lancar.

Mereka mungkin menawarkan untuk melakukan sesuatu yang baik jika permintaannya dipenuhi.

Jika tidak, mereka akan mencoba tawaran lain, sampai akhirnya menyadari bahwa upaya tawar-menawar tidak berhasil.

4. Kesedihan (Depression)

Tahap kesedihan biasanya terjadi setelah anak sedikit lebih tenang daripada saat marah.

Pada tahap ini, anak mungkin menangis karena keinginannya tidak terpenuhi dan upaya tawar-menawar sebelumnya tidak berhasil.

Saat anak sedang bersedih, penting bagi Bunda untuk memberikan dukungan dengan menjadi pendengar yang baik dan memberikan pelukan.

5. Penerimaan (Acceptance)

Pada tahap ini, anak tantrum biasanya menjadi lebih tenang daripada sebelumnya. Bunda bisa menggunakan kesempatan ini untuk menjelaskan secara perlahan mengapa permintaannya tidak bisa dipenuhi.

Lakukan Cara Mengatasi Tantrum pada Anak Berikut Ini, Bunda!

Terkadang anak yang tantrum sangat membuat Bunda jengkel, namun Bunda harus tetap tenang dan sabar. Berikut ini cara efektif yang dapat bunda lakukan untuk mengatasi si kecil yang tantrum.

1. Peluklah Anak Bunda

Salah satu cara mengatasi tantrum pada anak adalah dengan memberikan pelukan. Ini membantu meredakan emosi mereka.

2. Temani si Kecil

Tetaplah tenang dan temani anak saat sedang tantrum. Menemani mereka akan membantu mereka merasa didengarkan dan tidak diabaikan.

3. Alihkan Perhatiannya

Mengalihkan perhatian anak bisa membantu mengatasi tantrum. Ajaklah mereka jalan-jalan atau berikan makanan favorit untuk mengalihkan perhatian mereka.

4. Hindari Hukuman Fisik

Menggunakan hukuman fisik seperti memukul anak saat tantrum tidaklah baik. Pola asuh semacam itu bisa memberikan contoh buruk pada anak.

5. Kenali Penyebab Tantrum

Ada banyak faktor yang bisa menjadi penyebab tantrum anak, seperti kebutuhan yang tidak terpenuhi, ketidaknyamanan, kelelahan, atau kelaparan yang sulit diungkapkan.

Jika anak belum bisa berbicara, tanyakan langsung untuk mengidentifikasi penyebabnya. Mengetahui penyebab tantrum akan memudahkan Bunda dalam mengatasinya.

6. Tetaplah Tenang dan Sabar

Saat anak sedang tantrum, tetaplah tenang Bunda. Jangan terbawa emosi atau berteriak, ini hanya akan memperburuk situasi. Sikap tenang akan membantu mengatasi tantrum dengan lebih efektif.

Ajaklah anak ke tempat yang lebih tenang untuk menenangkan dirinya. Atau Bunda juga bisa melakukan istirahat sejenak seperti Me Time untuk meredakan beban pikiran.

Anak Sering Tantrum Apakah Wajar?

Biasanya, tantrum terjadi bersamaan dengan beberapa perilaku agresif yang mengekspresikan perasaan sedih, tidak nyaman, marah, jengkel, tidak dipahami, atau bahkan frustasi.

Meskipun seringkali membuat Bunda merasa kewalahan dan perlu mengambil napas dalam-dalam, tantrum adalah bagian normal dari perkembangan anak usia 1-3 tahun.

Jadi, Bunda tidak perlu merasa khawatir atau malu berlebihan saat anak mengalami tantrum. Tantrum adalah perilaku yang normal dan tidak menunjukkan kegagalan dalam mendidik anak.

Penting juga untuk diketahui bahwa frekuensi dan durasi tantrum setiap anak berbeda. Ada anak yang sering mengalami tantrum dan ada yang jarang.

Namun, secara umum, normal bagi anak untuk mengalami tantrum sekali sehari dengan durasi 2-15 menit. Selain itu, tantrum bukanlah sesuatu yang bersifat permanen.

Pada usia sekitar 4 tahun atau ketika anak mulai masuk sekolah, tantrum secara bertahap akan mereda. Ini disebabkan oleh kemajuan dalam kemampuan bahasa dan pengembangan keterampilan emosional anak.

Waspada! Ini Tanda Tantrum Berbahaya pada si Kecil

Walaupun hal biasa namun beberapa hal berikut ini wajib Bunda waspadai karena tantrum sudah menjadi masalah. Berikut tanda-tanda tantrum berbahaya:

  • Durasi tantrum lebih dari 15 menit.
  • Menunjukkan perilaku agresif yang membahayakan diri sendiri atau orang lain, seperti menyakiti diri sendiri atau melempar benda-benda keras kepada orang lain.
  • Menyebabkan ketegangan dan konflik yang signifikan antara Bunda dan anak, atau antara Bunda dan ayah. 

Jika menghadapi situasi seperti ini, penting bagi Bunda untuk segera berkonsultasi dengan dokter atau psikolog anak untuk evaluasi lebih lanjut.

Intervensi dini dapat memberikan dukungan yang diperlukan bagi perkembangan anak yang lebih baik.

A Word From Navila

Itu dia informasi seputar apa itu tantrum pada anak. Melalui informasi ini diharapkan Bunda dapat mengetahui lebih dalam tentang tantrum pada si kecil serta mengetahui bagaimana cara mengatasinya dengan bijak.

Jangan gunakan kekerasan ya Bunda, jika dirasa tantrum pada anak tidak normal segera hubungi para ahli. 

Setelah mengetahui informasi-informasi tersebut, diharapkan Bunda semua jadi lebih paham. Mau informasi seputar ibu dan bayi lainnya? Yuk kunjungi akun Navila di Instagram @navilababy dan TikTok @navilacare. Semoga bermanfaat!