Tahukah Mams, menurut Kementerian Kesehatan 2023, masih ada sekitar 21,5% anak Indonesia mengalami stunting? Kondisi ini bukan sekadar membuat anak lebih pendek dari seharusnya, tetapi juga memengaruhi kecerdasan, daya tahan tubuh, hingga produktivitas di masa depan. Padahal, stunting sebenarnya bisa dicegah bila orang tua memahami langkah-langkah yang tepat sejak masa kehamilan hingga anak berusia dua tahun, periode emas yang dikenal sebagai 1.000 hari pertama kehidupan.

Kabar baiknya, pencegahan stunting tidak selalu rumit. Dengan kombinasi gizi seimbang, pola asuh penuh kasih, lingkungan sehat, serta stimulasi tumbuh kembang yang tepat, anak dapat tumbuh optimal sesuai usianya. Bahkan WHO menegaskan, intervensi sederhana seperti pemberian ASI eksklusif, MPASI bergizi, imunisasi, hingga tidur cukup sudah terbukti efektif menurunkan risiko stunting. Yuk, kita bahas langkah-langkahnya satu per satu!

1. Nutrisi Optimal Sejak Masa Kehamilan

Langkah pertama pencegahan stunting dimulai sejak masa kehamilan. Ibu hamil perlu memenuhi kebutuhan gizi seimbang yang mencakup karbohidrat, protein, lemak sehat, sayur, dan buah. Status gizi ibu sangat menentukan tumbuh kembang janin. Penelitian Jurnal Maternitas Aisyah di Lampung bahkan menunjukkan, ibu dengan gizi kurang berisiko 6,5 kali lebih tinggi melahirkan anak stunting dibanding ibu dengan gizi baik.

Selain makanan, suplementasi zat besi dan asam folat juga penting. WHO merekomendasikan ibu hamil rutin mengonsumsi 30–60 mg zat besi dan 400 µg asam folat setiap hari untuk mencegah anemia, kelahiran prematur, serta berat badan lahir rendah, faktor yang sering memicu stunting. Studi BMC Pregnancy and Childbirth pun membuktikan, pemberian suplemen ini berhubungan dengan pertumbuhan linier anak yang lebih baik pada usia balita.

Tidak kalah penting, pemeriksaan kehamilan (ANC) secara rutin membantu memastikan kesehatan ibu dan janin tetap optimal. Dengan minimal 4–8 kali kunjungan, risiko kehamilan bisa terdeteksi lebih dini, sekaligus memastikan ibu patuh mengonsumsi suplemen. Jadi, kombinasi gizi seimbang, suplemen, dan pemeriksaan teratur menjadi pondasi kuat untuk mencegah stunting sejak dalam kandungan. Untuk mengetahui apa saja nutrisi penting yang wajib dikonsumsi bumil, ketahui selengkapnya di: Kebutuhan Nutrisi Ibu Hamil Trimester 1, 2, 3 yang Wajib Dipenuhi.

2. ASI Eksklusif Selama 6 Bulan

Setelah bayi lahir, langkah berikutnya adalah memberikan ASI eksklusif hingga usia 6 bulan. ASI mengandung antibodi, protein, lemak, vitamin, dan mineral yang tidak tergantikan oleh makanan atau susu formula. Kandungan ini melindungi bayi dari infeksi seperti diare dan pneumonia, sekaligus mendukung perkembangan otak dan kecerdasan.

Penelitian WHO dan UNICEF menunjukkan, bayi yang mendapat ASI eksklusif berisiko lebih rendah mengalami kematian dini, bahkan angkanya bisa menurun hingga 13%. Kandungan DHA, AA, serta kolostrum di dalam ASI juga membantu perkembangan sistem saraf. Tidak heran bila bayi yang disusui penuh cenderung memiliki skor kognitif lebih tinggi dibandingkan bayi yang tidak.

Manfaat ASI bahkan berlanjut hingga masa dewasa. Anak yang pernah mendapat ASI eksklusif lebih terlindungi dari obesitas, diabetes, hingga penyakit jantung. Dari sisi keluarga, pemberian ASI juga mengurangi biaya pengobatan karena anak lebih jarang sakit. Artinya, ASI bukan hanya makanan terbaik, tetapi juga investasi jangka panjang bagi kesehatan anak. Untuk mengetahui apa saja yang wajib Mams konsumsi saat masa mengASIhi, yuk pelajari selengkapnya di: Makanan untuk Ibu Menyusui Agar Bayi Cerdas, Gemuk dan Sehat.

3. MPASI Bergizi dan Tepat Waktu

Memasuki usia 6 bulan, bayi membutuhkan asupan tambahan berupa MPASI. Agar pertumbuhannya optimal, MPASI sebaiknya mengandung karbohidrat, protein hewani, lemak sehat, sayur, dan buah. Kombinasi ini memastikan kebutuhan energi dan nutrisi bayi tetap tercukupi.

Protein hewani seperti telur, ikan, dan daging menjadi kunci penting karena lebih mudah diserap tubuh dibandingkan protein nabati. Penelitian UGM menunjukkan, konsumsi telur secara rutin dapat membantu mencegah stunting dengan signifikan. Lemak sehat dari minyak nabati juga penting untuk mendukung penyerapan vitamin A, D, E, dan K.

Namun, Mams perlu berhati-hati dalam memilih bahan makanan. Makanan instan tinggi gula atau garam sebaiknya dihindari karena tidak sesuai dengan kebutuhan bayi. Sebagai gantinya, gunakan bahan segar dan rempah alami agar si kecil terbiasa dengan rasa makanan sehat sejak dini. Dengan cara ini, anak tidak hanya mendapat nutrisi lengkap, tetapi juga belajar pola makan baik untuk masa depannya. Yuk, ketahui resep apa saj yang bisa Mams coba untuk membuat MPASI bergizi, di: Resep Bubur Bayi Sehat yang Cocok untuk MPASI.

4. Jaga Kebersihan Lingkungan dan Sanitasi (WASH)

Nutrisi saja tidak cukup bila anak tumbuh di lingkungan yang tidak higienis. Infeksi berulang akibat air kotor, diare, atau cacingan membuat tubuh kesulitan menyerap gizi, sehingga pertumbuhan terhambat. Data WHO menunjukkan, sekitar 25% kasus stunting di dunia dipicu oleh sanitasi buruk.

Perbaikan sanitasi dan akses air bersih (WASH) terbukti mampu menurunkan prevalensi stunting hingga 5–12 poin persentase. Meski begitu, manfaatnya akan lebih maksimal bila dibarengi dengan intervensi gizi. Artinya, antara pola makan sehat dan lingkungan bersih harus berjalan beriringan.

Di Indonesia, upaya ini sudah menunjukkan hasil positif dengan prevalensi stunting turun dari 37% pada 2013 menjadi 21,5% di 2023. Namun, untuk mencapai target 14% pada 2024, kebiasaan sederhana seperti cuci tangan pakai sabun, penyediaan air minum layak, dan penggunaan jamban sehat perlu terus diperkuat. Yuk, ketahui bagaimana cara mencuci tangan yang tepat sesuai arahan WHO dan Kementerian Kesehatan, di: Langkah Cuci Tangan Sesuai WHO dan Kemenkes agar Terhindar dari Penyakit Menular.

5. Imunisasi Lengkap dan Pemantauan Tumbuh Kembang

Imunisasi lengkap tidak hanya mencegah penyakit infeksi, tetapi juga berperan besar dalam pencegahan stunting. Tanpa imunisasi, tubuh anak rentan terkena infeksi berulang, sehingga energi lebih banyak digunakan untuk melawan penyakit dibanding pertumbuhan.

Selain imunisasi, pemantauan tumbuh kembang di posyandu menjadi langkah penting untuk deteksi dini. Dengan menimbang berat badan, mengukur tinggi badan, dan memantau lingkar kepala, perkembangan anak dapat diketahui sesuai grafik pertumbuhan. Bila ada keterlambatan, tenaga kesehatan bisa segera memberikan intervensi.

Kombinasi imunisasi lengkap dan pemantauan rutin terbukti efektif memutus rantai risiko stunting. Posyandu dan tenaga kesehatan memang garda terdepan, namun peran aktif orang tua untuk hadir di setiap jadwal tetap menjadi kunci keberhasilan. Yuk, ketahui selengkapnya tentang imunisasi wajib untuk balita, di: Apa Itu Imunisasi DT? Imunisasi Wajib untuk Balita.

6. Edukasi Pola Asuh dan Nutrisi

Mams, pengetahuan orang tua juga sangat menentukan tumbuh kembang anak. Penyuluhan gizi terbukti meningkatkan pengetahuan hingga mengubah praktik pemberian makan sehari-hari. Misalnya, ibu yang mendapat edukasi cenderung lebih konsisten memberi makanan seimbang sesuai kebutuhan anak.

Tingkat pendidikan orang tua pun berpengaruh. Studi Nutrients di Papua menemukan bahwa anak dari ibu berpendidikan rendah lebih berisiko stunting dibanding dari ibu berpendidikan tinggi. Hal ini karena akses informasi dan kesadaran akan kesehatan berbeda jauh.

Agar lebih efektif, edukasi sebaiknya dilakukan dengan metode praktis, misalnya demonstrasi masak MPASI, media visual, atau kelas keluarga. Dengan cara ini, orang tua tidak hanya tahu teorinya, tapi juga mampu langsung menerapkannya di rumah.

7. Hindari Asap Rokok dan Stres Lingkungan

Faktor lingkungan juga berperan besar. Paparan asap rokok selama kehamilan meningkatkan risiko bayi lahir dengan berat badan rendah, prematur, hingga mudah terkena infeksi. Penelitian di Indonesia menunjukkan, ibu yang sering terpapar asap rokok berisiko 13 kali lebih tinggi melahirkan anak stunting.

Selain itu, kondisi psikologis ibu juga berpengaruh. Stres yang berlarut meningkatkan hormon kortisol yang dapat menghambat pertumbuhan janin. Penelitian FKM UI membuktikan, ibu dengan stres sedang hingga berat cenderung melahirkan bayi dengan berat lahir lebih rendah.

Karena itu, upaya mencegah stunting juga perlu mencakup perlindungan dari asap rokok serta dukungan psikologis. Konseling, kelas ibu hamil, atau kelompok pendampingan bisa membantu menjaga kesehatan mental ibu, sehingga janin tumbuh dalam kondisi optimal.

8. Stimulasi dan Aktivitas Fisik Anak

Selain gizi dan lingkungan, stimulasi juga penting. Bermain, bergerak, berbicara, hingga sentuhan sederhana mampu merangsang otak, motorik, dan keterampilan sosial anak. Tanpa stimulasi, anak berisiko mengalami keterlambatan perkembangan meski gizinya tercukupi.

Tidur yang cukup juga berperan besar. Saat tidur nyenyak, tubuh memproduksi hormon pertumbuhan dalam jumlah tinggi. Untuk anak usia 1–2 tahun, durasi tidur yang dianjurkan adalah 11–14 jam per hari, sementara usia 3–5 tahun sekitar 10–13 jam.

Mams bisa mendukung stimulasi anak dengan aktivitas sederhana seperti bermain bola, membacakan cerita, atau bernyanyi bersama. Pastikan juga anak tidur dalam suasana nyaman, tenang, dan bebas dari gangguan gadget. Dengan cara ini, tumbuh kembang anak dapat berjalan optimal sesuai usianya.

A Word From Navila

Mencegah stunting bukan hanya soal memberi makan anak, melainkan rangkaian upaya menyeluruh sejak masa kehamilan hingga anak tumbuh besar. Gizi seimbang, ASI eksklusif, MPASI bergizi, lingkungan sehat, imunisasi lengkap, pola asuh tepat, bebas asap rokok, hingga stimulasi dan tidur berkualitas adalah kunci yang saling melengkapi.

Setiap langkah kecil membawa dampak besar, ibu bergizi baik menurunkan risiko stunting hingga 6,5 kali lipat, ASI eksklusif menekan angka kematian bayi hingga 13%, sanitasi sehat mampu menurunkan prevalensi stunting hingga 12%, dan tidur cukup memastikan hormon pertumbuhan bekerja optimal. Semua ini menegaskan bahwa pencegahan stunting adalah investasi bagi masa depan anak dan bangsa.

Anak yang sehat, aktif, dan tumbuh sesuai potensinya adalah harapan besar kita bersama. Mari, Mams, bersama tenaga kesehatan dan komunitas, dukung tumbuh kembang optimal si kecil. Karena setiap senyum anak yang bertumbuh sehat adalah bekal menuju generasi emas Indonesia.


References

  • Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2024, Februari 28). SSGI 2024: Prevalensi stunting nasional turun menjadi 19,8%. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. https://kemkes.go.id/id/ssgi-2024-prevalensi-stunting-nasional-turun-menjadi-198
  • Sekretariat Wakil Presiden RI. (2024, Februari 29). Prevalensi stunting Indonesia turun ke 19,8%. Stunting.go.id. https://stunting.go.id/prevalensi-stunting-indonesia-turun-ke-198/
  • UNICEF Indonesia. (2021, Oktober 1). Cara mencegah wasting. UNICEF Indonesia. https://www.unicef.org/indonesia/id/gizi/artikel/cara-mencegah-wasting
  • Sekretariat Wakil Presiden RI. (2021, Juli 15). Stunting, ASI, dan wanita karier. Stunting.go.id. https://stunting.go.id/stunting-asi-dan-wanita-karier/
  • UNICEF. (2020). Programme guidance: Maternal nutrition. UNICEF. https://www.unicef.org/documents/programme-guidance-maternal-nutrition
  • Atmomarsono, M. B., Septiana, R., & Nugraheni, P. (2023). Association between maternal depression and stunting among children aged 6–23 months: A case–control study. BMC Pregnancy and Childbirth, 23(1), 71.
  • Astuti, E. Y., & Hapsari, I. D. (2023). Hubungan pola asuh dengan kejadian stunting pada balita. Gudang Jurnal Media Indonesia, 4(2), 100–108. https://gudangjurnal.com/index.php/gjmi/article/view/1543
  • Nurhayati, D., & Hartati, E. (2022). Peran posyandu dalam pencegahan stunting. Jurnal Aisyah: Jurnal Ilmu Kesehatan, 7(1), 56–63. http://journal.aisyahuniversity.ac.id/index.php/Jaman/article/view/126
  • Ikatan Dokter Anak Indonesia. (2020, Agustus 5). Mengapa ASI eksklusif sangat dianjurkan pada usia di bawah 6 bulan. IDAI. https://www.idai.or.id/artikel/klinik/asi/mengapa-asi-eksklusif-sangat-dianjurkan-pada-usia-di-bawah-6-bulan
  • Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2021, Mei 12). Jaga kualitas nutrisi, ini rekomendasi terbaik pemberian ASI. Kementerian Kesehatan RI. https://kemkes.go.id/eng/jaga-kualitas-nutrisi-ini-rekomendasi-terbaik-pemberian-asi
  • Universitas Islam Indonesia. (2022, Oktober 14). Cegah stunting di seribu hari pertama. UII. https://www.uii.ac.id/cegah-stunting-di-seribu-hari-pertama/
  • Prado, E. L., & Dewey, K. G. (2021). Nutrition and brain development in early life. Frontiers in Human Neuroscience, 15, 672159.
  • Associated Press. (2024, Februari 29). Indonesia president-elect Prabowo vows free meals for children and mothers to fight stunting. AP News. https://apnews.com/article/indonesia-prabowo-subianto-free-meals-children-mothers-213a04587203434f3f85950725e84a8b
  • Adhikari, R. P., Shrestha, N., & Ghimire, S. (2022). Dietary diversity and nutritional status of children under five years of age in Nepal. Nutrients, 14(3), 549.
  • Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. (2021, Mei 10). Doktor FKM UI ungkap stres psikososial ibu hamil terbukti turunkan berat lahir bayi cukup bulan. FKM UI. https://fkm.ui.ac.id/doktor-fkm-ui-ungkap-stres-psikososial-ibu-hamil-terbukti-turunkan-berat-lahir-bayi-cukup-bulan/
  • Puspitasari, W. D., & Rachmawati, A. I. (2023). Edukasi gizi terhadap peningkatan pengetahuan ibu balita tentang pencegahan stunting. Amerta Nutrition, 7(4), 250–258. https://e-journal.unair.ac.id/AMNT/article/download/49762/28775